Sertifikasi Greenship, Apa Kriterianya dan Pantas Diberikan untuk Bangunan seperti Apa?

Jumat, 01 Mei 2020 | 14:30

Greenship disusun dengan melibatkan para pelaku sektor bangunan yang ahli di bidangnya.

IDEAOnline-Alam dan lingkungan akan terus menjadi perhatian karena di sinilah kita hidup.

Terganggunya alam dan lingkungan akan memengaruhi kenyamanan hidup, bahkan keselamatan seluruh umat manusia.

Upaya-upaya penyelamatan alam dan menjaga keharmonisan dengan alam banyak dilakukan, tak terkecuali di bidang arsitektur dan desain.

Contohnya adanya sertifikasi greenship ini.

Greenship merupakan sebuah produk sistem rating yang dikeluarkan oleh sebuah organisasi non profit bernama Green Building Council Indonesia.

Di mana sistem ini dipersiapkan dan disusun oleh GBC Indonesia dengan mempertimbangkan kondisi, karakter alam serta peraturan dan standar yang berlaku di Indonesia.

Greenship disusun dengan melibatkan para pelaku sektor bangunan yang ahli di bidangnya, seperti arsitek, industri bangunan, teknisi mekanikal elektrikal, desainer interior, arsitek lansekap dan lainnya.

Baca Juga: Selamatkan Bumi dengan Bangunan Hijau, Lakukan dengan 5 Cara Ini!

Ratio jendela dibandingkan temboknya, sirkulasi udara, penggunaan lampu dan AC jadi tolak ukur.

Indonesia memiliki laju pertumbuhan kota tercepat di Asia lebih dari empat persen.

Migrasi ke kota menyebabkan permintaan bangunan di wilayah metropolitan semakin tinggi.

Di situs GBCI disebutkan, di Indonesia, gedung-gedung saat ini menyedot 30 % dari total konsumsi energi dan angka ini diperkirakan akan meningkat hingga 40 % pada tahun 2030.

Pada tahun 2030, sekitar 71 % penduduk Indonesia diprediksi akan tinggal di kota besar di Indonesia. DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 38 yang diimplementasikan pada 2013, mengenai bangunan gedung ramah lingkungan, atau gedung hijau.

Jakarta merupakan kota pertama yang menerbitkan regulasi tersebut di Indonesia.

Dalam aturan tersebut terdapat berbagai syarat suatu bangunan bisa dikatakan ‘green building’.

Dalam laporan IFC (International Finance Corporation) yang diluncurkan November 2018, yaitu ‘Climate Investment Opportunities for Cities’, disebutkan bahwa potensi investasi yang terkait iklim adalah sebesar USD 29,4 triliun di enam sektor urban di negara-negara berkembang.

Keenam sektor tersebut adalah transportasi publik, pengelolaan dan pengadaan air, pengolahan limbah, kendaraan listrik, energi terbarukan, dan bangunan gedung hijau.

Dari keenam sektor tersebut, bangunan gedung hijau memberikan potensi paling besar yaitu sebesar USD 24,7 triliun atau lebih dari 80% dari total potensi investasi yang ada.

Baca Juga: Perbaiki Mutu Udara dan Lingkungan dengan Taman Atap, Rumah Lebih Hemat dan Nyaman

Jay

Bangunan yang efisien berkontribusi pada keuntungan pengembang dan pemilik hunian.

Jakarta termasuk salah satu kota yang dianalisa secara mendalam, dalam laporan tersebut juga menyebutkan bahwa potensi bangunan gedung hijau di Jakarta adalah sebesar USD 16 miliar atau lebih dari 50% dari total potensi investasi terkait iklim di Jakarta sebesar USD 30 miliar.

Julius Warouw, Managing Director Synthesis Development memaparkan melalui rilisnya, “Bangunan hijau dapat membantu kota-kota di Indonesia tumbuh secara berkelanjutan.

Hingga sepertiga dari konsumsi energi dan air yang dipakai gedung-gedung di Indonesia, dengan mudah bisa dikurangi melalui desain dan pengelolaan gedung yang lebih baik.

Contohnya, berapa ratio jendela dibandingkan tembok di gedung tersebut, bagaimana sirkulasi udara, hingga penggunaan lampu dan pendingin ruangan.”

Bangunan dengan sumber daya yang efisien akan memberi kontribusi nyata, bagi keuntungan pengembang maupun penghematan biaya operasional bagi pemilik hunian.

Bagaimana pengembang dapat menangkap peluang nilai ekonomis dan brand recognition ini?

Solusinya adalah EDGE, merupakan aplikasi perangkat lunak, dengan standar universal dari sistem sertifikasi green building untuk pasar yang sedang berkembang.

EDGE merupakan inovasi dari IFC - International Finance Corporation, anggota grup bank dunia, yang terukur bagi para pelaku konstruksi guna mengoptimalkan rancangan mereka menjadi lebih layak investasi dan layak dipasarkan.

Dengan proses sertifikasi yang cepat dan murah, EDGE selaras dengan kebutuhan para pengembang untuk tetap berada di jajaran terdepan dalam era bangunan hijau.

Standar EDGE mendefinisikan bangunan hijau 20 persen lebih sedikit penggunaan energi, 20 persen lebih sedikit penggunaan air, dan 20 persen lebih sedikit energi yang terkandung dalam bahan material.

Baca Juga: Fakta tentang Taman Atap, Efektif Simpan Air Hujan, Bantu Cegah Banjir

(*)

Tag

Editor : Maulina Kadiranti