IDEAonline-Massa bangunan rumah ini cukup panjang dan tampak berimpitan dengan rumah sebelah.
Namun, hawa sejuk tetap dapat masuk.
Rumah Gerbong, begitulah rumah ini diberi nama.
Bukan tanpa alasan, jika dilihat dari udara (atas), memang tampak jelas rumah ini memiliki struktur bangunan yang memanjang laiknya sebuah gerbong.
Menurut penuturan sang pemilik rumah yang juga sebagai arsitek dari bangunan ini, Rumah Gerbong merupakan bangunan dari dua rumah yang bertolak sisi dan dijadikan satu sehingga memiliki dua fasad yang menghadap jalan.
Ada tiga fungsi berbeda yang dijalankan dalam bangunan ini yakni sebagai tempat tinggal (living compartement), kantor (work compartement ), dan ruang interaksi sosial (social interact).
Ketiga fungsi inilah yang berperan besar dalam proses penataan massa bangunan.
“Pembagian fungsi kami lakukan dengan memanfaatkan dua muka bangunan.
Untuk hunian ada di sisi utara, kantor Studio SA_e di sisi selatan, dan ruang interaksi sosialberada di lantai bawah dan lantai atas,” ungkap Ario Andito, arsitek dari Studio SA_e sekaligus pemilik rumah.
Menurut Ario, tipologi tapak rumah yang memanjang dan adanya tiga perbedaan fungsi dalam bangunan membuat hunian ini memerlukan break atau pemecahan kerapatan fungsi antar ruang.
Baca Juga: Pesona Partisi dari Material Besi dan Akar-akaran, Unik dan Artistik
Baca Juga: Hati-hati Memilih Wadah Plastik untuk Makanan Panas, Biar Tak Jadi Racun Pahami Juga Cara Pakainya
Caranya lewat penerapan void, innercourt, dan ruang publik.
“Ketiga hal ini merupakan konsepdari Rumah Gerbong yang kami sebut dengan istilah krowakisme, krowak yang berarti rongga,” ujar Ario.
Sebelumnya, krowakisme merupakan filosofi yang dimiliki oleh Studio SA_e, yang memahami bahwa bangunan bukanlah sebuah benda pejal yang massif melainkan sebuah entitas yang berongga sehingga ia butuh dukungan alam dan interaksi sosial untuk membuatnya tampak “hidup”.
Pada Rumah Gerbong, krowakisme hadir dengan merekayasa program fungsi ruang sehingga dapat menghadirkan unsur-unsur alam ke dalam bangunan seperti cahaya matahari, sirkulasi udara, tumbuhan hijau, hingga air hujan.
Tepat di tengah rumah bagian utara ada innercourt yang memiliki pohon kamboja sehingga memungkinkan elemen-elemen alam yakni angin, cahaya, dan bahkan hujan dapat masuk ke dalam rumah dan membuat rumah dapat “bernapas” Kondisi ini mengingatkan pada konsep resor yang banyak mengeskpos daya tarik perubahan cuaca, hujan, dan panas.
Unsur alam lain yang dihadirkan tampak dari bagian groundcover-nya, yakni dari tanah, rumput, kayu, dan batu alam.
“Di setiap area pohon, kami menggunakan lantainya dari unsur alam kayu.
Selain menambah natural look, dek kayu ini juga untuk menutupi bak kontrol yang ada di bawah sehingga saat masa pengecekan tiba dapat mudah dibuka,” cerita Ario.
Dalam krowakisme, tidak hanya unsur alam yang dihadirkan tetapi juga tempat atau titik berinteraksi.
Bangunan ini juga melakukan rekayasa dengan menghadirkan ruang publik di antara ruang kerja dan hunian.
Contohnya, di area tangga kantor terdapat ruang publik yang dapat digunakan untuk berinteraksi.
Adanya void di sekitar tangga membuat ruang publik terasa lebih sejuk sekaligus hangat.
Berbeda dengan lantai di sekitarnya, di area pohon ini menggunakan lantai dari dek kayu.
Tampilan alam pun semakin kuat berkat material tersebut.
Sebagai pemecah kerapatan dalam ruang, area duduk santai yang bersebelahan dengan innercourt ini menjadi area favorit bagi para karyawan untuk bersantai.
Bentuk fasad demikian sudah menjadi ciri khas dari Studio SA_e.
Terdapat proses penerapan elemen dengan tampilan formal-informal, alignedmisaligned, order-disorder, yang tampak dari lekukan fasad tersebut.
Sisi samping yang berkonsep semi outdoor menjadi siasat yang dilakukan arsitek untuk memberikan hawa sejuk pada rumah.
Artikel ini tayang di majalah IDEA edisi 182
(*)