Bagaimana Suhu dan Kelembapan Udara Berpengaruh terhadap Penyebaran Covid-19? Ini Kata Ilmuwan

Sabtu, 13 Juni 2020 | 11:00
Kompas.com

Plafon tinggi bikin udara bebas bergerak dan mendinginkan suhu.

IDEAOnline-Hingga Jumat (12/6/2020) sore, virus corona SARS-CoV-2 yang bertanggung jawab atas penularan penyakit Covid-19 telah menginfeksi 36.406 masyarakat Indonesia dan menewaskan lebih dari 2.000 orang.

Beberapa waktu lalu, topik terkait hubungan antara cuaca dan iklim dengan penyebaran Covid-19 mengemuka.

Sejumlah ilmuwan mengatakan bahwa cuaca panas dapat mencegah penyebaran virus corona.

Namun, ada juga hasil riset yang menunjukkan bahwa cuaca dan iklim tidak memengaruhi penyebaran Covid-19.

Menindak lanjuti hal tersebut, sejumlah ilmuwan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) mengkaji faktor iklim dalam kasus Covid-19 di Indonesia.

Tim ini meliputi peneliti dari Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, Puslitbang BMKG, Pusat Meteorologi Maritim BMKG, dan Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG).

Supari, peneliti dari Pusat Informasi Perubahan Iklim Kedeputian Klimatologi BMKG yang terlibat dalam riset mengatakan ada beberapa hal yang ditemukan timnya.

"Beberapa waktu lalu, topik cuaca dan (penyebaran) Covid-19 sangat mengemuka. Salah satunya apakah sinar matahari dapat memperlambat penyebaran Covid-19. Nah, kurang lebih kajian yang kami lakukan ingin menjawab pertanyaan itu," kata Supari dalam acara webinar kedai iklim series #1 oleh BMKG yang diadakan hari ini.

Baca Juga: Suhu Terlalu Tinggi Ganggu Kesehatan, Ini Cara Usir Panas dari Rumah

Abimantra Pradhana-AGo Architecture

Pemasangn AC diharapkan bisa mengembalikan suhu ruangan ke titik di mana manusia merasa nyaman.

Supari dan timnya menggunakan data kasus Corona di Indonesia pada Maret hingga April 2020.

Ada enam kota di Indonesia yang dilihat dalam kajian ini.

Pemilihan kota tersebut mempertimbangkan jumlah kasus dan posisi di Indonesia.

"Kita juga mempertimbangkan sebaran kota itu. Ada yang di utara, ada yang di selatan ekuator, ada yang di timur, dan di barat (Indonesia)," imbuhnya.

Enam kota yang dikaji adalah Medan, Jakarta, Bogor, Surabaya, Denpasar, dan Makassar.

Bogor dimasukkan juga dalam kajian ini karena daerah tersebut elevasinya paling tinggi, sehingga variasi cuacanya dipastikan akan berbeda dibanding daerah lain yang ada di dataran rendah.

Elevasi merupakan ketinggian suatu daerah.

Dikatakan Supari, timnya menggunakan data iklim yang meliputi suhu dan kelembapan udara (RH) dari stasiun BMKG terdekat.

"Kita menggunakan NCEP/NCAR Re-analysis untuk melihat klimatologis dari parameter suhu dan kelembapan di Indonesia," kata Supari yang juga merupakan anggota asosiasi ahli atmosfer Indonesia.

Selama Maret sampai April kemarin, keenam kota tersebut secara umum memiliki suhu rata-rata berkisar antara 23-28 derajat Celsius dan kelembapan udara berkisar 70-95 derajat Celsius (NCEP/NCAR Re-analysis).

Supari mengatakan, keenam kota yang dikaji memiliki variasi iklim yang berbeda.

Dari sini para ahli mencoba menangkap, jika iklim suatu kota berbeda satu dengan yang lainnya apa dampaknya pada penyebaran Covid-19.

"Jakarta memiliki kasus Covid-19 paling banyak dan sangat jomplang dengan kota-kota lain," ungkap Supari.

Baca Juga: Berbagi IDEA Agar Tidur Berkualitas, Tips Atasi 3 Masalah Pengudaraan di Kamar Tidur: Lembap, Suhu, Asap

design boom

Penggunaan AC selain menurunkan suhu juga menurunkan kelembapan udara yang bisa berefek pada kulit sentitif.

"Meski Surabaya juga memiliki kasus banyak, jumlahnya jauh lebih rendah dibandingkan Jakarta," imbuhnya.

Metode penelitian Dalam kajian ini, dikatakan Supari, metode penelitian yang digunakan adalah uji korelasi dan analisis regresi.

Pada uji korelasi, ada 10 lag time dari 0 sampai 10. 0 artinya data Covid-19 hari ini dihubungkan dengan data cuaca hari ini.

"Sementara lag 1 artinya hari kemarin, dan seterusnya," terang Supari.

Dari diagram di atas, garis merah paling atas (dalam tabel lag correlation) yang menandai korelasi temperatur dengan angka kasus menunjukkan bahwa temperatur korelasinya positif dan kecenderungannya semakin lama semakin kecil.

"Kita lihat, korelasi paling tinggi ada di H-5 atau data Covid-19 hari ini lebih terkait dengan kondisi cuaca lima hari lalu," jelasnya.

Namun pada korelasi kelembapan udara dengan angka kasus Covid-19 menunjukkan korelasi negatif, dengan puncak juga ada di H-5.

"Sehingga kami menyimpulkan dari data ini bahwa mungkin ini adalah waktu yang diperlukan (H-5) untuk sebuah uji corona didapatkan hasilnya. Atau mungkin ini adalah representasi dari masa inkubasi," ungkapnya.

Kemudian pada analisis regresi menunjukkan bahwa naiknya suhu diikuti oleh naiknya kasus Covid-19 di kota tersebut.

Dari kajian ini, Supari berkata bahwa analisis tersebut sesuai dengan temuan ilmuwan China dan Jerman.

Lantas, benarkah suhu yang makin panas memperlambat penyebaran Covid-19?

Menjawab pertanyaan ini, Supari mengatakan ada beberapa penelitian yang telah mengaitkan penyebaran Covid-19 dengan suhu suatu daerah.

Hasilnya ada dua kelompok jawaban.

Baca Juga: Bikin Terang dan Tak Lembap, Di Sini Sebaiknya Sky Light Diletakkan

Freshome.com
Freshome.com

Ventilasi cukup mencegah kelembapan dan jamin pengudaraan lancar.

Kelompok pertama mengatakan bahwa suhu panas dapat memperlambat penyebaran Covid-19 dan kelompok kedua menyebut bahwa suhu yang tinggi tidak berpengaruh pada penyebaran Covid-19.

Dari hal tersebut, Supari mengatakan bahwa riset tentang kaitan iklim dengan Covid-19 menghasilkan beragam kesimpulan.

"Sepertinya kesimpulan yang berbeda itu didasarkan pada uncertainty dalam kajian yang dilakukan," ungkap Supari.

Uncertainty atau faktor ketidakpastian itu meliputi tiga hal: Tidak ada informasi kapan waktu terinfeksi.

Data yang tersedia adalah jumlah kasus harian yang berasal dari kasus penularan beberapa hari sebelumnya.

Range suhu dan kelembapan tertentu yang ada di suatu negara. Seperti di Indonesia, range suhunya 23-28 derajat Celsius.

Meskipun Bogor ada di dataran tinggi, penyebaran Covid-19 di daerah tersebut juga banyak kasus.

Baca Juga: Jelang Musim Hujan, Inilah 5 Tips Cegah Lembab di Dinding Rumah

Sampling data di awal outbreak beda karakter dengan bulan-bulan berikutnya.

Dari kajian yang dilakukan tim Supari, disimpulkan bahwa memang betul suhu berkorelasi positif dengan Covid-19, sementara kelembapan udara (RH) berkorelasi negatif pada kasus harian Covid-19.

Dia mengatakan, mayoritas kasus harian di Indonesia terjadi pada range suhu dan kelembapan tertentu.

"Namun demikian, korelasi antara suhu dengan kasus Covid-19 sangat mungkin disebabkan oleh sifat alami suhu yang meningkat seiring musim bersamaan dengan meningkatnya kasus Covid-19 karena proses menyebarnya virus semakin meningkat (pada Maret hingga April 2020)," paparnya.

Selain itu, range suhu dan kelembapan yang berkaitan dengan kasus corona juga sangat mungkin karena batasan klimatologis.

Penting dicatat, dalam kajian yang dilakukan BMKG ini tidak ada bukti yang cukup kuat bahwa suhu dan kelembapan memengaruhi penyebaran kasus Covid-19 di Indonesia.Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul "BMKG Ungkap Pengaruh Cuaca terhadap Penyebaran Covid-19 di Indonesia"

#BerbagiIDEA #Berbagicerita #BisadariRumah #GridNetwork

(*)

Tag

Editor : Maulina Kadiranti

Sumber Kompas.com