Follow Us

Milenial Bujet Terbatas Banyak Maunya, Siasat Arsitek Bikin Hunian Mereka

Johanna Erly Widyartanti - Rabu, 19 Agustus 2020 | 23:12
Ilustrasi hunian mungi untuk minimalis living.
dok. cdn.home-designing.com

Ilustrasi hunian mungi untuk minimalis living.

IDEAOnline-Menciptakan hunian yang memenuhi tuntutan gaya hidup milenial masa kini yang spesifik membuat para arsitek dan desainer interior harus memutar otak.

Apalagi, generasi milenial terkenal sangat perhitungan dengan bujet.

“Mereka memang terbatas sekali dengan bujet. Tapi tahu apa yang mereka inginkan.

Cuma mereka kurang paham bagaimana mengimplementasi apa keinginannya dengan bujet yang ada. Mereka banyak maunya tapi bujetnya enggak cukup,” tutur Mande Austriono Kanigoro, arsitek DFORM

Di sinilah arsitek dan desainer interior harus berperan aktif mengedukasi dan dituntut semakin kreatif mencari solusi atas keterbatasan dana.

Solusi yang ditawarkan para arsitek tidak semata menyelesaikan masalah yang sifatnya fisik.

Contohnya adalah Ardy Hartono Kurniawan, arsitek dari Dua Studio, yang membangun rumah berukuran 4 m x 6 m x 6 m, dengan tujuan membuat rumah dengan ruang-ruang yang dapat mengkrabkan penghuninya.

Baca Juga: Sontek Cara Pasangan Muda Ini Menata Rumah Mungillnya, Tetap Kreatif!

Ilustrasi konsep micro living untuk siasati hunian dengan lahan sempit bagi milenial.
Foto Dok IDEA

Ilustrasi konsep micro living untuk siasati hunian dengan lahan sempit bagi milenial.

“Ruang-ruang dalam rumah dibagi tanpa menggunakan dinding pemisah, melainkan menggunakan strategi split level, karena open plan, maka muncul kesan lega, dan di saat yang sama, privasi tetap terjaga,” papar Ardy.

Lokasi rumah yang terletak di gang sempit juga mendukung suasana intim tersebut, karena penghuninya bisa saling menyapa tetangga.

Aktivitas yang jarang terlihat di kompleks-kompleks perumahan sekarang inilah yang ingin dikembalikan.

Masih senada dengan itu, Nuarista Edi Nugraha, HDII Jakarta, mengamati bahwa keterikatan generasi milenial dengan gadget-nya, membuat interaksi langsung dengan orang lain berkurang.

“Bahasa di media sosial, berbeda kan dengan orang ngobrol. Karena kalau ngobrol ada tatapan mata, kita lihat gestur. Jadi kita lebih bisa berempati,” jelasnya.

Karena itu, ia mengusulkan untuk membuat desain ruang yang lebih intim.

Baca Juga: Fakta: Milenial Bisa Beli Rumah Meski Tak Punya Pekerjaan Tetap, Dekat Stasiun Bisa Jadi Pilihan!

Ilustrasi open plan apartment for minimalist living.
FOTO YANNIS RUDOLF PRATASIK PROPERTI NEDYA LOEREN, MENTENG, JAKARTA PUSAT

Ilustrasi open plan apartment for minimalist living.

Dan menurutnya, desain sangat membantu mewujudkan ini.

“Saya pernah ketemu satu tempat usaha sebuah kafe yang enggak pasang wifi, dan mereka menulis: maaf tidak ada wifi, silahkan mengobrol,” ceritanya.

Di satu sisi, ketiadaan wifi bisa dilihat sebagai kekurangan, tetapi di sisi lain, positif, jika ingin mendekatkan hubungan personal.

Sementra Mande mengatakan bahwa milenial kerap menciptakan sistem baru, salah satunya menghilangkan peran penengah, yaitu developer, seperti pada konsep co-housing.

Ia telah merancang sebuah co-housing yang dinamainya DF Housing.

“Saya menghilangkan peran developer, sebenarnya. DF Housing itu menyatukan orang di dalam sebuah komunitas yang akhirnya orang-orang itu mencari tanahnya sendiri, membangunnya sendiri, trus membiayai sendiri. Jadi mereka bisa langsung menghubungi bank tanpa harus melalui developer,” ujarnya.

Baca Juga: Kunci Digital, Solusi Cerdas Kaum Milenial agar Lebih Aman dan Praktis

#berbagiIDEA

Editor : Maulina Kadiranti

Latest