Kevin Munro, seorang ilmuwan audiologi yang ikut terlibat dalam tim riset Manchester mengatakan, teori yang disampaikan Stewart masuk akal.
"Pembuluh kapiler di telinga bagian dalam adalah yang terkecil di tubuh manusia, jadi tidak perlu banyak waktu untuk memblokirnya," katanya.
Munro dan tim di Universitas Manchester kini sedang merencanakan studi lebih besar untuk melihat hubungan Covid-19 dengan gangguan pendengaran.
Pengobatan Munro dan Stewart mengatakan pengobatannya adalah steroid oral dosis tinggi.
Obat itu tampaknya telah membantu Liam, seorang siswa berusia 23 tahun, yang kehilangan 70-80 pendengar pendengaran di telinga kirinya setelah infeksi Covid-19.
Baca Juga: Bisa Sebabkan Kematian pada Pasien Covid-19, Apa Itu Badai Sitokin?
Liam tertular Covid-19 pada bulan Juni, dan mengalami demam, sakit kepala, dan kelelahan selama berminggu-minggu.
Setelah dia mulai merasa lebih baik, dia tiba-tiba kehilangan pendengarannya dan menderita tinnitus (suara berdering atau berdengung di telinga).
Setelah menghabiskan satu putaran steroid, Liam berkata sudah bisa mendengar kecuali nada tinggi.
Namun, suara dengung masih ada dan dokternya mengatakan tinnitus itu tak akan pernah hilang.
"Benar-benar mengerikan," kata Liam, yang meminta agar nama belakangnya tidak digunakan untuk melindungi privasinya.