Kisah: Soekarno Tidak Hanya Sebagai Proklamator Kemerdekaan, Tetapi Juga Sebagai Arsitek Indonesia
- Jumat, 09 Februari 2018 | 08:00
iDEAonline – Agustus selalu identik dengan kemerdekaan, pun dengan presiden pertama Indonesia, Soekarno. Ya, banyak yang belum diketahui bahwa presiden pertama Indonesia ini merupakan seorang arsitek.
Dikutip dari buku Bung Karno sang arsitek: kajian artistik karya arsitektur, tata ruang kota, interior, kria, simbol, mode busana, dan teks pidato, 1926-1945 yang ditulis oleh Yuke Ardhiati, Soekarno merupakan alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng yang sekarang bernama ITB. Soekarno muda memang menyenangi mata kuliah Menggambar Arsitektur walaupun ia lulus dari Teknik Sipil.
Technische Hoogeschool te Bandoeng atau ITB (koleksi Nationaal Museum van Wereldculturen)
Ya, pada masa itu, Para mahasiswa yang berminat menekuni bidang arsitektur ketika itu harus meneruskan kuliah ke di Delft, Belanda karena Technische Hogeschool-Bandoeng belum memiliki Jurusan Arsitektur. Bagi mereka yang tidak memiliki kesempatan ke Belanda, bekerja magang di biro arsitek merupakan cara terbaik menjadi arsitek perancang.
Soekarno bersama mahasiswa pribumi Technische Hoogeschool te Bandoeng (Dok. dibawah bendera revolusi (buku))
Tidak hanya itu, Soekarno pun pernah mendirikan sebuah biro arsitek bersama kawannya pada masa kuliah, Ir. Anwari yang memiliki nama Biro Insinyur Soekarno & Anwari. Begitu juga dengan Ir. Roosseno, Biro Insinyur Roosseno dan Soekarno, di Jalan Banceuy pada tahun 1933. Namun, biro ini tidak berlangsung lama karena Soekarno berkecimpung ke dunia politik yang selanjutnya Bung Karno mendirikan PNI dan menjadi ketuanya.
Ir. Roosseno Soerjohadikoesoemo, teman Presiden Soekarno sekaligus Menteri Perhubungan Indonesia ke-7 (dok. kepustakaan-presiden.pnri.go.id)
Karya pertama Soekarno dalam mendesain bangunan adalah saat dirinya memiliki kesempatan magang sebagai juru gambar di biro arsitek milik sang profesor yang mengajarinya mata kuliah Menggambar Arsitektur, Profesor C.P. Wolff Schoemaker. Saat itu, Soekarno diberikan kesempatan mengembangkan desain paviliun Hotel Preanger yang sedang direnovasi.
Prama Grand Preanger pada tahun 1920-an (dok. Nationaal Museum van Wereldculturen)
Walaupun masuk ke dunia politik, semangat arsitektur Bung Karno tetap ada dengan rajin mengunjungi pameran dan kegiatan pembangunan. Tidak hanya itu, Bung Karno juga masih menyumbangkan ide dan gagasan desain untuk menciptakan wajah Indonesia terutama Jakarta meskipun dibantu oleh arsitek lain pada masanya.