LIPI: Banjir Jakarta Dianggap Bukan Lagi Persoalan Rutin tapi Risiko Bencana Alam, Waspadai!

Kamis, 24 September 2020 | 13:30
tribunnews.com

Banjir di Teluk Gong Jakarta Utara Januari 2020.

IDEAOnline-Banjir besar yang melanda Jakarta di penghujung tahun 2019 hingga awal tahun 2020, menjadi sorotan karena dianggap bukan lagi persoalan rutin, tetapi memang risiko bencana alam.

Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lemabaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Gusti Ayu Surtiari seperti diwartakan Kompas.com, Rabu(8/1/2020) lalu, menyatakan bahwa banjir di Jakarta seharusnya bukan lagi permasalahan yang dianggap rutin dan lumrah terjadi.

Namun, berterus teranglah, bahwa banjir di Jakarta tersebut adalah risiko bencana alam.

"Selama ini kita terus menerus bilang banjir Jakarta itu emang rutin. Tapi banjir ini bukan lagi kejadian rutin, tapi sudah menjadi risiko bencana," kata Ayu dalam acara bertajuk Banjir Ibu Kota: Potret Aspek Hidrologi dan Ekologi Manusia di Jakarta, Selasa (7/1/2020).

Dari kondisi tersebut, banyak pihak terus berupaya untuk melakukan pengendalian terhadap banjir yang kerap kali melanda Jakarta, dan dianggap rutin terjadi ini.

Mengingat, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan keterangan resminya terkait awal musim hujan periode 2020-2021 ini yang diprediksikan akan mulai terjadi pada akhir Oktober 2020 nanti.

Baca Juga:Rumah Tingkat Berisiko Lebih Tinggi terhadap Bencana, Antisipasi dengan Ini!

Sampah di sungai menjadi salah satu penyebab banjir.

Sementara, puncak musim hujan diprediksikan terjadi pada bulan Januari-Februari 2021 mendatang, dengan presentasi sebanyak 248 Zona Musim atau 72,5 persen dari wilayah Indonesia.

Serta, kewaspadaan juga perlu ditingkatkan karena BMKG juga menyebutkan, meskipun musim penghujan secara rerata klimatologisnya 71 persen zona musim (Zom) adalah normal.

Akan tetapi, sekitar 27,5 persen Zom diprediksikan lebih basah atau lebih tinggi daripada rerata klimatologis curah hujan yang ada.

Direktur Eksekutif Asia Pacific Centre for Ecohydrology UNESCO Category II Centre (APCE-UNESCO C2C), Igansius Dwi Atamana Sutapa mengatakan, memang terdapat banyak faktor yang menyebabkan banjir besar terjadi di sejumlah wilayah termasuk di Jakarta ini.

Di antaranya adalah banjir terjadi dari hulu dan hilir, curha hujan yang tinggi atau intens, berkurangnya area serapan air, perubahan tata guna lahan, saluran air yang tidak memadai serta perilaku masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungan.

Baca Juga:Bukan Limbah Rumah Tangga, Air Hujan Pun Harus Dikelola untuk Cegah Banjir, Ini Caranya!

royalgazette.com

Ilustrasi akibat banjir.

Tidak hanya itu berbagai kendala juga dihadapi untuk menangani permasalahan bencana banjir seperti kebijakan desentralisasi, pengelolaan sumber daya yang tidak optimal serta tumpang tindih kewenangan antar sektor dan tingkatan.

Upaya pengendalian banjir di Jakarta Oleh sebab itu, Kepala Balai Besar wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, Bambang Hidayah mengatakan, saat ini konsep penggulangan banjir Jakarata, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) terbagi menjadi tiga yaitu bagian hulu, tengah dan hilir.

"Konsep hulu dilakukan dengan kegiatan reboisasi, pengelolaan embung, dam dan bendungan," kata Bambang dalam diskusi daring bertajuk Banjir di Masa Covid-19: Kesiapsiagaan, Mitigasi dan Pengelolaan Bencana, Rabu (9/9/2020).

Sementara, konsep tengah dapat diupayakan dengan membangun kolam-kolam potensi dan sumur-sumur resapan, yang membutuhkan partisipasi masyarakat.

Sedangkan, konsep hilir dapat dilakukan dengan membangun tanggul-tanggul, sedimentasi trap dan normalisasi sungai.

Hal ini juga senada dengan yang disampaikan Sekretaris Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, Dudi Gardesi Asikin bahwa prinsip pengendalian banjir di Jakarta adalah dengan beberapa hal berikut.

Revitalisasi polder, pembangunan atau peningkatan pompa, pembangunan waduk, situ, embung di hulu, pembangunan tanggul sungai, pembangunan sungai resapan.

"Kegiatan rutin pengerukan, pengurasan, pembangunan sumur resapan. Selain itu terdapat program grebek lumpur," jelas Dudi.

Upaya pengendalian banjir di Bogor Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bogor, R Soebiantoro menuturkan hal yang tidak jauh berbeda, berkaca dari peristiwa banjir besar di Jakarta tahun 2020 ini, maka wilayah Bogor juga telah melakukan upaya fisik dan non-fisik untuk mencegah banjir.

Menurut dia, pada prinsipnya hampir sama seperti program-program yang telah dilakukan.

Untuk upaya non-fisik dilakukan penyusunan RT-RW, penyusunan zonasi, pengaturan garis sepadan mengatur drainase dan perizinan, serta penyusunan instrumentasi pengendalian pemanfaatan ruang sekitar sungai.

"Sedangkan (pengendalian banjir) secara fisik dilakukan pembangunan dan pemeliharaan situ, pemeliharaan ruang terbuka hijau, rehabilitasi saluran irigasi, dan pembuatan sumur resapan," tuturnya.Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judulWaspada Banjir Saat Musim Hujan, Kendalikan Banjir Jakarta dari Hulu

#berbagiiDEA

Editor : Maulina Kadiranti

Sumber : kompas