Pengembang kota cerdas harus mempertimbangkan risiko ancaman keamanan dunia maya pada proyek mereka. Di tengah kecanggihan teknologi informasi, keamanan data calon pembeli pun turut menjadi taruhan. Saat ini, berbagai negara di kawasan Asia Pasifik tengah berlomba mengembangkan kota cerdas.
Sebut saja Jepang dan Korea yang membanggakan proyek kota cerdas mereka. Demikian halnya India yang telah mengumumkan niatnya untuk mengubah 100 kota di negara tersebut sebagai kota cerdas.
Lain halnya China yang kini telah memulai tranformasi kota cerdas di 500 kotanya, serta Singapura yang sejak 2014 telah membanggakan diri sebagai Negara Cerdas.
Bahkan pada 18 Maret lalu, Australia menyatakan diri siap mengucurkan investasi senilai 23 juta dollar AS untuk mendukung pengembangan kota-kota pintar di Asia Tenggara. Karena itu, investasi infrastruktur digital semakin penting bagi kota-kota untuk menciptakan lingkungan yang lebih layak huni dan menarik serta mempertahankan talenta terbaik.
"Mempertimbangkan akselerasi wilayah dalam penggunaan Internet of Things (IoT) dan ketergantungan yang tinggi pada pengumpulan data dan analisis, sangat penting bagi kota cerdas untuk mengembangkan perlindungan efektif terhadap risiko dunia maya,” kata Chief Operating Officer Jones Lang Lasalle (JLL) Asia Pacific Albert Ovidi dalam keterangan tertulis, Senin (2/4/2018).
JLL berkolaborasi dengan Tech In Asia menganalisa konvergensi properti dan teknologi di 13 pasar di seluruh kawasan. Analisa meliputi bagaimana penerapan teknologi di dalam industry real estate perkotaan, infrastruktur dan layanan.
Dalam laporannya, semakin pesat perkembangan teknologi di dalam industri properti, maka risiko terhadap ancaman dunia maya semakin meningkat. Kendati sebagian besar proptech start-up lebih banyak melayani sektor perumahan, bukan berarti sektor komersial terhindar dari risiko.
"Banyak inovasi menarik yang dikembangkan di sektor proptech, seperti kontrol rumah pintar atau drone untuk manajemen properti, memiliki potensi untuk meningkatkan pengalaman pengguna, menghemat waktu, uang dan energi," kata Chief Information Officer JLL Asia Pacific George Thomas.
“Sebagai perusahaan, kami berkomitmen untuk memanfaatkan teknologi terbaru untuk menyediakan produk dan layanan baru bagi klien kami. Tetapi kami juga harus mempertimbangkan implikasi dari keamanan data dan privasi ketika sektor ini berkembang,” tutur George.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan pengembang kota cerdas untuk menekan potensi pencurian data yakni dengan melakukan konvergensi Blockchain dan IoT (BIoT). Konvergensi ini memungkinkan akses real tima ke data dari sensor dengan perlindungan yang ditawarkan blockchain.
Di samping itu, pemerintah juga perlu memperkuat sistem keamanan teknologi informasi domestik mereka. Pemerintah perlu berkolaborasi dengan mitra internasional untuk saling berbagai data intelijen, peningkatan ancaman identifikasi, dan membangun infrastruktur perlindungan yang lebih canggih. (Dani Prabowo)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengembang Kota Cerdas Harus Antisipasi Potensi Pencurian Data",