IDEAonline-Berbicara mengenai furnitur, salah satu furnitur yang disukai oleh banyak orang adalah yang terbuat dari rotan.
Indonesia boleh berbangga, karena disinilah negara dengan penghasil rotan terbesar.
Terdapat sekitar 312 jenis rotan yang tumbuh di wilayah Indonesia dan 51 diantaranya adalah jenis rotan komersial.
Dari 51 jenis rotan komersial berikut, 20-30 jenis rotan paling banyak dimanfaatkan.
Baca Juga : 3 Inspirasi Kamar Mandi Unik, Bikin Aktivitas Mandi Jadi Lebih Nyaman
Dan potensi rotan nasional Indonesia berkisar di antara 70.000 – 210.000 ton.
Tidak heran jika Indonesia dikatakan sebagai salah satu pusat keanekaragaman rotan dunia.
Membahas rotan tidak lengkap rasanya jika meninggalkan kota Cirebon sebagai sentra kerajinan berbahan rotan.
Tidak hanya Cirebon, ada satu tempat lagi yang menjadi sentra rotan di Indonesia.
Baca Juga : Fotografer Candida Höfer Menangkap 600 Tahun Arsitektur Meksiko Lewat Foto
Katingan, namanya.
Mungkin banyak orang yang belum pernah mendengar nama Katingan.
Katingan merupakan salah satu kabupaten yang ada di Kalimantan Tengah.
Kabupaten ini memiliki potensi rotan yang cukup besar.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Kabupaten Katingan (2006), lahan rotan di Katingan mencakup kawasan lebih dari 325.000 hektar dan mampu menghasilkan rotan basah sebesar 99,4 ton per tahun.
Baca Juga : Hunian Mewahnya Ikutan Berhijrah, Arie Untung dan Fenita Arie Siap Tinggalkan Rumah
Ditemukan 41 jenis rotan yang berhasil diidentifikasi di beberapa wilayah di Katingan.
Diantara ke 41 jenis tersebut, hanya ada 2 jenis rotan yang dibudidayakan masyarakat yaitu rotan Irit/taman (Calamus trachycoleus) dan rotan Sigi/ Sega (Calamus caesius).
Kabupaten Katingan juga disebut sebagai sentra produksi rotan di Kalimantan Tengah karena hampir 50% penduduknya mata pencahariannya sebagai petani rotan.
Baca Juga : Sudah Tajir Milintir Sebelum Terkenal, Intip Hunian Ariana Grande yang Cetak Sejarah Baru di Billboard 100
Rotan Katingan sendiri sudah bersertifikasi FSC atau Forest Stewardship Council dan Katingan melalui Perkumpulan Pegrajin Rotan Katingan atau P2RK menjadi satu-satunya yang bersertifikasi di Indonesia.
Memiliki sertifikasi FSC juga tidak mudah, setidaknya harus memenuhi tiga persyaratan.
Pertama harus memiliki perlindungan terhadap lingkungan, kedua harus menghasilkan keuntungan terhadap proses produksi dan yang ketiga harus memberikan manfaat pada aspek sosial yaitu masyarakat pekerja.
Namun para pengrajin rotan di Katingan ini juga memiliki masalah yang cukup pelik.
Baca Juga : Jadi Tradisi Imlek, Singkirkan 5 Barang Ini dari dalam Lemarimu
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Sakariyas, Bupati Katingan.
“Katingan ada sentra produksi rotan di kalteng bahkan nasional.
Saya sudah berkali kali mengatakan bahwa warga membiayai hidup mereka dari rotan, selain karet.
Tapi beberapa waktu ini rotan terbuang.
Padahal rotan disini dianugerahi penghargaan.
Kita beberapa kali membuat mou dengan beberapa perusahaan tapi tidak ada hasil yang baik” ketika ditemui pada Rabu (30/1/2019).
Baca Juga : Disebut Bangunan Paling Angker, Hotel Ini Pernah Jadi Tempat Tinggal Para Pembunuh Paling Keji
Masalah yang dihadapi oleh P2RK menyangkut tata niaga atau penjualan dari rotan itu sendiri.
Menurut Indra Bayu Patimeleh selaku Forest Coordinator WWF Kalimantan Program Forest-Freshwater, Sebangau Katingan Landscape, harga rotan basah saat ini Rp 6,800 per kilo dan rotan kering Rp 1,300 per kilo.
Harga yang sangat murah jika dibandingka denga kerja keras para petani dan pengrajin rotan.
Untuk menangani masalah itu, WWF bekerja sama denga IKEA melakukan program pendampingan kepada P2RK untuk mengembalikan ‘harga diri rotan’.
“Kita ingin program ini bisa meningkatkan profiling dari petani rotan.
Baca Juga : Yuk Kenalan dengan Batshsphere, Bak Mandi Berbentuk Bola yang Tergantung di Langit-Langit
Kita ingin mengangkat profiling para petani rotan itu dan memberikan apresiasi terhadap kerja keras mereka selama ini.
Karena mereka telah melakukan banyak hal, jauh lebih baik dibandingkan dengan para petani rotan yang lain” kata Irwan Gunawan, Direktur Program Kalimantan Forest and Freshwater WWF Indonesia, ditemui di Kantor WWF pada Rabu (30/1/2019).
Lebih lanjut lagi menurut Irwan setidaknya ada dua masalah yang terjadi terhadap rotan di Katingan.
Baca Juga : Bisa Pengaruhi Kesehatan, Kenali 5 Bahan Bantal Sebelum Membelinya
“Ada dua isu, yang pertama sulit sekali memasarkan rotan dari sini ke Cirebon dan mendapatkan hak insentif dari para pengrajin dari para pengusaha di Cirebon dan kedua competitifness dari rotan sintetis dari Cina.
Ini agak ironis rotan sintetis dari Cina dan impor lebih murah dibandingkan rotan alami dari sini.
Kita ingin mengembalikan lagi harga diri rotan alami dengan mendapatkan porsi yang semestinya.”
Untuk itu WWF bekerja sama dengan IKEA sebagai ritel mebel terbesar di dunia melakukan program pendampingan untuk para petani dan pengrajin rotan.
IKEA juga telah melakukan himbauan atau anjuran kepada para pengusaha rotan untuk menggunakan rotan dengan bahan baku yang tidak hanya berkuaitas namun juga jelas asal usulnya.
Baca Juga : Biar Tak Dikira Kapel, Arsitek Ini Memilih Sembunyikan Jendela Rumah
Dalam arti, rotan yang dihasilkan sudah jelas berasal dari lahan yang tidak bersengketa.
Karena rotan Katingan yang memiliki sertifikasi FSC ini berasal dari lahan warga yang tergabung dalam koperasi P2RK dan sudah memiliki legalitas atau surat kepemilikan lahan.
Jadi dengan adanya program pendampingan ini, diharapkan para petani dan pengrajin rotan yang ada di Katingan ini bisa menjual bahan baku rotan mereka dengan harga yang sesuai.(*)