IDEAOnline-Berbeda dari rumah-rumah pada umumnya yang berlokasi di permukiman, tiga rumah ini berdiri di lokasi tak biasa.
Ketiganya memiliki kisah masing-masing.
Ada yang pemiliknya tak mau meninggalkan tanah leluhurnya, dan ada yang merasa pemerintah tidak memberi kompensasi sepadan.
Rumah-rumah itu sampai sekarang masih berdiri, bahkan ada yang sampai menarik atensi dunia.
Berikut adalah kisah singkat ketiga rumah tersebut.
1. Rumah di tengah jalan layang
Rumah di Guangzhou, China, inimenjadi viral lantaran diapit jalan layang atau flyover.
Pemilik rumah enggan menjualnya ke pemerintah selama 10 tahun.
Dalam bahasa Mandarin bangunan itu disebut "rumah paku" atau "dingzihu", yang artinya pemilik rumah menolak kompensasi dari developer atas pembongkarannya.
Rumah milik Nyonya Liang tersebut diapit dua jalur jalan layang Haizhuyong Bridge, yang baru dibuka di kota metropolitan Guangzhou, Provinsi Guangdong.
Rumah satu lantai itu seluas 40 meter persegi dan terletak tepat di tengah jalan layang yang terdiri dari empat lajur, demikian laporan stasiun tv Guangdong yang dikutip Daily Mail.
Nyonya Liang mengatakan, dia tidak mau pindah karena rumah pengganti yang ditawarkan pemerintah lokasinya tidak ideal.
Ia bahkan merasa santai saja dengan konsekuensi yang dihadapinya kini dan tidak ambil pusing dengan anggapan orang lain.
Nyonya Liang adalah satu-satunya orang yang masih tinggal di sana.
Dulu, total ada 47 rumah tangga dan 7 perusahaan di area itu.
Semuanya sudah pindah pada September 2019 kecuali rumah Nyonya Liang, kata para pihak berwenang.
2. Rumah di tengah bandara
Di tengah Bandara Narita Jepang, ada sebuah rumah yang masih berdiri tegak.
Rumah itu adalah satu-satunya yang tersisa dari 30 keluarga di daerah tersebut.
Pemiliknya adalah keluarga Takao Shito, yang sudah bertani sayuran di ladang yang sama selama lebih dari 100 tahun.
Kakeknya petani, ayahnya juga, dan kini dia turut meneruskan pekerjaan sebagai petani.
Dilansir dariOddity Central,Shito berjuang mempertahankan tanahnya selama lebih dari 20 tahun, bahkan menolak tawaran lebih dari 1,7 juta dollar AS (Rp 25 miliar) untuk tanahnya.
“Ini adalah tanah yang digarap oleh tiga generasi selama hampir satu abad, oleh kakek saya, ayah saya, dan saya sendiri. Saya ingin terus tinggal di sini dan bertani,” kata Shito kepada AFP, beberapa tahun lalu.
Pesawat terbang di atas kediamannya selama 24 jam sehari dan satu-satunya cara untuk keluar dari sana adalah lewat terowongan bawah tanah.
Kedua landasan pacu bandara itu seharusnya melewati tanah Takao Shito.
Namun, karena Shito bersikeras tidak menjual tanahnya, landasan pacu didesain sedemikian rupa.
Perjuangannya telah menjadi simbol hak-hak sipil.
Ratusan sukarelawan dan aktivis bersatu mendukungnya selama bertahun-tahun.
Baca Juga: Pemerintah Dorong Milenial Tinggal di Hunian Berbasis TOD
Tak hanya di China dan Jepang, Indonesia juga memiliki kisah rumah yang pemiliknyangototmempertahankan propertinya dari penggusuran proyek.
Di antara tingginya gedung-gedung Apartemen Thamrin Executive Residence, Tanah Abang, Jakarta Pusat, ada satu rumah yang masih eksis di dalamnya.
Rumah reyot itu tepatnya berada di bagian belakang kompleks apartemen.
Sekelilingnya adalah tower apartemen.
Sekilas rumah ini tak terlalu tampak karena tertutup tembok rumah yang dihiasi tanaman, sedangkan jika dilihat dari atas gedung apartemen hanya tampak genting tua warna cokelat yang usang.
Dikutip dari laman Kompas.om, penghuninya bernama Ibu Lies, dan sempat menuturkan kisahnya September tahun lalu.
Wanita berusia 64 tahun ini mengatakan, sejak kecil sudah tinggal di rumah itu yang merupakan warisan turun temurun oleh nenek moyangnya dan kini menjadi miliknya.
Di rumah itu ibu 3 anak tersebut tinggal bersama suami dan satu anaknya yang masih sekolah.
Lies bercerita, dahulu lahan yang digunakan Apartemen Thamrin Residence Executive ini adalah lapangan dan perumahan warga.
“Dulu mah ada lah sepuluh rumah entah itu orang asli ataupun pendatang semua tinggal di sini,” ujar Lies, Jumat (20/9/2019).
Namun rumah-rumah itu kini berganti gedung apartemen mulai 2012.
Seluruh tanah dan bangunan warga dibeli oleh pemilik Apartemen Thamrin Residence Executive.
Ia mengaku, tak tahu persis berapa jumlah uang yang diterima tetangganya saat itu hingga rela pindah dari rumahnya.
“Tapi kayanya gede tuh dikasih, ada kali miliar deh kalau enggak salah,” katanya.
Akan tetapi Ibu Lies bergeming.
Ia tetap mempertahankan rumah kesayangan dan satu-satunya peninggalan nenek moyangnya, meski pengelola sudah berkali-kali memberikan tawaran untuk pindah.
“Ih ngapain banget, dibayar berapa pun rumah ini saya tidak sudi dibeli. Mereka mah emang cuma mau kuasai tanah ini. Ini tumpah darah saya di sini,” cerita Lies. Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul Kisah 3 Rumah di Lokasi Tak Biasa, Ada yang di Tengah Bandara dan Jalan Layang
#BerbagiCerita