Sebanyak 7,68 Juta Pekerja Konstruksi Terancam Gara-gara Tak Bersertifikat, Intip Alasannya!

Jumat, 15 Februari 2019 | 15:20
(www.shutterstock.com)

Ilustrasi.

IDEAonline -Jumlah tenaga kerja konstruksi yang telah memiliki sertifikat keahlian masih minim.

Padahal, sertifikat tersebut menjadi salah satu syarat bagi mereka untuk dapat bekerja di sektor ini.

Dari 8,3 juta pekerja konstruksi yang ada di Indonesia, hanya 616.000 atau sekitar 7,4 persen di antaranya yang telah bersertifikat.

Baca Juga : Kareena Kapoor-nya Indonesia, Ini Dia 6 Fakta Stephanie Putri Cantik Titi DJ yang Tak Banyak Diketahui!

Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mensyaratkan setiap pekerja konstruksi yang bekerja di wilayah Indonesia memiliki sertifikat keahlian.

Mereka yang tak punya sertifikat berpotensi terancam sanksi. Itu artinya, ada sekitar 7,684 juta yang terancam terkena sanksi karena tak memiliki sertifikat keahlian.

Baca Juga : Tempati Lahan Milik Majelis Agama Islam dan Adat Melayu Perak, Malaysia Bangun Rumah dengan Konsep Islami!

"Kalau ini jadi syarat, jadi acuan, bahwa setiap tenaga kerja konstruksi harus bersertifikat, maka tentu tenaga kerja kita tidak akan terpakai di Indonesia," kata Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarief Burhanuddin, di kantornya, Kamis (14/2/2019).

Di dalam Pasal 70 ayat (1) undang-undang tersebut tertulis setiap tenaga kerja konstruksi wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja.

Sementara pada ayat (2), pengguna jasa atau penyedia jasa wajib mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat.

Sertifikat kompetensi kerja itu diperoleh melalui uji kompetensi sesuai standar kompetensi kerja yang diregistrasi oleh Menteri PUPR.

Baca Juga : Atta Halilintar Bongkar Mobil Lucinta Luna Temukan Surah Yasin, Lucinta: Kalo Misalnya Lagi Jumatan!

Adapun pelaksanaan uji kompetensi dilakukan lembaga sertifikasi profesi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Bahkan diberikan sanksi kepada penyedia maupun pengguna jasa bila tidak menggunakan (tenaga kerja konstruksi bersertifikat)," kata Syarief.

Aturan pengenaan sanksi itu diatur pada Pasal 99.

Baca Juga : Dari Celana Hingga Kaus Kaki, Inilah Cara Melipatnya Ala Marie Kondo

Pada ayat (1) disebutkan, setiap tenaga kerja konstruksi yang tidak memiliki sertifkat kompetensi kerja dikenakan sanksi administratif berupa pemberhentian dari tempat kerja.

Sementara, penyeda atau pengguna jasa yang mempekerjakan tenaga kerja tak bersertifikat dapat dikenai sanksi administratif berupa denda administratif hingga penghentian sementara kegiatan layanan jasa konstruksi.

Baca Juga : Beda Kisah Khofifah Indar Parawansa yang Pernah Jualan Es, Sosok Emil Dardak Sempat Jadi World Bank Officer

Oleh karena itu, Syarief menambahkan, pemerintah kini tengah fokus pada percepatan kualitas sumber daya manusia, termasuk program sertifikasi.

Pada tahun ini, Kementerian PUPR menargetkan 212.000 tenaga kerja konstruksi dapat tersertifikasi.

Target ini cukup besar bila dibandingkan capaian tahun lalu yang hanya 80.000 tenaga kerja konstruksi tersertifikasi.

Baca Juga : Inspirasi Desain Teras Sederhana, Cocok buat Rumah Mungil!

Untuk mencapai target itu, Kementerian PUPR akan bekerja sama dengan asosiasi konstruksi dan swasta untuk penyelenggaraan kegiatan sertifikasi. Pasalnya, kegiatan sertifikasi ini juga berkaitan dengan kebutuhan anggaran yang cukup besar.

Menurut Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Nasional, Ruslan Rivai, untuk satu kali kegiatan sertifikasi, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 750.000 per orang.

Bila diakumulasikan, maka kebutuhan anggaran untuk sertifikasi 7,684 juta tenaga kerja konstruksi mencapai Rp 5,763 triliun.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Tak Bersertifikat, 7,68 Juta Pekerja Konstruksi Terancam Kena Sanksi

Editor : Amel

Baca Lainnya