IDEAonline -Belum banyak yang tahu, Demensia adalah penyakit yang berhubungan dengan fungsi otak.
Demensia ditandai dengan penurunan kemampuan otak dalam mengingat dan memahami sesuai.
Biasanya, sindrom ini menyerang orang lansia di atas 65 tahun.
Tapi jangan salah, di zaman yang semakin canggih ini, sindrom demensia justru bisa menyerang kaum millenials loh!
Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan risiko penyakit demensia pada kaum millenials antara lain dikarenakan rasa stres, kurang olahraga dan diet.
Dilansir dari Grid.id, hal tersebutdapat mempengaruhi kesehatan otak seseorang, khususnya kaum millenials.
Baca Juga: Jadi Solusi Hemat, Begini Pemanfaatan Energi Alternatif di Muka Bumi
Seorang terapis gizi, Dr. Clare, menyampaikan beberapa kiat yang perlu dilakukan untuk mencegah demensia pada kaum millenials.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menjelaskan lebih dari sepertiga orang dewasa di Inggris gagal meluangkan waktu untuk berolahraga.
Kurang berolahraga bisa meningkatkan risiko demensia.
Berita buruknya,ternyata hampir 75 persen pasien yang meninggal karena Covid-19 adalah dengan penyakit penyerta demensia.
Dilansir dari kompas.com,kematian akibat Covid-19 sekitar 75 persen banyak dialami orang dengan demensia ( ODD) sebagai penyakit penyerta (underlying condition).
Presentasi ini didapatkan berdasarkan penelitian kolaboratif yang dilakukan antara London School of Economics dan University College of London.
Direktur Regional Alheimer Asia Pasifik sekaligus Penggagas ALZI DY Suharya mengatakan bahwa usia merupakan faktor terbesar terkait dengan demensia.
"Golongan lansia memiliki risiko paling tinggi terhadap paparan Covid-19, dengan 86 persen kematian terjadi pada golongan usia 65 tahun ke atas," kata DY dalam diskusi daring bertajuk Mari Berbicara Seputar Demensia, Jumat (4/9/2020).
Lebih lanjut, DY mengungkapkan bahwa kondisi pandemi Covid-19 yang berlangsung saat ini juga membuat banyak orang rentan akan kesepian, kecemasan, dan depresi, tidak terkecuali ODD dan caregivers.
Kasus ODD di Indonesia sendiri, pada tahun 2016 diperkirakan telah ada sekitar 1,2 juta.
Angka ini disebutkan memiliki potensi meningkat menjadi 2 juta orang pada tahun 2030 dan 4 juta orang pada tahun 2050.
Perlakuan yang salah terhadap ODD dapat memperparah kondisi kejiwaan.
Maka dari itu, diperlukan kolaborasi dan kontribusi seluruh pihak termasuk pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup lintas generasi yang lebih sehat.Adapun kebijakan yang diambil pemerintah mengenai penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah transmisi infeksi Covid-19, telah mempengaruhi kondisi fisik dan mental masyarakat.
Ahli syaraf dan Dekan Universitas Katolik Atma Jaya, Dr dr Yuda Turana SpS mengatakan situasi beradaptasi dengan kebiasaan baru setelah penerapan PSBB semakin membuat perubahan-perubahan sikap dari masyarakat yang cenderung berusaha lebih peduli terhadap kesehatan otak.
"Terjadi peningkatan jumlah orang yang bertanya seputar kesehatan mental dan kesehatan otak," kata Yuda.
Baca Juga: Kenali Karakter Khusus Serangan Rayap di 4 Bagian Bangunan Ini
Namun, kondisi pandemi Covid-19 membuat banyak di antaranya merasa kesulitan dan takut untuk datang ke rumah sakit dan berkonsultasi secara langsung.
Yuda berkata, meskipun beberapa rumah sakit sudah menyediakan pelayanan konsultasi online saat pandemi Covid-19 ini.
"Namun, tidak bisa digantikan sepenuhnya, pemeriksaan fisik saat kehadiran pasien di rumah sakit," ujarnya.
Sementara, di sisi lain, sistem pelayanan kesehatan yang membatasi pendamping dan adanya ruang isolasi tanpa pendamping, dengan jumlah tenaga kesehatan rumah sakit belum sepenuhnya memadai menjadi permasalahan besar pasien lansia dengan demensia di rumah sakit.
Gimana menurut IDEA lovers?
#Berbagiidea #Berbagicerita #Bisadarirumah #Gridnetwork
(*)