Follow Us

Semarang Kalah Saing dengan Kota Lain di Jawa

Devi F. Yuliwardhani - Senin, 31 Maret 2014 | 08:10
Semarang Kalah Saing dengan Kota Lain di Jawa
Devi F. Yuliwardhani

Semarang Kalah Saing dengan Kota Lain di Jawa

iDEAonline.co.id - Harga lahan di Semarang, Jawa Tengah, luar biasa tinggi. Kondisi ini menyulitkan para pengembang untuk membangun properti. Selain itu, kontrur lahan yang berbukit, membuat ongkos konstruksi dan infrastruktur menjadi mahal, sehingga membuat pengembang enggan menggarap kota ini.

Ketua DPP REI periode 2010-2013, Setyo Maharso, mengutarakan hal tersebut kepadaKompas.com, Jumat (28/3/2014). Menurut dia, ongkos konstruksi yang cenderung tinggi itulah penyebab Semarang kalah saing dengan kota lainnya di Pulau Jawa.

"Di Semarang, harga tanah sudah tinggi. Kalau lewat Tugu Muda ke kiri, harga (tanah) di sana lebih mahal daripada di Jakarta. Di Jalan Pandanaran itu sudah mencapai angka Rp 75 juta/m2," ujarnya.

Menurut Setyo, harga tanah di Jawa Tengah, khususnya di Semarang, memang luar biasa tinggi. Tingginya harga ini memicu harga properti juga ikut melambung. Rumah tipe 36 pun sudah mencapai Rp 300 juta. Salah satu faktor yang membuatnya mahal adalah kondisi tanah berbukit. Ongkos konstruksi dan infrastruktur untuk membangun rumah di tanah tidak rata seperti Semarang cenderung mahal.

Setyo mengeluhkan, dengan harga setinggi ini, sulit membangun rumah bersubsidi dengan patokan harga yang ditetapkan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera). Salah satu jalan untuk mengantisipasi tingginya harga adalah dengan membangun hunian vertikal. Tetapi, itu pun butuh pembiasaan gencar kepada masyarakat setempat.

"Masalahnya, orang di sini memang harus disosialisasikan hidup di hunian vertikal. Juga faktor budaya, di mana rumah harus ada tanahnya. Tapi, sekarang mulai banyak bermunculan apartemen. Peluang (membangun hunian vertikal) itu ada," imbuhnya.

Kurang ruang komersil

Satu lagi dilema yang harus dihadapi, menurut Setyo, area komersial di tanah kelahirannya ini sudah terbatas. Meski hotel-hotel tampak menjulang di cakrawala kota ini, sulit mencari kamar kosong di hotel-hotel tersebut. Setyo menyayangkan, hal ini terjadi karena belum ada yang menyadari bahwa Semarang adalah sentralnya Pulau Jawa, bukan hanya daerah sentral Jawa tengah. Pasalnya, akses ke segala penjuru Pulau Jawa bisa melalui Semarang.

"Sabtu-Minggu orang dari Kudus refreshing-nya ke mari. Dari timur, barat, selatan. Kalau tidak ke arah Jogja, ke sini. Karena di sini mall-nya lebih branded," ujar Setyo.

Adapun, pembangunan gedung mixed use garapan anak perusahaan Perum Perumnas, PT Propernas Griya Utama, yang baru saja diresmikan sebelumnya menurut Setyo bisa membantu keadaan tersebut. Hanya, lokasi pembangunan Sentraland Semarang rupanya bukan di lokasi primer, meski tidak jauh dari pusat kota.

Masih kalah saing

Lantas, Semarang yang penuh potensi juga masih terengah-engah menyaingi kota besar di Pulau Jawa lainnya. "Mau menyamakan Surabaya, banyak yang harus diperbaiki. Infrastruktur, terutama untuk transportasi. Pelabuhan Tanjung Mas kalau diperbaiki, sebetulnya bisa besar," ujarnya.

Setyo juga menggarisbawahi masalah rob di Semarang. Dia bercerita, sejak dia masih sekolah pun hal tersebut sudah menjadi persoalan. Padahal, Setyo mengungkapkan bahwa Belanda sudah memberikan solusi, tapi tidak bisa direalisasi.

Foto: Robert Adhi Ksp/KOMPAS

Sumber: Kompas.com

Editor : Devi F. Yuliwardhani

Latest