Laporan wartawan IDEAonline, Rebi
IDEAonline -Hari Santri Nasional diperingati setiap tanggal 22 Oktober.
Penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional ini dilakukan oleh Presiden Jokowipada 2015 lalu.
Presiden Jokowi menandatangani Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasionalpada Kamis (15/10/2015).
Jokowimengungkapkan alasannya menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional adalah sebagai bentukpenghargaan negara kepada para santri dan ulama.
Menurut Jokowi,santri dan ulama memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga : Dipercaya Dibangun Oleh Ribuan Jin, Masjid 10 Lantai Ini Jadi Sorotan
Berbagai kegiatan dilakukan untuk memperingati Hari Santri Nasional mulai dari tausyiah, lomba hingga kirab budaya.
Untuk menyambut Hari Santri Nasional, tidak ada salahnya IDEA Lovers untuk menilik tampilan masjid yang ada diLasem, Kabupaten Rembang.
Selain dikenal sebagai Kota Tiongkok Kecil, Lasem juga dikenal dengan sebutan Kota Santri.
Jika berkunjung ke Lasem, Rembang, IDEA Lovers pasti akan menemukan sebuah masjid yang sangat ikonik, namanya Masjid Jami Lasem.
Baca Juga : Masjid Terapung di Palu yang Banyak Dikagumi, Begini Penampakannya Sebelum Tsunami
Masjid Jami Lasem terletak di Desa Kauman, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.
Masjid Jami Lasem berada di sebelah jalan raya pantai Utara Jakarta-Surabaya dan Kampung Pecinan.
Masjid ini merupakan bangunan dengan perpaduan arsitektur tiga budaya.
Hal ini jugalah yang membuat masjid ini menarik dan ikonik, tidak hanya sebagai masjid terbesar di Lasem tapi juga masjid yang bernilai arsitektur dan sejarah yang tinggi.
Baca Juga : Dihiasi Interior Blink-blink, Begini Megahnya Masjid Nasir Al Mulk
Masjid Jami Lasem merupakan hasil perpaduan budaya Tionghoa, Hindu dan Islam.
Menurut Kusumaningdyah N.H, dosen program studi arsitektur Universitas Sebelas Maret (UNS), perpaduan arsitektur terlihat jelas pada bagian-bagian masjid. Pertama-tama terlihat dari atap meru masjid.
"Kita bisa melihat atap meru, atap tertinggi masjid, merupakan perpaduan tiga budaya antara Islam, Hindu, dan Tionghoa", ujar Kusumaningdyah.
Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh Abdullah, pengurus Masjid Jami Lasem. Menurutnya, atap tertinggi atau meru disebut dengan mustaka Masjid.
Baca Juga : Rumah Batik Kidang Mas di Lasem, Perpaduan Arsitektur Tionghoa dan Jawa
Mustaka masjid merupakan perpaduan arsitektur yang juga menunjukkan toleransi. Mustaka masjid Jami saat ini disimpan dalam kotak Jeruji agar tetap terjaga keamanannya.
Sementara itu, mustaka masjid diganti dengan bahan lain yang lebih ringan dengan aristekturnya tetap memperlihatkan perpaduan budaya.
Kusumaningdyah menegaskan bahwa selain melihat dari atap meru mesjid, kita juga bisa melihat perpaduan tiga budaya lewat warna dan ornamen masjid.
"Biasanya warna mencirikan budaya yang mempengaruhinya. Misalnya warna hijau menunjukkan bahwa bangunan dipengaruhi Islam. Meskipun begitu, warna tak bisa dijadikan patokan yang pasti, yang terlihat jelas biasanya dari corak ornamen", lanjutnya
Baca Juga : Siapapun Terpanah Saat Melihat Masjid Ini, Ada Lukisan Mozaiknya, Loh!
Menurut Abdullah, akulturasi dalam bentuk arsitektur juga terlihat di makam Mbah Sambu.
Mbah Sambu sendiri merupakan sesepuh Lasem. Anaknya, K.H Baidlowi juga merupakan tokoh penting di Lasem. Makamnya juga berada di kompleks Masjid Jami Lasem.
Makam Mbah Sambu ini dikelilingibangunan berarsitektur Tionghoa yang dipadu dengan arsitektur Jawa-Islam (*)