RUU Tapera, Rapor "Merah" Menteri Perumahan Rakyat

Senin, 10 Maret 2014 | 05:15
Maulina Kadiranti

RUU Tapera Rapor Merah Menteri Perumahan Rakyat

Janji Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz, yang dengan optimistis menyatakan bahwa Rancangan Undang-undang Tabungan Perumahan (RUU Tapera)akan disahkan pada 7 Januari 2014 ternyata tidak kesampaian. Pengesahan RUU Tapera mundur lagi.

Saat itu, kepadaKompas.comdi Griya Indah Serpong, Gunung Sindur, Bogor, Jumat (20/12/2013) lalu, Faridz mengatakan bahwa usulannya soal Tapera sudah disetujui DPR dan akan disahkan dalam rapat final. Menpera bahkan mengatakan akan membentuk badan khusus untuk mengelola tabungan tersebut.

"Usulan kami sudah disetujui DPR dan akan disahkan dalam rapat final pada 7 Januari 2014 mendatang. Setelah itu akan dibentuk sebuah badan khusus yang mengelola Tapera," ujarnya.

Tak hanya itu. Kementerian Perumahan Rakyat bahkan menargetkan RUU Taperaakan diundangkan pada minggu kedua Februari 2014 lalu.

"Mudah-mudahan minggu depan Tapera diselesaikan di Panja (Panitia Kerja) dan bisa dibawa ke Paripurna, diundang-undangkan," ujar Menpera Djan Faridz di Jakarta, Rabu (5/2/2014).

Nyatanya, RUU Taperaseperti bunyi air yang hanya kencang di hulu saja, namun tak sampai terdengar sampai muara. Pasalnya, sejak itu tak terdengar lagi "woro-woro" RUU Tapera disahkan. Keadaan justeru berbalik, karena pengesahan RUU ini justru mundur hingga usai Pemilu April 2014 nanti, tepatnya pada 10 Mei mendatang.

Lucunya, informasi itu tidak dimunculkan oleh pihak Kemenpera. Berita tersebut justeru didapatkan dari Ketua Panitia Khusus UU Tapera DPR RI, Yoseph Umar Hadi, saat dihubungiKompas.com,Sabtu (8/3/2014). Dia memastikan, pembahasan RUU Taperatidak akan memasuki masa sidang keenam.

"Begitu reses rampung dan Pemilu selesai, secepatnya kami selesaikan," ujarnya.

Pemilu

Tidak tuntasnya mengawal RUU Taperaagar bisa dinikmati masyarakat bawah tahun ini tampaknya semakin menambah tebal warna "merah" rapor Menpera Djan Faridz. Pasalnya, Taperaadalah alternatif pembiayaan yang berkeadilan karena tabungan ini memungkinkan seluruh masyarakat bisa memiliki rumah.

Dirunut ke belakang, masalah perumahan untuk rakyat bawah pun, rasanya, makin jauh dari harapan untuk terwujud, terutama dengan tak tuntasnya Tapera. Data terakhir yang terekam hingga 10 Desember 2013 lalu, jumlah unit rumah rakyat dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 87.765 unit, atau sebesar 72,5 persen dari target penyaluran di 2013 yang sebesar 121.000 unit.Hingga saat ini, masalah perumahan seolah tak tersentuh maksimal sehinggabacklogatau angka kekurangan hunian yang dibutuhkan masyarakat Indonesia saat ini mencapai 15 juta unit. Jumlah tersebut pun diprediksi akan terus naik sebesar 700.000 unit setiap tahun. Pada Desember 2013 lalu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS),backlogmencapai13,6 juta unit dan tidak pernah berkurang.Hingga 12 September 2013, realisasi penyaluran dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk KPR subsidi mencapai Rp 3,163 triliun. Dana tersebut digunakan untuk membantu pembangunan 62.076 rumah.

Padahal, dana FLPP tahun 2013 dianggarkan sebesar Rp 6,97 triliun atau setara dengan target penyaluran KPR sebanyak 121.000 rumah. Dengan kata lain, hingga paruh kedua tahun ini, Kemenpera baru menyalurkan 45,38 persen dari total anggaran dan 51,3 persen jumlah target pembangunan rumah. Bahkan, hingga masuk pertengahan Desember 2013, target KPR FLPP yang baru terealisasi hanya mencapai 72 persen.

Lega

Sementara menunggu RUU disahkan, para pelaku industri properti justru merasa lega. DikonfirmasiKompas.com,Sabtu (8/3/2014), Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Eddy Ganefo mengaku malah setuju dengan penundaan pengesahan RUU Taperatersebut. Menurut dia, pembahasan RUU Taperaterlalu tergesa-gesa.

"Memang, niat awalnya Tapera ini sangat bagus. Bahkan, saya dengan Pak Sri Hartoyo (Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat, red) dari awal melemparkan Tapera ini ke publik. Tapi, ternyata dalam pembahasan sangat tergesa-gesa dan sepertinya terlalu dipaksakan. Saya jadi khawatir hasilnya tidak akan sempurna," ujar Eddy.

Eddy juga mengungkapkan bahwa dia melihat ada oknum yang memanfaatkan pembahasan RUU Taperauntuk mencari keuntungan.

"Kelihatan dalam pembahasan, seperti ada yang ingin 'berebut kue', ini bahaya sekali. Jadi, saya setuju Tapera ditunda saja dahulu," tandasnya.

Sumber: properti.kompas.com

Tag :

Editor : Maulina Kadiranti