IDEAonline -Tak banyak yang tahu, pada tahun 2007, dua arsitektur muda di Trondheim, Norwegia, Andreas Gjertsen dan Yashar Hanstad memenangkan kompetisi merenovasi rumah dengan harga di bawah 200 ribu dollar AS atau Rp 2,6 miliar.
Hanstad mengatakan karyanya termotivasi oleh kekecewaan wisatawan yang terpaksa harus tinggal di rumah konvensional gaya Barat.
Padahal, mereka ingin melihat secara langsung budaya yang berbeda dari yang mereka temui setiap hari.
Baca Juga : Cinta Bersemi di Penjara, Dhawiya 'Putri Elvy Sukaesih' Resmi Menikah dengan Bandar Narkoba
"Kami ingin menggunakan pengetahuan kami untuk membuat hal-hal yang memiliki makna," kata Gjertsen.
Hanstad dan Gjertsen pun kemudian melakukan eksperimen, dan observasi. Mereka membeli kapal tua bernama TYIN dan tinggal di atasnya bersama-sama selama satu tahun.
Tak lama, mereka menyadari bahwa yang mereka ingin lakukan adalah membuat arsitektur sesuai kebutuhan dan pragmatis dengan masyarakat.
Baca Juga : Liliana Tanoesoedibjo Hidup Bergelimang Harta, Intip Hunian Miliknya, Siap-siap Bikin Melongo!
Sementara kapal berlabuh di tengah Trondheim, mereka memulai perusahaan TYIN Tegnestue (tegnestue berarti studio menggambar dalam bahasa Norwegia).
Untuk mengumpulkan dana, mereka menjual kaos dan mengadakan konser. Dalam sebuah langkah baru, mereka mulai memanggil semua perusahaan arsitektur di Norwegia, menjelaskan pendekatan mereka dan meminta sumbangan. Usaha mereka pun membuahkan hasil.
"Sungguh mengejutkan betapa mudahnya untuk mendapatkan arsitek yang mau mengerjakan pekerjaan arsitek lain," kata Gjertsen.
Baca Juga : Dipenuhi Piala Modelling, Ternyata Begini Rumah Ria Ricis di Batam Tempat Dilahirkan dan Dibesarkan
Setelah mencapai hampir 100.000 dollar AS (Rp 1,3 miliar), mereka pindah ke Thailand barat.
Mereka kemudian menghabiskan setahun untuk merancang dan membangun serangkaian rumah, perpustakaan, dan sebuah pemandian untuk anak yatim di sepanjang perbatasan Thailand-Burma.
Pada tahun yang sama, mereka bersama dengan arsitek lokal dan relawan mahasiswa, merombak bangunan pasar berumur seratus tahun di daerah kumuh Bangkok dan mengubahnya menjadi sebuah perpustakaan umum dan ruang pertemuan masyarakat.
Saat melakukannya, mereka ingin membantu memajukan, menciptakan sebuah model baru di ruang publik, yang sebelumnya terlihat berbahaya dan menakutkan.
Baca Juga : Dipenuhi Piala Modelling, Ternyata Begini Rumah Ria Ricis di Batam Tempat Dilahirkan dan Dibesarkan
Tidak hanya itu, mereka juga memperkenalkan metode konstruksi baru seperti bangunan struktural dua lantai.
Dengan struktur seperti ini, penduduk setempat mulai mengadopsi membangun rumah mereka sendiri.
Baca Juga : Jamban atau Toilet Mungil Ditemukan di Tengah Hutan, saat Dibuka Dalamnya Bikin Geleng Kepala
"Menunjukkan masyarakat akan potensi sumber daya lokal adalah manfaat jangka panjang dari proyek-proyek seperti ini," kata Hanstad.
Dalam waktu dekat, TYIN Tegnestue akan bekerja pada sebuah pabrik kayu manis di Sumatera, Indonesia.
Selain itu, mereka berharap mampu membantu membangun sebuah sekolah di Haiti.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Tinggal di Kapal Setahun, Arsitek Muda Bangun Rumah Orang Miskin