Minim Dampak Ekologi, Begini Inovasi Mengatasi Deman Berdarah di Singapura

Senin, 17 Januari 2022 | 12:45
Kompas.com

Ilustrasi demam berdarah, nyamuk aedes aegypti

IDEAOnline-Sebuah inovasi datang dari Singapura dalam upaya mengatasi Demam Berdarah Dengue (DBD) yang memiliki dampak ekologis minim.

Cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan nyamuk yang dibesarkan di laboratorium.

Nyamuk-nyamuk tersebut dibesarkan di laboratorium dengan di tubuhnya diberi bakteri Wolbachia.

Nyamuk tersebut merupakan nyamuk jantan yang membawa bakteri yang akan membuat para induk betina mandul karena bakteri tersebut mencegah telur menetas.

Nyamuk-nyamuk jantan ini juga dibesarkan agar mereka dapat bersaing dengan para nyamuk liar.

Dengan cara ini, populasi nyamuk dapat berkurang secara bertahap.

Teknik baru pemberantasan nyamuk yang diberi nama Proyek Wolbachia ini dilakukan di laboratorium pemerintah.

Para ilmuwan membiakkan nyamuk pembawa bakteri dalam deretan palet untuk kemudian dipisahkan.

Setelahnya nyamuk dilepaskan di daerah berisiko tinggi demam berdarah.

Baca Juga: Agar Efektif Cegah DBD, Lakukan Fogging dengan Tepat, Begini Caranya!

Baca Juga: Memberantas Nyamuk dengan Cara Ringan hingga Berat, Yuk Kepoin!

Nyamuk penyebab penyakit demam berdarah adalah nyamuk betina, sehingga nyamuk yang diberi bakteri Wolbachia adalah nyamuk jantan.

Para petugas lingkungan menggunakan semacam alat penembak untuk melepaskan nyamuk jantan tersebut ke lingkungan.

Dengan satu klik, tutup alat tersebut terbuka dan desiran kipas membuat nyamuk terlepas.

Alat itu sendiri diberi nama Gravitraps yang akan menerbangkan 150 nyamuk jantan.

HomeLane

Ilustrasi nyamu menggingirt manusia.

Nantinya setelah terlepas si nyamuk jantan akan mencari pasangan betina untuk melakukan perkawinan. Namun dari perkawinan itu mereka tak akan bisa memiliki anak.

Melansir dari Strait Times, Badan Lingkungan Nasional Singapura (NEA) melakukan pelepasan nyamuk di wilayah Yishun dan Tampines yang menyumbang kasus DBD banyak di negara itu.

Proyek pelepasan nyamuk laboratorium di kota itu ditargetkan akan selesai pada Maret 2022.

"Hasil awal yang menggembirakan dari lokasi penelitian ini memberi kami keyakinan untuk memperluas pelepasan ke lebih banyak wilayah," kata Associate Professor Ng Lee Ching, direktur Institut Kesehatan Lingkungan NEA.

Mengutip dari laman NEA, pelepasan nyamuk laboratorium ini hanya menargetkan dan menekan Aedes aegypti, vektor utama demam berdarah, chikungunya maupun Zika di Singapura.

Adapun jenis nyamuk lain tidak terpengaruh oleh pelepasan.

Baca Juga: Cara Mendesain Inner Court di Rumah Tropis tanpa Memberi Peluang Nyamuk Memasuki Ruang

Karena itulah, Nea mengklaim bahwa nyamuk Wolbachia-Aedes ini tidak memiliki dampak ekologis yang berarti.

Di Singapura setidaknya ada 180 spesies nyamuk yang teridentifikasi.

Kasus Demam Berdarah di Singapura

Singapura yang berpenduduk sekitar 5,7 juta orang, tahun ini telah mencatat adanya 26.000 kasus demam berdarah yang melampaui rekor 2013 yang di mana kasusnya ada sebanyak 22.000.

Demam berdarah di Singapura telah menyebabkan 20 orang meninggal di (Agustus 2020).

Sebagai perbandingan, data yang sama di tahun sebelumnya, demam berdarah hanya menyebabkan 27 orang meninggal dengan 56.000 kasus.

Singapura sangat serius mengatasi nyamuk-nyamuk ini.

Negara tersebut bahkan mendenda orang yang melanggar peraturan anti nyamuk, seperti meninggalkan pot tanaman yang penuh genangan air.

Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul Melihat Cara Singapura Mengatasi Wabah DBD.. #Berbagiidea #Berbagicerita #Bisadarirumah #Gridnetwork #Rumahtropis

(*)

Editor : Johanna Erly Widyartanti