Kata Arsitek tentang Hunian Micro Living, Murah dan Serba Terbatas?

Sabtu, 29 Februari 2020 | 08:49
Foto Dok IDEA

Ide kreatif konsep micro living untuk menyiasati hunian dengan lahan sempit.

IDEAOnline-Hunian berkonsep miro living sudah menjadi tren di dunia terutama di daerah barat seperti Amerika dan Australia.

Di Asia seperti Jepang dan Hongkong pun konsep ini makin booming.

Di Indonesia pun konsep ini bakal makin marak diterapkan oleh sebagian besar masyarakat mengingat lahan di kota yang semakin terbatas dan harganya yang terus meningkat.

Namun meski menggunakan nama micro (yang artinya kecil), batasan ukuran untuk hunian jenis ini belum dirumuskan secara tepat.

Seperti yang disampaikan oleh desainer Interior Design Studio, Hendy Suhardi, yang berpendapat belum ada batasan pasti yang diterapkanpada hunian berkonsep micro living.

Menurutnya, mendesain dengan multifungsi dan mendesain dengan layout yang nyaman dalam space yang kecil, itulah yang akan menjadi salah satu batasan yangg pasti diterapkan dalam micro living.

Sedangkan menurut Revina Pinky Susanti pemilik konsutan desain dari arsitektur.com, micro living itu merupakan konsep hunian yang sangat menarik, yang dibuat dengan desain yang smart.

Baca Juga: Ide Desain Micro Living di Lahan Seluas 38 Meter Persegi, Ada Perpustakaan Mininya

Runag didesain multifungsi.

Desain Inovatif & Pintar

Desain yang smart itulah yang mencipta “nilai”” sebuah rumah yang dikonsep micro living ini.

Bisa murah, sedang, atau sangat mahal tergantung dari kreativitas yang diterapkan baik pada pemilihan jenis materialnya, perencanaan bentuk dan desainnya, dan juga benaman teknologi yang diberikan di sana.

Lebih lanjut Revina mengatakan bahwa dari contoh-contoh hunian micro living di luar negeri menggunakan furnitur yang hi-technology, yang tentu saja sangat mahal.

“Kalau dihitung-hitung, kadang biayanya bisa lebih mahal dibanding kalau kita beli apartemen tipe studio tapi tidak dikonsep micro living,” tambahnya.

Apa yang disampaikan Revina ini menjawab berbagai pertanyaan kebanyakan orang bahwa karena super kecil maka hunian micro living itu membuat biaya pembuatannya murah.

Di Indonesia, menurut Revina, konsep ini bisa di-adjust (disesuaikan) karakter Indonesia.

Jadi mestinya tidak melulu harus dibuat dengan teknologi tinggi.

Baca Juga: Ruang Terbatas, Ini Jenis Furnitur yang Cocok untuk Micro Living

Ruang tidur yang bisa diubah jadi ruang menonton dengan kreativitas desain furnitur.

Karenanya yang dibutuhkan adalah inovasi dan desain yang pintar saat merencanakan membuat furnitur.

Desainnya harus kompak dengan benaman teknologi yang terjangkau biayanya.

Tak sekadar kecil sehingga hanya dapat mengakomodasi fungsi ruang yang terbatas.

Hunian berkonsep micro living dirancang secara kreatif sehingga ruangannya lengkap.

Ruang yang lengkap ini pun diikuti dengan kreativitas penciptaan penyimpanan.

Intinya menurut Vina, kreativitas serta inovasi desain yang luar biasa dikerahkan untuk mewujudkan keseluruhan fungsi dalam keterbatasan ruang yang ada.

Bukan Membatasi

Kecilnya ukuran di hunian berkonsep micro living, tidak berarti juga membatasi segala-galanya bagi penghuninya.

Mau ini dan itu tidak bisa karena tidak adanya sarana atau fasilitas, misalnya.

Kecilnya ukuran memang salah satu yang terkandung dalam hunian berkonsep micro living, namun tidak semua hunian yang kecil bisa disebut micro living.

Rumah kecil berkonsep micro living beda dengan RSS, atau rumah sangat sederhana.

“RSS karena dia luasannya kecil, ya sudah adanya segitu, sedapatnya saja ruang-ruang tersedia di sana. Namun, di micro living, mungkin ukurannya sama kecil dengan RSS, tapi di dalamnya itu fungsinya lengkap,” tambahnya.

Baca Juga: Selain Multifungsi, Inilah 3 Pertimbangan Saat Pilih Furnitur untuk Micro Living

Furnitur modular yang bisa berubah bentuk dan peran cocok dipilih untuk konsep hunian micro.

Rahmat Indrani, dari SPOA pun berpendapat.

Micro Living itu sendiri bagaimana seseorang bisa nyaman secara minimun.

Tidak ada ketentuan patokan angknya berap.

Jadi, berpikirnya selalu antara pemilik rumah dengan dimensi arsitekturnya.

Revina pun sependapat karena menurutnya tinggal di hunian berkonsep micro living ini, sebenarnya bukan berarti harus begini dan begitu sehingga banyak keterbatasan.

Namun, harus cermat memikirkan setiap melakukan pembelian barang.

Storage ada, tetapi storage dibuat dengan memanfaatkan setiap centi meter lahan dan pasti ada keterbatasan muatan.

Menyinggul soal milenial living, Vina pun berpendapat.

Milenial living itu kan lebih ke gaya hidup, desain yang keren, up to date. Nah, kalau micro living itu lebih berpikir ke fungsi.

Baca Juga: Biaya Rp6 Juta Makeover Kamar Mandi Mungil Jadi Bernuansa Desa

Kompas.com

Penempatan furnitur dan perabot di hunian sempit pun harus optimalkan ruang.

Jadi mau tidak mau segalanya harus memenuhi tempat yang terbatas.

Meski begitu menurut Vina, bukan berarti kita tidak bisa mengawinkan dua kebutuhan ini.

Karena jika itu terjadi, akan lebih bagus lagi.

Jadi, si konsep micro living ini kalau dimasukkan ke konsep gaya hidup milenial sangatl;ah bisa.

Bukan berarti harus pas—pasan, engga keren.

Dengan desain yang inovatif, kalau sudah memenuhi standar-standar micro living maka gaya bisa dimasukkan.

Micro living akan jadi solusi bagi kaum milenial karena tetap saja akan jauh lebih ekonomis memiliki micro living daripada rumah yang besar.

Kalau pembikinannya semua minta otomatis ya pasti mahal.

Konsepnya harusnya bukan hitech tapi multifungsi.

Multifungsi itu bisa diterapkan dalam konsep hitech ataupun tidak.

Yang jelas bukan murah, tapi bisa dibuat terjangkau, disiasati dengan kreativitas desain.

“Jadi menciptakan hunian berkonsep micro living itu, sangat relatif tergantung pilihan,” ujar Revina menegaskan.

Baca Juga: Micro Living Solusi Hunian bagi Milenial, Inilah Penjelasan Arsitek

Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Milenial Lebih Memilih Rumah Mungil, Apa Saran dari Arsitek?

Editor : Maulina Kadiranti