Kurangi Dampak Negatif Konstruksi bagi Lingkungan, Perancangan Bangunan Ramah Iklim Dipromosikan oleh Arsitek

Jumat, 13 Agustus 2021 | 21:06
Dok. Synthesis Development

Apartemen di tengah kota Jakarta berkonsep bangunan hijau.

IDEAOnline-Berdasarkan data dari PBB, industri bangunan bertanggungjawab atas 40 persen penggunaan energi dunia dan 25 persen penggunaan air.

Hal ini memberikan dampak kesehatan masyarakat yang cukup besar terlebih bahaya perubahan iklim masih mengancam.

Mengurangi dampak lingkungan karena urbanisasi di Indonesia, para arsitek lokal berusaha meningkatkan penerapan praktik perancangan bangunan hijau.

Salah satu langkah yang dilakukan adalah menyelenggarakan webinar dalam rangka mempromosikan perancangan bangunan yang lebih ramah iklim.

Rangkaian loka karya akan diselenggarakan secara virtual selama 12 bulan ke depan dengan sesi pertama diadakan September.

Kegiatan ini merupakan kerja sama antara Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakart dengan IFC, yang adalah anggota Kelompok Bank Dunia.

Langkah tersebut dilakukan untuk menjawab isu bahwa negara berkembang seperti Indonesia akan terus mengalami peningkatan permintaan di sektor bangunan, terutama seiring dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.

“Kami merasa sangat terhormat mendapatkan dukungan dan komitmen dari asosiasi-asosiasi ini untuk mempromosikan pembangunan bangunan hijau di Indonesia,” ucap Country Manager IFC area Indonesia, Malaysia dan Timor-Leste, Azam Khan.

Baca Juga: 10 Kota Ini Dinobatkan Jadi Kota Paling Layak Huni di Dunia 2021, Ini 5 Kriteria Penilaiannya

www.mcphersonarchitecture.com
www.mcphersonarchitecture.com

Ilustrasi bangunan hijau dengan menghadirkan green roof.

Praktik perancangan bangunan hijau dan penerapan skema sertifikasi seperti EDGE, dipandang sebagai pilihan yang layak untuk membantu mengurangi dan bahkan melawan dampak negatif konstruksi bagi lingkungan.

Meski lebih dari 180 proyek dan sekitar 6,1 juta meter persegi lahan konstruksi di Indonesia telah disertifikasi hijau, persentase ini masih sangat kecil dibandingkan dengan banyaknya jumlah bangunan baru utamanya di Jakarta.

“Pembangunan berbasis keberlanjutan telah menjadi norma baru dalam arsitektur di tengah meningkatnya permintaan akan bangunan hemat energi dan air,” kata Ketua IAI Daerah Istimewa Yogyakarta, Ahmad Saifudin Mutaqi.

Mutaqi menjelaskan, sertifikasi EDGE memainkan peran penting dalam membantu Arsitek menguba hpraktik-praktik pembangunan konvesional.

“Meski demikian masih banyak yang harus kami lakukan, itulah sebabnya rangkaian lokakarya ini akan menjadi sangat penting dalam membantu para Arsitek lebih paham tentang perancangan bangunanhijau," tambah Mutaqi.

IFC meluncurkan program bangunan hijau di Indonesia pada tahun 2011.

Baca Juga: Manfaat Green Roof dalam Konsep Rumah Tropis dan Tips Penerapannya

DoK. Atelier Cosmas Gozali

Selamatkan Bumi Lewat Bangunan Hijau Optimalkan Cahaya Alami

Ini membantu menetapkan landasan pada pembuatan peraturan bangunan hijau di Jakarta, Bandung dan Semarang serta mengkatalisasi pasar melalui pembiayaan bangunan hijau.

Program ini juga diharapkan dapat meningkatkan edukasi dan kesadaran akan bangunan hijau, serta mempromosikan sistem sertifikasi bangunan hijau milik IFC yang dikenal sebagai EDGE.

Sebagai sertifikasi bangunan hijau global, EDGE berfokus pada pengurangan konsumsi energi dan air secara strategis serta penggunaan material dengan kandungan energi yang rendah.

Hingga saat ini, EDGE telah mensertifikasi 1,4 juta meter persegi lahan bangunan di Indonesia dengan potensi pengurangan sebesar 41.639,46 ton karbon dioksida.

Jumlah itu setara dengan penanaman 688.510 bibit pohon. Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul Lawan Dampak Urbanisasi, Arsitek Dorong Perancangan Bangunan Hijau #BerbagiIDEA

Editor : Maulina Kadiranti

Sumber : kompas