iDEAonline – Coba perhatikan penomoran dari benda-benda di sekitar Anda.
Bisa berupa gedung, nomor rumah, nama produk, dll; umumnya tidak menggunakan angka 4.
Fenomena ini biasanya terjadi di Asia Timur yang menjalar hingga Asia Tenggara.
Seolah-olah angka 4 sengaja dijauhi. Ada apa?
Di Asia Timur, ketakutan pada angka 4 atau tetrafobia menjadi fenomena yang sangat umum.
Ini terjadi lantaran dalam bahasa Mandarin empat (pinyin: si, jyutping: sei), bunyinya mirip dengan kata kematian (pinyin: si, jyutping: sei).
Begitu juga dalam bahasa Asia Timur lain, shi (bahasa Jepang) dan sa (bahasa Korea). Pelafalannya terdengar sama dengan kematian.
Maka, menurut tradisi Tionghoa dan fengshui, angka 4 dipercaya sebagai simbol bencana, tidak mendatangkan keberuntungan, dan berbagai hal yang mengarah pada kegagalan.
Bila disejajarkan dengan alfabet pun, huruf keempat adalah “D” yang bisa berarti “death”.
Sebagian orang juga menghubungkannya dengan angka sial dari kebudayaan Barat, yaitu 13 (1+3=4). Walhasil, mitos ini makin menjadi-jadi.
Kepercayaan ini begitu kuatnya, bahkan sampai beberapa produk elektronik yang tergolong modern ikut menghindarinya, seperti kamera merek Canon, ponsel Nokia, tidak mencantumkan angka 4 pada nomor serinya.
Kita juga tidak menemui penomoran lantai di gedung yang canggih sekalipun yang menunjukkan 4, 14, 24, 34, 40-49, dst.
Sebagai gantinya, digunakan penomoran 3A, 12A, atau 23A.
Reporter Rusman Nurjaman
Berita ini dipublikasikan pertama kali oleh intisari.grid.id dengan judul “Mengapa Banyak Gedung Bertingkat Menghindari Angka 4 Untuk Penomoran Lantainya?”