Gunakan Garam dan Tanah, Begini Tampilan Kursi Vegan yang Bebas Hewani

Rabu, 26 Desember 2018 | 11:20

IDEAonline -Desainer asal Israel Erez Nevi Pana mencoba mendorong veganisme ke industri desain furnitur.

Ia bereksperimen dengan berbagai tanaman dan mineral untuk membuat furnitur yang bebas-hewani.

Nevi Pana membuat sebuah pameran desain vegan yang ditujukan untuk menyelesaikan penelitian PhD-nya untuk melihat apakah mungkin membuat desain tanpa menggunakan bahan apapun yang berasal dari hewan.

"Jika kamu bertanya kepada vegan, dalam konteks makanan, kelimpahan ada di sana, kamu hanya perlu menemukannya. Namun, ketika kita berpikir tentang artefak vegan, tentang produk, pasti ada batasannya," kata perancang Israel, yang menjadi vegan sejak lima tahun lalu.

Baca Juga : Bikin Geleng Kepala, Ini Dia Hotel Termahal di Dunia, Per Malamnya Rp 1,2 Miliar!

Sebagai bagian dari pekan desain di Milan, Nevi Pana menyajikan eksperimennya dengan sumber daya alam dan proses untuk membuat desain yang digambarkan sebagai "guilty-free" di Spazio Sanremo, Via Zecca Vecchia.

Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran penipuan bahan dalam produk serta menyajikan potensi bahan vegan di setiap aspek desain, dari proses kerja hingga produk akhir.

"Ini adalah uji coba yang memimpin diskusi desain melalui realitas mengerikan yakni hewan yang diramu dalam benda-benda di sekitar kita, dan menuju alternatif, orientasi etis harmoni, dan kesatuan dengan semua bentuk makhluk hidup dan mati," ujarnya.Dikuratori oleh Maria Cristina Didero, ruang pameran dibagi menjadi lima "gunung" yang masing-masing menyajikan eksperimen berbeda dengan desain vegan - termasuk garam, tanah, tanah liat, tekstil, dan sampah.

Baca Juga : Muak dengan Sampah Plastik, Perusahaan Arsitektur Ini Ciptakan Furnitur dari Plastik Daur Ulang

Setiap objek bertujuan untuk memberikan pendekatan berbeda terhadap desain vegan dan "seni pengurangan."Perancang memulai penjelajahannya menjadi desain vegan dengan Laut Mati - menggunakan air natrium-berat untuk membuat bangku dengan material garam.

Dengan mengumpulkan sisa-sisa kayu yang dibuang dari bengkel tukang kayu, Nevi Pana membangun kursi yang kemudian ia coba perbaiki bersama menggunakan lem vegan buatannya sendiri, yang terdiri dari serat tanaman dan resin kayu.

Namun lem ini tidak berhasil, kata sang desainer kepada Dezeen, karena lem itu tidak cukup kuat untuk merekatkan semuanya.

Baca Juga : Jelang Malam Pergantian Tahun, Inilah 6 Kota di Indonesia yang Direkomendasikan untuk Dikunjungi

Sementara untuk furnitur kedua, ia mengambil bahan-bahan alami yang ia temukan di sisi jalan ketika sedang berpergian di gurun Israel.

Mulai dari daun, batu, dan sisa tekstil, lalu menggabungkannya untuk membentuk sebuah kursi.

Ia kemudian mencelupkan ke dalam air dan "laut mati" selama beberapa bulan hingga muncullah lapisan "kulit" dari kristal garam.

Nevi Pana juga bereksperimen dengan tanah sebagai material furniturnya.

Baca Juga : 5 Hotel di Dunia Ini Suguhkan Pemandangan Menakjubkan pada Bagian Kamar Mandi,Salah Satunya Ada di Indonesia!

Ia menggabungkan tanah, jamur dan bahan alami lainnya yang mampu membangkitkan reaksi kimia yang menghasilkan sebuah adonan.

Adonan inilah yang menjadi bahan untuk membuat furnitur yang diinginkan.

Setelah menjadi seorang vegan lima tahun lalu, Nevi Pana mulai mengubah kebiasaan makan dan pola makannya.

Dia kemudian mulai mempertanyakan apa yang dia kenakan, dan bahan yang dia gunakan dalam karya desainnya.

Baca Juga : Mampu Mengawetkan Makanan Hingga Sperma, Ini Dia Sejarah Panjang Adanya Kulkas!"Ketika kamu memilih untuk menjadi vegan, kamu mempertanyakan rasa superioritas daripada hewan dan penggunaannya untuk produksi produk," kata perancang."Memilih kesadaran mengarah pada tindakan mampu memperluas diskusi menjadi lebih dari sekadar diet - pertanyaan yang lebih luas muncul tentang penggunaan bahan vegan secara umum," tambahnya.

Veganisme sedang meningkat di seluruh dunia dan sekarang menyebar ke industri desain setelah peluncuran Penghargaan Peralatan Rumah Tangga Vegan tahun lalu.

(*)

Editor : Maulina Kadiranti

Baca Lainnya