Dayak Melihat Dunia: Kearifan Lokal Masyarakat Sungai Utik KalBar Berbuah Equator Prize Award dari PBB

Sabtu, 07 Desember 2019 | 08:00
Foto Kenan Tegar Dok. Yori Antar - Han Awal & Partners

Sungai Utik disimbolkan sebagai darah yang mengalirkan kehidupan di masyarakat ini.

IDEAOnline-Komunitas adat Dayak Iban dari Sungai Utik Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat dianugerahi penghargaan Equator Prize 2019 bulan September lalu di pekan sidang majelis umum PBB di New York.

Penghargaan ini diperoleh atas keberhasilan mereka menjaga lebih dari 9 ribu hektar hutan yang menjadi tempat tinggal mereka dari penebangan hutan illegal dan industri kelapa sawit, serta kepentingan korporat lainnya.

“Masyarakat adat Dayak Iban sudah ada 130 tahun lalu. Masyarakat Sungai Utik selalu ingat dengan sejarah leluhur yang membawa kami menjaga hutan itu,” kisah Raymundus Remang siang itu di acara talk show Mother Earth

& Architecture, di kantor Han Awal & Partners, Bintaro.

Sungai Utik terletak di Desa Batu Lintang Kecamatan Embaloh Hulu Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Barat.

Utik dalam bahasa Dayak berarti bening atau jernih.

Ada dua jalur yang bisa ditempuh ke Sungai Utik ini, yaitu jalur Jakarta – Putusibau, dilanjutkan Putusibau – Sungai Utik memerlikan waktu tempuh 1 jam 30 menit.

Atau, jalur kedua melalui Kuching (Sarawak, Malaysia) – Lubok Antu PLBN Badau – Sunagai Utik dengan waktu tempuh 1 jam 40 menit.

Baca Juga: Mother Earth and Architecture, Pameran Pengembangan dan Konservasi Budaya Suku Dayak Iban di Sungai Utik

Dok. Yori Antar - Han awal & Partners

Tradisi gotong royong dilestarikan dan menjadi kekuatan dalam proses pembangunan Rumah Budaya.

Salah satu yang menarik untuk diulas dari masyarakat di sini adalah hubungan masyarakat di sungai Utik ini dengan alam.

Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat di Sungai Utik ini terwujud dari bagaimana mereka memegang filosofi hidup bersama alam dan komitmen menjaga alam.

Berbagai ujian telah mereka alami dalam upaya menjaga kelestraian alam dan budaya mereka.

Baca Juga: Tribute to Andra Matin, Budi Pradono, dan Yori Antar dari Le Chateau & Brizo

Foto Kenan Tegar, Dok. Yori Antar - Han Awal & Partners

Berkumpul dan bersosialisasi diakomodasi dalam desain yang menyediakan ruang komunal.

“Waktu marak illegal logging, kami punya sikap, bukannya tidak mau uang , namun kami tidak mau menggadaikan wilayah adat kami. Tidak mau bertaruh, hanya demi uang tapi kami jadi bermusuhan dengan alam yang memberi kehidupan kepada kami. Tidak mau durhaka kepada alam, karena suatu saat alam akan membalas balik jika kami berani mengkhianati atau mempropagandakannya,” penuh semangat Raymundus Remang menyampaikan ini.

Lebih lanjut dikisahkannya, masyarakat Sungai Utik punya prinsip tidak mau kehilangan tanah mereka.

Tanah, menurut filosofi di masyarakat ini adalah simbol seorang ibu.

“Itu yang membuat bagi kami, tanah punya nilai besar. Bagaimana nasib sang anak kalau sudah tidak ada tanah (ibu), ke mana anak-anak harus menyusu,” tambah Raymundus memberikan analogi.

Baca Juga: Wow, 12 Desainer Interior Top Indonesia Kolaborasi Mengangkat Budaya Lokal, Ini Karyanya!

Dok. Yori Antar - Han Awal & Partners

Tanah, hutan, dan sungai disimbolkan sebagai ibu, bapak, dan darah, dilestarikan sampai saat ini.

Lantas, soal hutan, kehidupan masyarakat di Sungai Utik 80% nya dijalani di hutan. Setiap hari mencari nafkah di hutan.

“Hutan bagi kami simbol seorang bapak. terbayang kan bagaimana kelangsungan hidup anak jika tidak ada lagi seorang bapak,” jelasnya.

Terakhir soal sungai, yang merupakan simbol dari darah yang mengalir dan menghidupi masyarakat di Dayak Iban ini.

Seandainya sungai tidak bisa diminum, ke mana masyarakat akan mium dan mendapatkan air. Untuk itulah mereka berkomitmen menjaga dan merawatnya.

Berbagai penghargaan lain pernah diterima oleh desa ini, di antaranya, Desa Adat pertama yang meraih Penghargaan sertifikat Ekolabel dari Lembaga Ekolabel Indoneis (2008); Anugerah Kalpataru dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (Juli 2019).

Dok. Yori Antar-Han Awal & Partners

Rumah Panjang, tempat warga bersosialisasi, tradisi lokal yang pantas dilestarikan.

Desa ini juga dikenal sebagai destinasi wisata budaya dunia.

Menerima SK Bupati tanggal 30 Oktober 2019 yang berisi pengakuaan masyarakat hukum adat, setelah mengalami proses perjuangan selama 20 tahun lebih.

Dalam waktu dekat di Sungai Utik ini akan ada pembangunan Rumah Budaya yang diharapkan juga menajdi satu langkah maju untuk pengembangan dan konservasi budaya bagi suku Dayak Iban ini.

Rumah Budaya ini akan diwujudkan dengan desain rancangan dari Yori Antar, tim Rumah Asuh, dan Han Awal & Patners, yang beberapa tahun sudah bergerak menjaga kearifan arsitektur nusantara di tempatnya masing-masing.

“Selain Rumah Budaya, juga akan dibangun rumah ibadah gereja Katholik yang dirancang dengan menggali nilai-nilai masyarakat setempat,” papar Yori Antar, Founder Rumah asuh dan Principal Han Awal & Partner.

Dua bangunan ini menjadi highlight pameran "Mother Eart & Architecture" yang diselenggarakan oleh Yayasan Widya Cahaya Nusantara (YWCaN), pada 28 November – 7 Desember 2019 dalam rangka Bintaro Design District 2019, di kantor Han Awal & Partners.

Baca Juga: Ciptakan Rumah Hemat Energi Bisa Selamatkan Bumi, Dukung Go Green!

(*)

Editor : Maulina Kadiranti

Baca Lainnya