Dulunya Tampak Kumuh, Kini Bangunan Ini Disulap Layaknya Rumah Barbie

Kamis, 17 Januari 2019 | 13:40

IDEAonline -Pemerintah Kota Surabaya telah menetapkan revitalisasi kawasan kota tua, tepatnya di Jalan Panggung dan Jalan Karet.

Salah satu caranya yang telah dan tengah digiatkan adalah dengan mempercantik wilayah tersebut agar terlihat artistik dan menarik.

Baca Juga : Saingi Raffi Ahmad, Garasi di Rumah Seharga Rp 15 Miliar Milik Sule Berjejer Mobil Mewah Layaknya Dealer

Puluhan bangunan yang berada di Jalan Panggung dicat ulang karena kusam.

Namun setelah proses pengecatan tersebut, banyak pihak yang merasa kurang sreg karena tidak sesuai dengan konsep yang diberikan.

"Ini kan bukan kampung warna-warni yang dasarnya kampung kumuh. Ini kawasan sejarah, artinya banyak pertimbangan yang bisa dilakukan," ujar pimpinan forum komunitas sejarah, Begandring Soerabaia, Kuncarsono Prasetyo, kepada Kompas.com, Selasa (15/1/2019).

Baca Juga : Punya Anak Setelah 8 Tahun Menikah, Cynthia Lamusu Bagikan Kisah Sang Anak yang Idap Penyakit Langka Hingga Nyaris Buta

Kuncarsono menambahkan, revitalisasi harusnya jangan diterjemahkan serampangan.

Pemerintah kota, lanjut dia, harus lebih serius dan sabar dengan mengikuti kaidah pemugaran paling sederhana.

Dalam catatan yang diunggah di akun Facebook pribadinya, Kuncarsono menulis, pola kerja yang ditunjukkan tak ubahnya kerja bakti kampung.

Pengecatan ulang bangunan tua di sepanjang Jalan Panggung dilakukan secara serampangan.

Hampir seluruh bangunan di sepanjang jalan ini dicat dengan warna-warna mencolok.

Baca Juga : Punya Anak Setelah 8 Tahun Menikah, Cynthia Lamusu Bagikan Kisah Sang Anak yang Idap Penyakit Langka Hingga Nyaris Buta

Dia mencontohkan, salah satu bangunan dengan gaya arsitektur art nouveau era 1920-an yang dicat dengan warna pink mencolok.

"Bangunan art nouveau era 1920-an yang aslinya kaya ornamen, berwarna pastel hangat, tanpa ampun disulap jadi Barbie Pink House Style," ujar Kuncarsono.

Pengecatan rumah dengan warna-warni mencolk itu kemudian diaplikasikan ke puluhan bangunan era kolonial lain di Jalan Panggung.

Baca Juga : Anak Kembar Cynthia Lamusu dan Surya Saputra Musuhan dengan Sendok, Ternyata Ini Dia Alasan yang Mengejutkan!

"Apakah keputusan melabur warna-warni salah? Tidak.

Pemkot menyatakan meniru visual kota tua ala shophouse di Singapura, wabilkhusus di Little India yang colorfull," lanjut dia.

Baca Juga : Rumah Berbalut Emas, Tak Disangka Kolam Renang Andre Taulany Disewakan, Andre: Berenang di Sini Bayar!

Untuk kedua kawasan tersebut, Kuncarsono mengatakan, Singapura sudah melakukan studi kultural desain sebelum merekayasa kawasan bersejarahnya pada periode 1980-1990.

Warna-warni bangunan di Little India yang mencolok misalnya, memang sesuai dengan budaya India yang memang erat dengan festival.

Tak hanya Little India, Kuncarsono juga menyebutkan kawasan Chinatown.Warna yang digunakan lebih beragam, meski hampir semua menggunakan warna pastel yang lebih lembut.

Sementara Kampong Glam, menggunakan warna emas, krem, dan turunannya. Oleh sebab itu, warna-warna ini kerap ditemui di sekitar Masjid Sultan.

Baca Juga : Meski Sempit, Andre Taulany Mengaku Bahagia, Lihat Perbedaan Rumah Masa Kecil dan Istananya Kini!

"Anda tidak akan menemukan warna-warni ngejreng di Kampong Glam yang berkultur Melayu dan Arab," ucap dia.

Merujuk pada usaha revitalisasi di negara Singa tersebut, Kuncarsono mengatakan, seharusnya kawasan kota tua diperlakukan sama.

Menurutnya, tidak pernah ada sejarah kultur India di Jalan Panggung.

Jika merujuk pada kajian sejarah, kawasan ini adalah Malaische Kamp atau Kampung Melayu.

Dia mencontohkan, sebelum memugar, pemerintah seharusnya membuat mock up desain, berdiskusi dengan pemilik rumah, serta mempertimbangkan masukan dari pakar.

Baca Juga : Centong Nasi Pintar Ini, Benda Ini Tak Hanya Berfungsi sebagai Sendok Namun Juga Bisa Menghitung Kalori!

Baru kemudian melakukan eksekusi dengan sungguh-sungguh.

"Kota sebesar dan sepenting Surabaya sebaiknya sudah pantas memiliki semacam Design Trust for Public Space, supaya tidak muncul olok-olok yang tidak perlu," kata Kuncarsono.

"Misalnya ada rumah gaya Indisch namun dicat merah dan kuning, sehingga olok-olok mirip kelenteng atau markas brimob," lanjut dia.

Senada dengan Kunarsono, sejarawan dan dosen Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, Adrian Perkasa, menyebutkan, bangunan di Jalan Karet mewakili permukiman Tionghoa sedangkan Jalan Panggung mewakili permukiman Melayu dan Arab.

Baca Juga : Berbagai Penyakit dapat Terdeteksi Hanya dengan Bantuan Sendok, Berani Coba?

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Ingat, Kota Tua Surabaya Bukan "Barbie Pink House Style"

Editor : Amel

Baca Lainnya