Laporan Majalah IDEA 185
IDEAonline - Desain masa kini tak bisa lepas dari gaya hidup yang berkembang.
Hal ini juga yang berlaku untuk desain hunian. Generasi milenial yang saat ini memegang andil dalam banyak aspek memiliki gaya hidup yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya.
Keluarga milenial menghabiskan waktu lebih banyak di rumah.
Baca Juga: 5 Kebiasaan yang Perlu Dilakukan Agar Menjaga Rumah Tetap Minimalis
Mereka mulai enggan pergi keluar rumah karena mempertimbangkan banyak hal, terutama kemacetan yang membawa kerugian banyak hal mulai dari waktu, bahan bakar, hingga rasa lelah.
Faktor inilah yang menurut Yanuar, arsitek dari Aaksen Responsible Architecture, memunculkan sentuhan desain baru, yakni minimalis ala milenial.
Yanuar mengungkapkan, minat terhadap gaya minimalis ala milenial ini tumbuh dari beberapa hal.
Pertama, soal gaya hidup keluarga milenial yang ingin menjadikan rumah tempat yang nyaman setelah seharian beraktivitas.
Baca Juga: Serasa Punya Satpam di Mana-mana, Rumah Aman Saat Mudik Pakai Alat Ini
“Mereka menciptakan ruang untuk melepas stres di rumah,” kata Yanuar.
Ruang untuk melepas stres tersebut bisa berbeda-beda bagi tiap keluarga, dan umumnya dikaitkan dengan hobi keluarga tersebut.
Gaya hidup minimalis ini salah satunya dipengaruhi pemikiran Marie Kondo.
Baca Juga: Menimalisasi Debu dan Jamur, Yuk Simak Tips Merapikan Lemari dengan Mudah
Buku dari penulis dan konsultan asal Jepang ini memberi pandangan baru buat keluarga milenial untuk memiliki benda secukupnya saja di rumah, dengan harga yang terjangkau, tapi tetap bisa hidup nyaman.
“Own less, live more,” ungkap arsitek lulusan Universitas Parahyangan ini.
Yanuar pun mengakui, kini pemilik rumah tidak lagi menemui arsitek dan desainer interior dengan tangan kosong.
Pemilik rumah sudah melakukan riset lewat media sosial dan website.
Bahkan, mereka melakukan sendiri perburuan furnitur untuk mengisi rumah. Karena, rumah akan terasa nyaman dengan furnitur terbaik menurut sang empunya rumah.
“Pilihan furnitur terbaik tadi biasanya jatuh kepada produk dengan merek dan kredibiltas yang baik,” ucapnya.
Begitu pula soal material. Untuk menghadirkan konsep minimalis ala milenial, pilihan material tentu tak boleh diabaikan.
Agusti Salman Farizi, yang akrab disapa Bojes dari Asep Development, mengatakan bahwa material ringan dengan pemasangan praktis jadi jawabannya.
Ia dan rekannya, Yanuar, menerapkan material praktis ini salah satunya lewat proyek kolaborasi mereka di Bandung bertajuk Nor House.
Rumah mungil dengan lokasi yang unik, berada di tengah pemukiman padat dengan kondisi akses yang sempit.
Kondisi ini menuntut keduanya untuk mencari material yang bisa dipindahkan dengan mudah. Pilihan pun jatuh pada material berbahan synthetic galvalum untuk bagian fasad dan atap.
Sementara, untuk pilihan material ringan lainnya, bagi Bojes saat ini pilihan pemilik rumah sudah mengarah pada material modular.
“Material yang mudah untuk dilepas-pasang banyak dipilih karena menghemat waktu pemasangan dan praktis,” kata Bojes.
Salah satu contoh material tersebut adalah material kayu lapis atau plywood.
Salah satu proyek mereka yang memanfaatkan teknologi modular ini adalah Bobobox Project, hotel kapsul yang pengerjaannya hanya memakan waktu 2 bulan.
Gimana menurut kalian?(*)