Demam Berkebun Bisa Kena Masalah Hukum? Ini yang Terjadi di Filipina!

Selasa, 24 November 2020 | 18:34
Kompas.com

Ilustrasi bercocok tanam atau berkebun.

IDEAOnline-Demam atau hobi berkebun yang disebut sebagai "plantdemic" melanda Filipina, setelah pandemi virus corona yang mengakibatkan berbagai pembatasan diberlakukan.

Unggahan-unggahan tentang kegiatan dan hasil berkebun membanjiri media sosial, saat warga Filipina berusaha menghilangkan stresnya ketika harus tetap tinggal di dalam rumah.

"Ini tidak dapat dipercaya. Orang-orang sangat tertarik dengan tanaman-tanaman saat ini," kata salah seorang tukang kebun pertamanan Alvin Chingcuangco seperti dikutipAFP, Selasa (10/11/2020).

Pandemi memicu kenaikan permintaan akan tanaman hijau dan membuat harganya melonjak tajam.

Tingginya harga ini juga mendorong peningkatan "perburuan" tanaman dari taman umum hingga hutan lindung.

Alvin sendiri melihat tingginya harga sejumlah tanaman seperti monstera yang mencapai 55 ribu peso Filipina atau sekitar Rp 16 juta.

Sebelum pandemi, harga jenis tanaman yang sama hanya mencapai 800 peso atau sekitar Rp 232.000.

Baca Juga: Tiga Kunci Sukses agar Tak Gagal Berkebun di Rumah

Foto Yannis Rudolf P.

Robekan pada daunnya menjadi daya pikat dan keunikan tanaman hias daun kekinian monstrea.

Upaya-upaya ilegal

Dengan peningkatan permintaan yang terjadi, pihak berwenang pun memperingatkan kepada masyarakat bahwa banyak tanaman di pasaran yang mungkin diperoleh secara ilegal.

Para penjaga hutan berpatroli di hutan Zamboanga, di selatan Filipina, untuk mencari pembalak liar dan pemburu satwa liar.

Mereka diperintahkan untuk mengawasi para pencuri tanaman.

Itu dilakukan setelah petugas melihat beberapa spesies tanaman yang diunggah di media sosial hanya dapat ditemukan di kawasan lindung tersebut.

"Sebelum pandemi, kami tidak mengamati banyak pemburu tumbuhan," kata Direktur Regional Zamboanga untuk Departemen Lingkungan dan Sumber Daya Alam, Chrisanta Marlene Rodriguez.

Mengambil spesies yang terancam dari hutan adalah tindakan yang ilegal menurut hukum Filipina.

Tindakan ini juga dapat dikenai dengan hukuman yang berat.

Mengumpulkan tanaman-tanaman spesies asli lainnya memang diperbolehkan, tetapi hanya dengan izin.

"Para pemburu ini menargetkan varietas tanaman yang populer di media sosial seperti pakis staghorn dan tanaman kantong semar," kata Rodriguez.

Namun, ia mengungkapkan menangkap para pelanggar hukum ini sulit dilakukan setelah tanaman dijual.

Sebab, sulit untuk membuktikan dari mana tanaman itu berasal, apakah dari hutan atau kawasan lindung tertentu atau bukan.

Baca Juga: Berkebun untuk Hobi sekaligus Bisnis Salon Adenium, Apa Modalnya?

organiclifestylemagazine

Ilustrasi kebun.

"Plantitos dan plantitas"

Tekanan dari segala jenis pembatasan dan penguncian, hingga dampak terhadap kondisi keuangan dari pandemi mendorong masyarakat mencari "hiburan" dari kegiatan berkebun.

Mereka menyebut dirinya sebagai "plantitos dan plantitas" atau paman dan bibi tanaman.

"Cara paling aman untuk membuat diri ini bahagia adalah dengan menumbuhkan sesuatu yang kecil," kata mantan Presiden Masyarakat Hortikultura Filipina, Karasig Villanueva. Sementara, Ivy Bautista, yang telah lama berkebun sebelum pandemi mengatakan, merawat tanaman membantu menghilangkan kebosanan.

Selain itu, kegiatan ini juga dapat menghasilkan uang, yaitu dengan menjual stek dari koleksinya.

Namun demikian, Ivy menentang harga "gila" yagn dipatok para penjual di tengah pandemi ini.

Ia khawatir harga tersebut semakin mendorong tindakan-tindakan "perburuan" tanaman secara ilegal. Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul Plantdemic Tengah Melanda Filipina, Apa yang Terjadi?

#BerbagiIDEA

Editor : Maulina Kadiranti

Sumber : kompas