IDEAonline -Rumah bambu modular yang dirancang seorang pemuda asal Filipina Earl Patrick Forlales dapat didirikan hanya dalam waktu empat jam.
Rumah yang diberi nama CUBO ini bahkan memenangkan penghargaan kompetisi Cities for our Future dari Royal Institute of Chartered Surveyors (RICS).
"(Rumah) ini didesain untuk mengubah sampah di masyarakat menjadi energi dan sumber daya bernilai tinggi," ujar Forlales kepada BBC dilansir dari The Guardian.
Bilah dan panel bambu dirancang secara modular, sehingga dapat dibangun dalam waktu singkat.
Baca Juga : Uniknya Kamar Mandi Menyatu Taman, Bikin Relaksasi Makin Nyaman!
Rumah ini juga dilengkapi dengan atap miring yang mampu menampung air hujan. Rancangan rumah ala Forlales ini terinspirasi rumah bambu milik kakeknya. Proses pembuatannya sendiri membutuhkan waktu satu minggu. Biaya konstruksinya mencapai 60 poundsterling per meter persegi atau Rp 1,12 juta.
Desain ala Forlales ini mencoba menjawab permasalahan lingkungan kumuh di Filipina, khususnya Manila. Ibu kota Filipina ini merupakan rumah bagi 12 juta orang pekerja.
Sebagian besar dari mereka merupakan pekerja yang tinggal sementara di kota itu. Bahkan sekitar 2,5 juta orang hidup di lingkungan kumuh.
Baca Juga : Dibangun Sebagai Bukti Cinta, Istana Tertinggi di Dunia Ini Berada di Atas Gunung
Melansir Reuters, Rumah CUBO pertama yang dibangun akan menjadi hunian bagi arus pekerja dari wilayah urban yang akan datang ke Manila.
Selain itu, penerapan rumah CUBO juga akan diperluas ke lingkungan miskin dan kumuh di Filipina.
Rumah CUBO pertama akan dibangun di Manila, dimana kepadatan penduduk dan tingkat kemiskinan cukup tinggi.
Untuk menyelesaikan misi ini, Forlales kemudian mencari pendanaan dengan menjual sampah olastik ke pabrik. Bambu dipilih karena bahan ini mudah ditemukan di Filipina dan Asia Tenggara.
Baca Juga : Menilik Rumah Berbentuk Atap dengan Kemiringan 24 Derajat di Jepang
Selain itu, bahan ini juga mudah digunakan sebagai material bangunan di semua kondisi tanah.
CUBO dapat dibangun di mana bambu dapat dengan mudah ditemukan, khususnya di kawasan Asia Tenggara, dan beberapa tempat di Afika serta Amerika Latin.
Forlales berharap, karyanya dapat digunakan untuk membantu kota-kota padat di dunia lainnya.(*)