Inilah Kebijakan Pemerintah di Sektor Properti Terkait Bangunan Hijau, Bagaimana Cara Menilainya?

Sabtu, 02 Mei 2020 | 12:04

Taman atap dapat didesain sebagai ruang hijau untuk merespons iklim.

IDEAOnline-Dalam laporan IFC (International Finance Corporation) yang diluncurkan November 2018, yaitu ‘Climate Investment Opportunities for Cities’, disebutkan bahwa potensi investasi yang terkait iklim adalah sebesar USD 29,4 triliun di enam sektor urban di negara-negara berkembang.

Keenam sektor tersebut adalah transportasi publik, pengelolaan dan pengadaan air, pengolahan limbah, kendaraan listrik, energi terbarukan, dan bangunan gedung hijau.

Dari keenam sektor tersebut, bangunan gedung hijau memberikan potensi paling besar yaitu sebesar USD 24,7 triliun atau lebih dari 80% dari total potensi investasi yang ada.

Bank Indonesia (BI) memberikan sejumlah kebijakan stimulus untuk meningkatkan sektor properti terkait bangunan hijau.

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Widi Agustin menuturkan, kebijakan tersebut antara lain penurunan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 100 basis poin sejak Juni 2019 menjadi 5 persen pada Oktober 2019.

Kemudian penurunaan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah Bank Umum Konvensional dan Syariah/Unit Usaha Syariah sebesar 50 basis poin, masing-masing menjadi 5,5 persen dan 4,0 persen.

Ada pula tambahan keringanan rasio loan to value( LTV) dan finance to value(FTV) untuk kredit atau pembiayaan properti yang berwawasan lingkungan sebesar 5 persen.

Baca Juga: Green Carport Sejukkan Rumah, Cara Pilih Tanaman dan Rencanakan Rambatan

Baca Juga: Sertifikasi Greenship, Apa Kriterianya dan Pantas Diberikan untuk Bangunan seperti Apa?

Dok. Synthesis Development

Bangunan hijau dapat membantu kota-kota di Indonesia tumbuh secara berkelanjutan.

Widi mengungkapkan kebijakan makroprudensial dilakukan guna mencegah risiko sistemik, mendoring fungsi intermediasi, dan ditujukan untuk meningkatkan efisiensi terhasap sistem keuangan.

Dari berbagai kebijakan tersebut, Widi menekankan pada bangunan berwawasan lingkungan.

Menurutnya, BI memberikan kebijakan tambahan keringanan rasio LTV/FTV untuk kredit atau pembiayaan properti yang berwawasan lingkungan sebesar 5 persen.

Properti berwawasan lingkungan atau green property adalah gedung yang memenuhi kriteria bangunan hijau.

Adapun kriteria yang diberikan sesuai dengan standar atau sertifikasi yang diakui baik secara nasional maupun internasional.

"Properti berwawasan lingkungan?

Properti yang memenuhi kriteria bangunan hijau berdasarkan standar yang berlaku baik nasional maupun internasional," ucap dia.

Menurutnua jika suatu kawasan telah tersertifikasi sebagai area hijau, maka seluruh properti di dalamnya otomatis menyandang predikat sebagai bangunan hijau atau green property.

Tapi bagaimana jika suatu kawasan belum tersertifikasi?

Baca Juga: Cegah Banjir dengan Konservasi Air, Green Building Concept Jawabannya

Springhill, Kemayoran

Pemilihan jenis tanaman untuk taman atap penting diperhatikan.

Widi menjelaskan, unit propertinya akan dinilai oleh pihak ketiga.

Apabila properti tersebut memiliki luas kurang dari 2.500 meter persegi, maka penilaian bisa dilakukan oleh bank.

Tentu saja, bank yang berhak melakukan penilaian harus memiliki tools tertentu yang sesuai dengan standar.

"Kalau propeti luas kurang dari 2.500 meter persegi, kami serahkan ke bank untuk menilai. Bank memakai tools dari lembaga tersetifikasi," ujar dia.

Kemudian jika bangunan memiliki luas lebih dari 2.500 meter persegi, maka penilaian diserahkan ke lembaga yang telah tersertifkasi.

"Kalau ada bagunan baru, dan nantinya mau diajukan supaya dapat LTV berwawasan hijau, bangunan perlu dinilai lagi. Pengajuan dilakukan oleh developer," tutur Widi.

Baca Juga: Ciptakan Rumah Hemat Energi Bisa Selamatkan Bumi, Dukung Go Green!

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Peraturan KemenPUPR No 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau menyebutkan, indikator kinerja hunian hijau masyarakat dapat berupa: pengurangan konsumsi energi rata-rata 25 persen, pengurangan konsumsi air rata-rata 10 persen, pengelolaan sampah secara mandiri, penggunaan material bangunan lokal dan ramah lingkungan, dan pengoptimalan fungsi ruang terbuka hijau pekarangan.

Adapun sistem penilaiannya, menurut Green Building Council Indonesia dibagi berdasarkan enam kategori, yaitu: Tepat Guna Lahan Konservasi dan Efisiensi Energi Konservasi Air Siklus dan Sumber Material Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang Manajemen Lingkungan Bangunan. Selain itu, penilaiannya dilakukan oleh Greenship (Green Building Council Indonesia) EDGE (International Finance Corporation) LEED (Amerika Serikat) Green Mark (Singapura) Greenstar (Australia) Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul Begini Stimulus Bangunan Berwawasan Lingkungan

(*)

Editor : Maulina Kadiranti

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya