IDEAOnline-Masalah kontraktor nakal acap kita dengar saat pembangunan atau renovasi rumah.
Pekerjaan belum selesai, uang dibawa kabur dan pekerjaan terbengkalai.
Atau kualitas bangunan asal-asalan karena spek material tidak menggunakan sesuai yang dijanjikan.
Untuk itu, dibuatnya perjanjian kerja sama dengan tukang menjadi penting untuk menjaga segala hal berjalan seperti yang direncanakan.
Cyntia, konsultan hukum properti berbagi informasi tentang isi perjanjian dengan tukang berikut ini.
Baca Juga: Tukang Borongan atau Harian Mana yang Lebih Mahal? Ini Faktanya!
Menurutnya, hubungan kerja sama dengan pihak kedua atau lebih sebaiknya dituangkan dalam bentuk perjanjian atau kontrak kerja.
Kontrak konstruksi ini bertujuan untuk menjembatani keinginan kedua belah pihak serta mengatur hubungan kerja berdasarkan hukum.
Di dalamnya berisi beberapa klausul.
Masa pertanggungan sebagai jaminan dari kontraktor merupakan salah satu klausul yang tercantum di kontrak kerja konstruksi.
Klausul tersebut memuat nilai jaminan pertanggungan, jangka waktu pertanggungan, dan prosedur pencairan.
Baca Juga: Saat Renovasi Pakai Arsitek atau Tukang Langganan Saja? Ini Faktanya!
Jika terjadi kegagalan bangunan, kontraktor tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan kontrak kerja konstruksi, kamu sebagai pengguna jasa dapat mencairkan jaminan dari kontraktor berupa sisa pembayaran yang belum lunas untuk digunakan sebagai kompensasi pemenuhan kewajiban kontraktor.
Sisa pembayaran akan dibayar lunas kepada pihak kontraktor jika jangka masa pertanggungan atau masa pemeliharaan sudah selesai.
Selain itu, kontrak kerjasama ini juga memuat beberapa klausul yang penting dan menyangkut kualitas bangunan.
Baca Juga: Renovasi Pinjam Dana Bank? Tips Hitung Cicilan agar Aman di Kantong
Klausul itu adalah rumusan pekerjaan yang memuat uraian secara jelas dan rinci tentang pokok-pokok pekerjaan yang diperjanjikan, volume atau besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan, nilai pekerjaan dan ketentuan mengenai penyesuaian nilai pekerjaan akibat fluktuasi harga, tata cara penilaian hasil pekerjaan dan batasan waktu pelaksanaan.
Di samping itu, klausul lain yang penting di antaranya kegagalan bangunan, hak dan kewajiban kedua belah pihak, cara pembayaran, tenaga, cidera janji, penyelesaian perselisihan, dan aspek lingkungan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi menerangkan bahwa jaminan pemeliharaan atau pertanggungan diberikan oleh penyedia jasa dalam hal ini kontraktor, dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan kebijaksanaan kontraktor.
Baca Juga: Menggunakan Jasa Arsitek untuk Renovasi, Ini Tahapan Harus Diketahui!
Jangka waktu untuk masa pemeliharaan atau pertanggungan yang diberikan oleh kontraktor biasanya 3 sampai 5 bulan untuk proyek rumah tinggal.
Masa pemeliharaan atau pertanggungan dimulai sejak bangunan rumah tinggal selesai dibangun dan diserahkan kepada kamu sebagai pemilik dari pihak kontraktor.
Secara hukum, masa jaminan tertuang dalam kontrak kerja yang telah kamu dan pihak kontraktor tandatangan.
Namun, tidak semua jenis pekerjaan mendapat pertanggungan, terutama sub pekerjaan yang dikerjakan oleh pihak ketiga.
Kontraktor akan bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dikerjakan dengan material yang disediakan sendiri sesuai yang tercantum di dalam bill of quantity sebagai lampiran kontrak kerja konstruksi.
Baca Juga: Sepuluh Kiat Merenovasi Rumah Mungil, Nomor 7 Jarang Dilakukan
Sebagai contoh, kamu menunjuk produsen tertentu untuk mengerjakan plafon dan tidak melibatkan pihak kontraktor.
Jika suatu saat kualitas plafon tersebut buruk akibat pemasangan yang tidak benar atau ada cacat tertentu maka pekerjaan itu tidak masuk ke dalam tanggungan jaminan kontraktor.
Selain itu, jika kamu membeli material sendiri tanpa adanya persetujuan dari kontraktor yang menyatakan layak atau tidaknya material tersebut dipakai maka material tersebut tidak masuk dalam jaminan.
Namun, tidak semua kontraktor tidak menjamin hasil sebuah pekerjaan yang materialnya dibeli oleh kamu sendiri.
Ada juga yang memberikan penjaminan berupa penyediaan tenaga kerja untuk pelaksanaan pekerja perbaikan bagian yang rusak.
Baca Juga: Jangan Ada yang Terbuang Saat Renovasi, Ini Cara Manfaatkan Limbah!
Kerusakan yang terdapat di bangunan rumahmu setelah selesai dibangun sebenarnya bisa digolongkan sebagai suatu indikasi adanya kegagalan bangunan dari pihak pelaksana.
Menurut UU RI No 18 tahun 1999, kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan atau pengguna jasa.
Kegagalan bangunan yang berakibat tidak berfungsinya suatu elemen di dalam bangunan rumah merupakan suatu bentuk kegagalan dari pihak kontraktor yang mesti ditanggungnya.
Baca Juga: Benarkah Bikin Taman Atap Butuh Dana Besar? Ternyata Biar Aman Harus Lakukan Ini!
Sebagai contoh, pekerjaan pintu. Kegagalan bisa terjadi akibat kesalahan kontraktor dalam memilih bahan material atau salah ketika pemasangannya. Jika terjadi kegagalan maka pintu tersebuh harus diganti.
Bentuk kegagalan semacam ini merupakan salah satu item pekerjaan yang bisa mendapatkan pertanggungan sesuai dengan UU RI No 18 Tahun 1999.
Di dalam pasal 25 bab kegagalan bangunan disebutkan bahwa kegagalan bangunan menjadi tanggung jawab penyedia jasa, dalam hal ini pihak kontraktor.
Dengan penjabaran ini dapat disimpulkan bahwa untuk kelancaran hubungan kerja dengan kontraktor, sebaiknya dibuatkan terlebih dulu kontrak kerja sehingga tuntutan dari masih-masing pihak bisa diselesaikan tanpa harus menempuh jalur hukum.
(*)