Nih Pasal Kontroversial dalam Undang-undang Rumah Susun!

Sabtu, 01 Maret 2014 | 04:30
Maulina Kadiranti

Nih Pasal Kontroversial dalam Undang undang Rumah Susun

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011, yang mengatur tentang Rumah Susun (rusun), ternyata mengandung sejumlah pasal kontroversial. Akibatnya, pengadaan dan pengelolaan rusun disesuaikan menurut tafsir dan kepentingan masing-masing. Pengamat rusun, Sujoko, mengungkapkan hal tersebut dalam diskusi "Menyoal Pasal-pasal Kontroversial Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun", di Jakarta, Kamis (27/2/2014).

"Pemilik, pengembang, dan perhimpunan penghuni punya bahasa dan pemahaman sendiri. Jadi yang berkembang kemudian adalah multitafsir. Ada 11 pasal yang masih mengundang perdebatan dan diartikan secara beragam," ujar Sujoko.

Sementara itu, pakar hukum properti, Erwin Kallo, mengatakan bahwa pengganti UU Nomor 16 Tahun 1985 tersebut dibuat oleh orang-orang tidak memahami kondisi aktual tentang rumah susun. Menurutnya, mereka orang yang tidak paham rusun dan hukum. "Akibatnya, regulasi yang diproduksi sangat abu-abu. Jangankan tentang aspek teknis, aspek filosofis seperti kepemilikan saja tidak jelas. Kalau rumah susun strata kepemilikannya terpisah dengan common area. Nah, bagaimana dengan rusun sewa, rusun dinas dan lain-lainnya, kan tidak bisa dimiliki," ujar Erwin.

Adapun pasal-pasal kontroversial tersebut di antaranya adalah, pasal 16 ayat 2, 3 dan 4 yang mencantumkan, bahwa:

Ayat 2: "pelaku pembangunan rumah susun komersial wajib menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20 persen dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun".

Ayat 3: "keajiban dapat dilakukan di luar lokasi kawasan rumah susun komersial pada kabupaten/kota yang sama".Ayat 4: "ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban menyediakan rumah susun umum sebagaimana dimaksud ayat 2 dan 3 diatur dalam peraturan pemerintah".

Menurut Sujoko, pasal ini sangat memberatkan bagi pengembang. Terlebih di kota-kota besar, sangat sulit mencari lokasi yang masih dalam kabupaten dan kota yang sama.

"Saya mengusulkan jalan keluarnya, pengembang memberikan dana dengan cara konversi atau bangunan secara hibah atas dasar kesepakatan.

Pasal lainnya adalah pasal 59. Pasal ini mengatur tentang masa transisi pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3RS) yang ditetapkan paling lama satu tahun sejak penyerahan pertama kali satuan rusun kepada pemilik.

"Perlu kejelasan mengenai penyerahan secara fisik atau hak kepemilikan satuan rusun berupa sertifikat hak milik," ujar Sujoko. Aspek-aspek hukum yang belum tersosialisasi inilah akar masalah pertikaian sebenarnya. Erwin mengusulkan, sebelum memproduksi UU baru, seharusnya pemerintah dan legislatif melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara intensif.

Sumber: properti.kompas.com

Tag

Editor : Maulina Kadiranti