Follow Us

NJOP Naik, Konsumen Kembali dibebani

Maulina Kadiranti - Kamis, 13 Maret 2014 | 10:30
NJOP Naik Konsumen Kembali dibebani
Maulina Kadiranti

NJOP Naik Konsumen Kembali dibebani

Kenaikan NJOP DKI Jakarta dipastikan akan memicu kenaikan harga tanah. Hal ini juga akan berdampak di seluruh lini properti. Eddy mengatakan, besar kemungkinan pengembang rusunami atau rumah susun sederhana milih menaikkan harga. Pasalnya, untuk rusunami, agak sulit bagi pengembang membuat strategi dengan mengecilkan ukuran unit rusunami.

"Untuk di Jakarta pasti berdampak semakin berat untuk membangun rusunami, misalnya. Sekarang ini saja, praktis, tak ada lagi pembangunan rusunami," ujar Eddy kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (12/3/2014), menanggapi kenaikan NJOP bervariasi di Jakarta yang disesuaikan dengan lokasi wilayah, mulai 120 persen hingga 240 persen.

"Karena ukuran sekarang sudah paling kecil. Menaikkan harga akan lebih baik, hanya saja pengembang tidak dapat subsidi," kata Eddy.

Eddy menyatakan, selama kenaikan NJOP masih di bawah harga pasar, tidak akan ada masalah pada harga properti. Namun, jika sebaliknya yang terjadi, ceritanya akan lain.

Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, pengembang diprediksi bakal membebankan kenaikan NJOP kepada konsumen. Hal itu dilakukan karena pengembang tidak mau rugi.

Maklum, lanjut Ali, selama proyek dalam masa pembangunan, pengembanglah yang harus menanggung PBB. Imbasnya, harga jual proyek kepada konsumen bisa lebih mahal 7 persen sampai 10 persen. Padahal, konsumen juga harus membayar PBB lebih besar setelah properti itu menjadi miliknya.

Kenaikan tarif NJOP pun bervariasi, tergantung kawasan. Karena itulah, Ali menyayangkan keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mengerek harga NJOP di saat siklus properti memasuki perlambatan.

"Naiknya terlalu tinggi, meskipun memang seharusnya naik. Ketika dinaikkan sampai 200 persen, ini akan memukul niat pembelian properti," ujar Ali.

Ali mengatakan, kenaikan itu akan berimbas pada potensi pembelian yang melambat. Ia bilang, pasar akan terkena efek sesaat kenaikan NJOP ini.

"Market shock. Maklum saja, karena timing kenaikan NJOP ini tidak tepat. NJOP naik di saat sedang terjadi perlambatan ekonomi dan properti," kata Ali.

Seperti diberitakan, tingginya angka Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkotaan dan Pedesaan di DKI Jakarta tahun ini terjadi karena penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan Pemprov DKI Jakarta. Kenaikan NJOP di Jakarta bervariasi disesuaikan dengan lokasi wilayah, mulai dari 120 persen hingga 240 persen.

Kepala Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI Jakarta Iwan Setiawandi mengatakan, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menginginkan PBB menjadi sektor Pajak Daerah yang menjadi unggulan. Jokowi mengubah besaran NJOP karena selama empat tahun, NJOP tidak naik. Besaran NJOP yang tetap selama 4 tahun tidak sesuai dengan fakta, bahwa harga pasar sudah melonjak cukup tinggi.

Sumber: properti.kompas.com

Editor : Maulina Kadiranti

Latest