Dampak Pemanasan Gobal dan Kemunculan El Nino

Minggu, 17 Mei 2020 | 12:00
(Ross Russell)

Struktur bisa terus bergerak untuk memperlihatkan sebuah rumah kaca berpanel. Namun, ketika cuaca buruk atau pemilik rumah ingin lebih privasi, mereka dapat menutupnya kembali.

IDEAOnline-Pemanasan global yang terus terjadi diperkirakan dapat membangkitkan kembali pola iklim kuno di Samudra Hindia.

Diperkirakan pola iklim itu miripdengan El Nino, berdasarkan penelitian baru oleh para ilmuwan dari University of Texas di Austin yang telah dipublikasikan dalam jurnal Science Advances pada 6 Mei 2020.

Jika El Nino terjadi, peningkatan suhu permukaan Samudra Hindia akan membuat cuaca secara global semakin kacau, terutama di wilayah-wilayah yang bergantung pada pertanian tadah hujan, yakni yang memanfaatkan air hujan sebagai penyuplai utama pasokan air.

Melansir Gizmodo, Sabtu (8/5/2020), studi tersebut didasarkan pada penelitian sebelumnya yang diterbitkan oleh beberapa penulis yang sama di tahun 2019, di mana menunjukkan pola iklim di El Nino di Samudra Hindia ada selama Zaman Es terakhir pada 20.000 tahun yang lalu

Saat itu, akibat pemanasan global mendadak yang disebabkan oleh kondisi alami, suhu lautan yang berfluktuasi menyebabkan malapetaka pada pola cuaca global.

Pada masa kini, aktivitas manusia terus mendorong terjadinya pemanasan globbal dan membuat iklim menjadi tidak stabil.

Jika tren ini terus berlanjut, diperkirakan El Nino Samudra Hindia yang terjadi pada 20.000 tahun lalu dapat muncul kembali di awal tahun 2050. Samudra Hindia hari ini mengalami sedikit perubahan iklim dari tahun ke tahun karena angin yang bertiup dari barat ke timur, menjaga kondisi laut tetap stabil.

Baca Juga: Yuk, Turut Bantu Selamatkan Bumi dengan Mendaur Ulang Kertas

dok. mit24h.com
dok. mit24h.com

Efek rumah kaca terjadi karena udara panas yang terperangkap di dalam ruangan.

Menurut simulasi, pemanasan global bisa membalikkan arah angin, membuat laut tidak stabil dan mengubah iklim menjadi ayunan antara pemanasan dan pendinginan yang mirip dengan fenomena iklim El Nino di Samudra Hindia dan La Nina di Samudra Pasifik.

Perubahan suhu sekitar satu atau dua derajat saja mungkin tidak tampak seperti masalah besar.

Akan tetapi, jika pola iklim kuno El Nino muncul kembali, maka banjir, badai, dan kekeringan akan menjadi lebih buruk dan lebih sering, terutama di Afrika, Australia, Indonesia, dan India yang saat ini saja sudah sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim.

Di sisi lain, peristiwa naiknya suhu dapat memicu kekeringan di wilayah Tanduk Afrika dan India bagian selatan serta peningkatan curah hujan di Indonesia dan Australia bagian utara.

Sementara, peristiwa penurunan suhu dapat menciptakan efek sebaliknya, seperti di semenanjung India dapat terjadi peningkatan curah hujan.

Dampak El Nino Sebabkan Bencana

Dampak dari itu semua akan menjadi bencana.

Sejumlah lokasi tersebut bergantung pada pertanian tadah hujan dan setiap perubahan curah hujan bisa menjadi bencana bagi petani.

Samudra Hindia hari ini mengalami sedikit perubahan iklim dari tahun ke tahun karena angin yang bertiup dari barat ke timur, menjaga kondisi laut tetap stabil.

Baca Juga: Selamatkan Bumi dengan Bangunan Hijau, Lakukan dengan 5 Cara Ini!

dezeen

rumah kaca

Perubahan antara kekeringan dan banjir di wilayah Tanduk Afrika juga menciptakan kondisi bagi kawanan belalang besar, yang saat ini mengancam ketahanan pangan bagi puluhan ribu orang.

Memang belum jelas apa ambang batas yang harus dilewati oleh pemanasan global untuk memicu terjadi perubahan ini.

Hal ini tentu membingungkan dan membuat sulit untuk merencanakan masa depan.

“Ukuran persis pemanasan global di mana dapat memicu terjadinya peristiwa El Nino (atau La Nina), sulit diketahui dengan tepat,” kata Pemimpin Penulis Pedro DiNezio, yang merupakan ahli geofisika dari University of Texas.

Menurutnya, para ilmuwan akan segera memulai penelitian untuk menentukan terjadi perubahan atau tidak jika melewati perubahan suhu 1,5 derajat celsius (2,7 derajat fahrenheit) dari pemanasan di atas tingkat pra-industri.

"Kami yakin bahwa risiko peristiwa ekstrem ini menjadi lebih besar, karena kita menghasilkan lebih banyak CO2 ke atmosfer, dan tentu saja akan memberikan dampak yang buruk pada negara-negara di daerah tropis," katanya.

Kendati ada banyak lagi yang perlu dipelajari tentang potensi El Nino di Samudra Hindia, satu hal yang jelas adalah faktor terbesar apakah El Nino itu akan kembali muncul atau tidak ada pada tindakan manusia.

Hal ini berkaitan dengan bagaimana manusia membuat emisi gas rumah kaca semakin berkurang atau tidak ke depannya.

Lancaran kemunculan El Nino itu sangat bergantung pada laju pemanasan global. Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul "Dampak Pemanasan Global, Fenomena Iklim Kuno Dapat Muncul Lagi di Samudra Hindia".

Baca Juga: Cegah Banjir dengan Konservasi Air, Green Building Concept Jawabannya

#Berbagiidea #Berbagicerita #Bisadarirumah #Gridnetwork

(*)

Editor : Maulina Kadiranti

Baca Lainnya