Tiba Saatnya Manusia Jadi Penentu, Simak Serba-serbi Atasi Masalah Sampah Plastik di Lingkungan

Selasa, 18 Agustus 2020 | 14:50
Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia

Anak-anak bermain di tengan timbunan sampah.

IDEAonline - Bayangkan saat kita menjinjing kantong plastik berisi belanjaan dari minimarket. Berapa usia kerja kantong plastik? Mungkin hanya 15 menit, lalu kita mencampakkannya.

Kita tengok sejenak perjalanan umat manusia bersama plastik. Sekitar 150 tahun silam, manusia menciptakan plastik sebagai materi yang ringan, kuat, dan murah. Bahkan, terobosan ini membantu jantung berdenyut dan pesawat melesat di udara.

Baca Juga: Terungkap Masa Lalu Komedian Sebelum Sukses, Harus Jalan Puluhan Meter untuk Gunakan Kamar Mandi Umum, ‘Harus Nimba Dulu Pula’

Namun ada perkara yang mendesak dan perlu diwaspadai. Berdasarkan statistik dari Our World in Data, produksi tahunan plastik di dunia meningkat hampir 200 kali lipat sejak 1950. Pada 1950, diketahui dunia hanya memproduksi dua juta ton plastik per tahunnya. Namun sejak, saat itu, produksi meningkat drastis.

Sayangnya, dari banyaknya plastik, hanya sekitar 20% yang didaur ulang. Pada akhirnya, sekitar delapan juta ton berakhir di lautan setiap tahunnya.

Plastik, seperti yang kita tahu, dapat bertahan lama di Bumi hingga 60-70 tahun. Dan plastik yang dibuat pada masa awal pun, kemungkinan masih ada hingga saat ini.

Ricky Martin/National Geographic Indonesia

Sekitar delapan juta ton sampah plastik berakhir di lautan setiap tahunnya.

Studi terbaru dari University of Leeds yang dipublikasikan pada jurnal Science, mengungkapkan, jika terjadi peningkatan konsumsi plastik atau tidak ada perubahan signifikan pada aksi daur ulang, maka diperkirakan Bumi akan memiliki 1.3 miliar ton sampah plastik pada 2040.
Dan World Economic Forum (WEF) bahkan memprediksi bahwa pada 2050, jumlah plastik di lautan akan lebih banyak dibanding ikan.

Baca Juga: Tinggal di Hunian Bergaya Etnik, Rumah Milik Artis yang 10 Tahun Nikahi Keturunan Raja Ini Jadi Sorotan Warganet, Ada Kandang Ayamnya?

Plastik yang ada di laut bisa berasal dari daratan maupun perairan. Polusi plastik dari perairan mengacu kepada sampah sisa-sisa alat penangkap ikan seperti jaring, tali, dan bangkai kapal. Sementara yang dari daratan berasal dari kehidupan modern manusia, di mana plastik kerap digunakan sebagai 'barang sekali pakai' seperti botol, gelas, dan alat makan plastik, serta pembersih telinga.

Sampah-sampah ini akan sangat berbahaya bagi hewan laut karena mereka akan mengira plastik sebagai makanannya dan akhirnya mengonsumsinya. Penyu misalnya, mereka tidak dapat membedakan kantung plastik dengan ubur-ubur, sehingga kerap mengonsumsinya tanpa sengaja. Saat sampah plastik masuk ke pencernaan hewan laut, itu dapat menyebabkan penyumbatan dan akhirnya kematian.

Belum lama ini, sekelompok peneliti juga telah menemukan bukti bahwa mikroplastik–potongan, fragmen, dan serat plastik–ternyata terakumulasi pada kotoran manusia. Artinya, setelah hewan laut memakan sampah plastik, manusia kemudian dapat ikut menelannya melalui tuna, udang, atau lobster, yang dikonsumsi.

Baca Juga: Hal Wajib Tahu, Ini Cara Urus Sertfikat Rumah yang Masih Atas Nama Orang Tua

Ricky Martin/National Geographic Indonesia

Sampah-sampah dari daratan berakhir di laut dan membahayakan kehidupan yang ada di sana.

Murah dan mudahnya produksi plastik telah mempopulerkan penggunaan plastik. Kurangnya kesadaran kita tentang penggunaan dan pengolahan limbahnya telah berdampak buruk pada lingkungan.

Baca Juga: Terungkap Masa Lalu Komedian Sebelum Sukses, Harus Jalan Puluhan Meter untuk Gunakan Kamar Mandi Umum, ‘Harus Nimba Dulu Pula’

Inilah tragedi plastik. Kita telah menciptakannya. Kita begitu bergantung padanya. Namun, ada sesuatu yang bisa kita lakukan di situasi ini untuk bersama- sama menyelamatkan Bumi.

Tiba saatnya manusia menjadi penentu masa depan Planet ini. National Geographic Indonesia melalui #SayapilihBumi dan dukungan PT Unilever Indonesia Tbk @unileveridn berinisiatif untuk menggelar webinar tentang permasalahan dan solusi sampah plastik di Indonesia. Program ini mempertemukan berbagai pihak mulai dari industri, lembaga penelitian, media hingga teman-teman pegiat lingkungan.

Ricky Martin/National Geographic Indonesia

Menjaga kelestarian alam dan perairan dari sampah.

Simak perbincangan kami dalam program #BerbagiCerita daring via ZOOM, bertajuk Semangat Kolaborasi Menuju Kehidupan Lestari, padaRabu 19 Agustus 2020, pukul10.00-12.00 WIB.
Bagian pertama, “Studi Terkini Mengenai Pengelolaan Sampah: Pentingnya Revolusi Melalui Kolaborasi”. Bagian Kedua, “Mendorong Peranan Bank Sampah Melalui Revolusi Digital.

Silakan mendaftar melalui pranalabit.ly/berbagiceritaunilever. Mari berbincang bersama dan berkolaborasi untuk mencari solusi bagaimana kita bisa mengubah perilaku kita terhadap permasalahan sampahplastikdi Indonesia.

#BerbagiIDEA #Berbagicerita #BisadariRumah #GridNetwork

(*)

Artikel ini telah tayang di nationalgeographic.grid.id dengan judul Membicarakan Masalah Sampah Plastik, Semangat Kolaborasi Menuju Kehidupan Lestari

Editor : Maulina Kadiranti

Sumber : National Geographic Indonesia

Baca Lainnya