2 Cagar Budaya Utuh Setelah Gempa Palu, Salah Satunya Makam Penyiar Agama Islam

Sabtu, 06 Oktober 2018 | 10:11
KOMPAS.com/ROSYID A AZHAR

Masjid Tua Wani

IDEAonline - Jumlah rumah rusak akibat gempa bermagnitudo 7,4 dan tsunami di Sulawesi Tengah meningkat menjadi 66.238 unit.

Dari total rumah yang rusak, tercatat 65.733 unit rumah berada di wilayah Sulawesi Tengah, dan 505 unit rumah berada di Sulawesi Barat.

Data tersebut dihimpun oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Kamis (4/10/2018) pukul 14.00 WIB.

Menurut Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho, rumah rusak mayoritas rusak karena guncangan gempa, serta tersapu gelombang tsunami.

Jumlah tersebut, kata Sutopo, masih akan terus bergerak seiring dengan pendataan yang dilakukan petugas.

Baca Juga : Perumahan di Kabupaten Sigi Kokoh Meski Diguncang Gempa, Apa Rahasianya?

Dari puluhan ribu bangunan yang rusak, ternyata ada dua bangunan di Kota Palu yang masih kokoh berdiri.

Cagar Budaya Masjid Tua Wani dan Makam Datu Karama selamat dari amukan gempa dan tsunami di Kota Palu.

Kedua bangunan ini masih berdiri kokoh.

Juru peliharanya juga ditemukan selamat di pengungsian oleh tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Gorontalo.

"Meski selamat kami tetap melakukan peninjauan di lapangan untuk mengetahui detailnya," kata Faiz, arkeolog BPCB yang dikutip dari Kompas.com saat meninjau kondisi cagar budaya ini, Jumat (5/10/2018).

Baca Juga : Ambruk Terkena Gempa Palu, Ahli Ungkap Alasan Jembatan Kuning Tak Usah Dibangun Lagi

Secara fisik, kondisi dan konstruksi bangunan Masjid Tua Wani masih cukup baik dan berdiri kokoh meskipun berada tepat di pesisir pantai.

Tim BPCB menemukan kerusakan bangunan berupa retakan kecil pada dinding dan lantai masjid.

Cagar budaya makam Datu Karama yang lokasinya berada di Kampung Lere tidak mengalami kerusakan berarti.

"Makam Datu Karama tidak jauh dari pusat tsunami," ujar Faiz.

Makam yang berusia ratusan tahun ini hanya mengalami kerusakan pada pagar pembatas yang terdapat di dalam bangunan makam.

Baca Juga : Jadi Santapan Gempa, Begini Alasan Jenis Bangunan Baru di Palu Ini Mudah Roboh!

Facebook/Tasman Jen
Facebook/Tasman Jen

Tasman Zen dan kawan-kawan ziarah ke makam Dato Karama, ulama penyebar Islam asal Minangkabau di Palu (kiri) dan Gong perdamaian yang dibangun sebagai perlambang perdamaian di Poso (kanan).

BPCB Gorontalo akan melakukan konsolidasi berupa perkuatan terhadap bagian yang rusak.

Kedua cagar budaya tersebut memiliki umur ratusan tahun dan terkait dengan masuknya Agama Islam di Palu.

Datuk Karama atau yang lebih dikenal Syekh Abdullah Raqie adalah tokoh penyebar agama Islam pertama di Kota Palu.

Datuk Karama atau Syekh Abdullah Raqie adalah seorang ulama Minangkabau yang pertama kali menyebarkan agama Islam ke Tanah Kaili atau Bumi Tadulako, Sulawesi Tengah pada abad ke-17.

Awal kedatangan Datuk Karama di Tanah Kaili bermula di Kampung Lere, Lembah Palu (Sulawesi Tengah) pada masa Raja Kabonena, Ipue Nyidi memerintah di wilayah Palu.

Baca Juga : Ambruk Terkena Gempa Palu, Ahli Ungkap Alasan Jembatan Kuning Tak Usah Dibangun Lagi

Selanjutnya Datuk Karama melakukan syiar Islam-nya ke wilayah-wilayah lainnya di lembah Palu yang dihuni oleh masyarakat Suku Kaili.

Wilayah-wilayah tersebut meliputi Palu, Donggala, Kulawi, Parigi dan daerah Ampana.

Perjuangan Datuk Karama akhirnya berhasil mengajak Raja Kabonena, Ipue Nyidi beserta rakyatnya masuk Islam, dan dikemudian hari Ipue Nyidi dikenang sebagai raja yang pertama masuk Islam di Lembah Palu.

Datuk Karama atau Syekh Abdullah Raqie tak kembali lagi ke Minangkabau.

Sampai akhir hayatnya, dia dan keluarganya beserta pengikutnya terus menyampaikan syiar Islam di Lembah Palu, Tanah Kaili, Sulawesi Tengah.

Setelah wafat, Datuk Karama dimakamkan di Kampung Lere, Palu (Kota Palu sekarang).

Baca Juga : Potret Kerusakan Kota Palu Setelah Bencana Gempa Bumi dan Tsunami

Makam Syekh Abdullah Raqie atau Datuk Karama kemudian hari menjadi Kompleks Makam Dato Karama.

Di dalam kompleks itu terdapat makam istrinya yang bernama Intje Dille dan dua orang anaknya yang bernama Intje Dongko serta Intje Saribanu.

Ada juga makam para pengikut setianya yang terdiri dari 9 makam laki-laki, 11 makam wanita, serta 2 makam yang tidak ada keterangan di batu nisannya

Beberapa tahun silam, Pemerintah Kota (Pemkot) Palu menyetujui Makam tokoh penyebar agama Islam pertama di Kota Palu menjadi salah satu obyek wisata religi.

Makam yang terletak di Jalan Rono, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat ini selalu ramai di kunjungi wisatawan, baik itu wisatawan lokal maupun wisatawan asing. (*)

Baca Juga : Potret Kerusakan Kota Palu Setelah Bencana Gempa Bumi dan Tsunami

Editor : Alfa