Follow Us

Susah Menyalurkan Air di Jakarta. Inilah Penyebabnya!

Devi F. Yuliwardhani - Kamis, 28 Maret 2013 | 03:00
Susah Menyalurkan Air di Jakarta
Devi F. Yuliwardhani

Susah Menyalurkan Air di Jakarta

Menurut Meyritha Maryanie, Coprorate Communications and Social Responsibilities Head Palyja, ketersediaan air bersih di Jakarta belum memenuhi harapan penduduk Jakarta. Untuk bisa memenuhi harapan setidaknya harus mencapai target 80% jelang 2015, sementara di Jakarta baru 60% dengan catatan untuk wilayah yang terjangkau pipa. Kemudian, apa saja yang menjadi penyebab menurunnya suplai air?

Pertama, Ketersediaan air tanah yang semakin menipis. Terlihat dari permukaan tanah yang turun hingga 12,1% karena penyedotan air tanah yang luar biasa banyak dalam beberapa tahun terakhir. Penyedotan air tanah terbanyak diserap oleh bangunan komersial skala besar, yaitu hotel, mall, dan sebagainya. Ironisnya, penyedotan tanah ini terbilang ilegal karena pengeboran banyak dilakukan sampai kedalaman 30meter lebih.

Kedua, Saat ini di Palyja terdapat 5.400km pipa dengan pembagian 2.400km pipa baru dan sisanya yang masih menggunakan pipa lama dari jaman Belanda yang telah ada dari 60 tahun lalu. 3000km pipa tua inilah yang kemudian harus diremajakan, diganti dengan pipa baru yang lebih berkualitas dan memenuhi standar kelayakan distribusi air perpipaan. Peremajaan pipa ini diharapkan dapat menghindari kemungkinan kebocoran pipa air bersih yang pernah terjadi pada 2011 lalu di Kalimalang.

Ketiga, tindak pencurian air yang terus berlangsung hingga sekarang. Menindak hal ini memang memerlukan law enforcement yang kredibel dan hukuman yang bisa memberikan efek jera bagi pelaku. Sayangnya, hukuman yang diberlakukan bagi para pencuri air termasuk ringan, yaitu 8 bulan kurungan. Kerugian yang ditanggung tampak tidak seimbang dengan hukuman yang diberikan, hal inilah yang membuat pelaku enggan jera meskipun pernah merasakan kurungan. Mey juga menambahkan bahwa ada kemungkinan sindikat pencurian air ini sudah terorganisir, melihat dari skala pencurian yang besar dan operasionalnya yang rapih.

Kami sudah menurunkan persentase kehilangan air dari 60% menjadi 37,8%. Peningkatan pelanggan yang mencapai 400.000 orang (2 kali lipat dari tahun sebelumnya) tidak seimbang dengan ketersediaan air. Sejak 1998 sudah tidak ada tambahan air baku yang signifikan. Kapasitas Palyja 8.300liter/s, 61% dari angka ini menggunakan air baku dari waduk Jatiluhur melalui, kemudian 34% dipasok dari air yang sudah diolah di Tangerang dengan harga yang tinggi, yaitu Rp2.300 perkubik dan 5% diambil dari air Jakarta sebesar 400liter/s, yaitu kali Krukut dan taman kota sebesar 120liter/s. " Jika saja ada tambahan dari dalam Jakarta, misalnya dari waduk atau dari air sungai yang bisa dipakai akan dapat meningkatkan pasokan air dari dalam Jakarta sendiri," ujarnya.

Dari segi pipanya sendiri, Palyja sudah melakukan tindak pencegahan dengan mendeteksi kebocoran pipa di beberapa titik. Kebocoran pipa terbagi dua, kebocoran yang terlihat dan tidak terlihat. Saat Anda melihat air bersih tergenang di jalan, maka ini dikategorikan kebocoran yang terlihat, namun air yang keluar dari pipa di dalam tanah maka disebut kebocoran tidak terlihat. Sejak 2007, Palyja sudah menggunakan deteksi helium dengan memasukkan gas ke dalam pipa dan yang terbaru di 2012 yaitu memasukkan kamera ke dalam jaringan pipa untuk melihat langsung kebocoran yang terjadi.

" Kebocoran yang dilakukan oleh oknum tertentulah yang justru menyulitkan karena law enforcement yang lemah. Hal ini terlihat dari bagaimana peristiwa ini terus berulang. Tercatat ribuan kasus pencurian air terjadi mulai dari 2003 hingga sekarang, pelakunya pun beragam mulai dari skala kecil di rumah yang ironisnya adalah pelanggan kita sendiri hingga skala besar. Palyja sendiri mengaku telah melakukan beberapa tindak antisipasi, namun mengawasi pipa sepanjang 5.400km jelas bukan hal mudah," ungkap Mey.

Foto: iDEA/Indra Zaka Permana

Editor : Devi F. Yuliwardhani

Latest