IDEAOnline-Upaya pemindahan ibu kota Indonesia dimulai pada tahun 2019 pada masa kepresidenan Joko widodo.
Melalui rapat terbatas pemerintah pada tanggal 29 April 2019, Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa.
Pemindahan ibu kota ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
Pada 26 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa ibu kota baru akan dibangun di wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Ditemui di tengah acara pameran Mother Earth and Architecture yang diselenggarakan 28 November 2019 hingga 7 Desember 2019, Yori Antar, arsitek principal Han & Awal Partners, menyampaikan harapannya akan desain dan penataan ibu kota baru bagi Indonesia.
Yori Antar bersama Han Awal & Partners diketahui sudah beberapa tahun bergerak menjaga kearifan arsitektur nusantara di tempatnya masing-masing.
Sampai saat ini sudah 30 titik di daerah yang sudah merasakan karya-karyanya di daerah.
Dari setiap pembangunan, yang diupayakan adalah bukan hanya membangun replika demi replika tapi juga setiap budaya bisa dihidupkan di lokasinya masing-masing dengan kesadaran masyarakatnya.
Terkait ibu kota baru, saat ini Yori mengaku diminta oleh pemerintah untuk membuat sebuah beautification (pengindahan) sebuah jembatan besar yang sudah dibangun strukturnya dan diminta untuk memberi sentuhan kelokalan.
“Saya mau kasih sentuhan lokal Dayak Tenggarong. Akan dibikin jadi ruang terbuka hijau, jembatannya sendiri akan jadi atraksi wisata sehingga proyek bernilai triyulnan atau ratusan milyar ini ga cuma jadi bangunan beton, tapi menjadi ruang terbuka hijau di mana masyarakat bisa menikmati,” terangnya.
Lebih jauh dijelaskan, di atas jembatan itu akan ada ruang yang bisa dipakai duduk-duduk melihat pemandangan.
“Jadi ga cuma buat lewat kendaraan tapi di ujung-ujungnya ada ruang terbuka hijau dan dikasih sentuhan kelokalan sehingga orang tahu bahwa ini adalah jembatan di Indonesia,” tambahnya.
Dari pengalamannya berkeliling ke daerah-daerah, Yori menyadari bahwa budaya Indonesia adalah sebuah keunggulan dan keunikan.
“Tapi selama ini kami melupakan bahwa Indonesia adalah negara yang dibangun dengan 2 musim artinya budaya lebih banyak di luar (outdoor). Budaya outdoor menghasilkan manusia yang sangat sosial yang kekuatannya adalah di gotong royong,” ujarnya.
Selain hal kegotongroyongan, budaya lebih banyak di luar juga menjadikan kebiasaan berkumpul secara komunal, satu sama lain saling bertemu dan berkomunikasi.
“Ini adalah ibu kota yang paling baru di dunia. Saat ini yang membangun ibu kota ya Indonesia ini. Kita harus memanfaatkan teknologi dan infrastruktur yang sudah disiapkan. Jalur infrastruktur semestinya bisa diakses untuk kendaraan umum semua,” ujar pemilik Yayasan Rumah Asuh ini.
Baca Juga: Wow, 12 Desainer Interior Top Indonesia Kolaborasi Mengangkat Budaya Lokal, Ini Karyanya!
Lebih lanjut Yori menyampaikan bahwa teknologi maju dengan generasi-generasi milenial, peralatan super canggih tentunya menuntut rancangan ibu kota baru yang sangat efisien dan lebih banyak menyediakan ruang-ruang terbuka.
“Kalo sekarang kan semuanya dikit-dikit bikin building, bisa-bisa nantinya jadi satu bangunan yang terintegrasi semuanya, sehingga lebih banyak lahan terbuka, ga perlu lagi fisisknya yang banyak, tapi lebih efisien. Jangan terlalu banyak mobil, lebih banyak transportasi umum. Jadi jalur-jalur infrastruktur itu sudah harus dilalui kendaraan umum semua,” ujarnya.
"Penataan seperti ini akan benar-benar menghaslkan ibu kota baru. Bukan ibu kota rasa lama yang tidak terintegrasi, bangunan terpisah-pisah sehingga kita kehabisan waktu setiap hari, tidak efisien,” tutupnya.
Baca Juga: Lasem Heritage Field School, Cara Mengenal Warisan Arsitektur dan Budaya
(*)