Kenapa Masih Banyak Orang yang Menyukai Furnitur Lawas? Ini Kata Ahli!

Selasa, 11 Februari 2020 | 07:00
Foto Fransisca Wungu Prasasti

Miliki Hunian Dengan Desain Ke Masa Lalu

IDEAonline-Ada apa di balik munculnya kembali desain interior yang terinspirasi dari gaya desain masa lalu?

Dalam 5 tahun belakangan ini, kita semakin sering menjumpai rumah dengan furnitur bermodel zaman dulu.

Entah itu memang furnitur lama yang dipulas ulang, atau furnitur buatan baru yang bentuknya mengacu pada furnitur lawas.

Toko-toko yang menawarkan aneka aksesori rumah model jadul pun semakin banyak, pun kafe-kafe yang interiornya dibuat menyerupai era puluhan tahun silam.

Telinga kita juga semakin akrab dengan istilah-istilah seperti vintage, retro, jengki, atau shabby chic.

Baca Juga: Pertimbangan Dalam Wujudkan Dapur Ideal, Coba Sesuaikan Karakter!

Foto Fransisca Wungu Prasasti

Miliki Hunian Dengan Desain Ke Masa Lalu

Titik Jenuh

Apa yang menyebabkan fenomena ini terjadi di sekitar kita?

Desainer interior Rina Renville menganggap fenomena ini sebagai perputaran tren, sama sepertipada dunia fashion.

“Desain akan berkembang dan berkembang, sampai ada masanya, misalnya, orang sudah jenuh dengan kecepatan teknologi,”

IDE DESAIN sebutnya memberi contoh.

Perubahan pola pikir ini akan memengaruhi desain interior juga.

Pendapat serupa juga diungkapkan Melani Jofatma, dosen Desain Interior Universitas Trisakti.

“Karena suatu zaman sudah jenuh, jadi mencari sesuatu yang baru.

Persis seperti fashion,” ujarnya.

orang sudah bosan dengan desain yang disebut “minimalis” yang marak 10 tahun terakhir dengan palet warna yang monokrom dan garis-garis simpelnya.

Jalan keluarnya adalah mencari gaya desain lain.

Baca Juga: Penelitian Buktikan Benda Ini Bisa Hilangkan Stres dan Kurangi Lelah, Yuk Siapkan di Ruang Kerjamu!

Foto Fransisca Wungu Prasasti

Miliki Hunian Dengan Desain Ke Masa Lalu

Nilai Sejarah

Banyak pilihan yang ada, namun masa lalulah yang dipilih menjadi referensi desain.

Menurut desainer interior Dina Hartadi, pemicu utamanya adalah munculnya keinginan masyarakat menghadirkan nostalgia masa lalu, keinginan menumbuhkan memorabilia,penghormatan pada sejarah, sehingga memunculkan sikap menghargai desaindesain lama.

“Manusia memang tidak dapat dipisahkan dari masa lalu, karena dalam hidup pasti ada sejarah,” ujar desiner interior Annies Alkurratu Aini Walsh soal fenomena kembalinya desain interior lama.

Menurutnya, kini orang lebih sadar akan value atau nilai barang-barang lama.

Yang dipandangnya menarik di balik fenomena ini adalah kepandaian dan kreativitas orang yang dapat mengubah barang lama menjadi cantik, lalu menjualnya, menjadikannya bernilai ekonomi.

Baca Juga: Tips Dapur Mungil 3 x 2M Tanpa Kitchen Set, Coba Gunakan Loose Furnitur!

Foto Fransisca Wungu Prasasti

Miliki Hunian Dengan Desain Ke Masa Lalu

Bicara soal kreativitas mengolah barang lama, salah satu tokoh yang tidak dapat diabaikan adalah Luthfi Hasan, penggagas Jakarta Vintage.

Menurutnya, fenomena ini tidak lepas dari pengaruh golongan usia tertentu.

“orang-orang yang lahir dan besar di tahun ’70-an hidupnya kini telah mapan.

Mereka menggunakan kembali furnitur-furnitur yang ada di masa kecil mereka.

Mereka kembali ke zaman itu untuk mengingatkan kepada masa-masa yang bahagia. Ya, semacam nostalgia,” ungkapnya.

Rina Renville memberi contoh kembali populernya kursi jengki.

Model ini banyak dipilih karena berasosiasi dengan zaman penjajahan Belanda, sehingga bagi orang Indonesia, model jengki punya makna sejarah yang mendalam.

“Di tempat lain belum tentu laku,” ujarnya, menyimpulkan bahwa fenomena ini sifatnya lebih lokal.

Baca Juga: Tips Hadirkan Dapur Putih Cocok untuk Ngopi di Pagi Hari, Jangan Takut Cipratan Bumbu!

Foto Fransisca Wungu Prasasti

Miliki Hunian Dengan Desain Ke Masa Lalu

Green Design

Munculnya gaya yang mengacu ke masa lalu ini juga terkait dengan gerakan green design yang tengah berkembang.

Kesadaran akan pentingnya menjaga keselarasan dengan alam ini merupakan respons manusia dalam menyikapi kondisi lingkungan yang semakin tidak bersahabat akibat eksploitasi sumber daya alam.

Upaya mengurangi dampak negatif pada alam yang dianut green design dijalankan antara lain dengan konsep reduce, reuse, recycle (3R).

Memanfaatkan barang-barang lama, termasuk furnitur dan eksesori rumah, seolah menjawab tantangan green design ini.

Melakukan refurbishment atas barang lama juga berarti menghemat sumber daya baru, sekaligus mengurangi limbah.

Baca Juga: Dapat Obat Sakit Gigi hingga Diare, Terungkap Tanaman Ajaib Ini Miliki Manfaat yang Hebat!

Foto Fransisca Wungu Prasasti

Miliki Hunian Dengan Desain Ke Masa Lalu

Personal style

Walaupun gaya lama kembalidigemari, sebaiknya tidak diterapkan mentah-mentah.

“selalu ada penyesuaian dengan kebutuhan saat ini.

Ada mix and match,” jelas Rina Renville.

Di sinilah kepekaan seorang desainer diperlukan, yaitu bagaimana memasukkan unsur lama tetapi tetap mengutamakan kebutuhan pengguna ruang masa kini.

Selain demi nostalgia, menurut Dina Hartadi, ada kebutuhan aktualisasi diri saat orang mengaplikasikan gaya lama ini ke dalam rumahnya.

Akhirnya terciptalah gaya yang sangat personal.

Gerakan desain gaya lama ini ada, tetapi tidak ada patokan tertentu. semua orang bolehmemadu-padan sesuai seleranya.

Kecepatan informasi di zaman sekarang ini menjadikan fenomena desain jadul ini cepat merebak.

Baca Juga: 4 Jenis Lampu di Dapur Agar Selalu Terang, Tak Cukup Gunakan Satu

Berbagai pameran sampai media sosial ikut andil menyebarkan tren ini.

Namun, sama seperti tren lain, tren gaya desain ini pun memiliki pasang surutnya.

Di era informasi ini, perputaran tren akan semakin cepat dan semakin sulit diprediksi.

Melani Jofatma berpendapat, alangkah bagusnya jika sisi positif dari era teknologi ini dimanfaatkan untuk mengangkat kekayaan lokal Indonesia pada desain.

Apresiasi dapat dilakukan entah itu menggunakan motif dan material lokal dalam desain interior, atau mendukung industri kreatif lokal dengan membeli produk dalam negeri.

Dengan begitu, desain akan berkembang ke arah positif, yang merayakan keberagaman budayaserta menghormati ekspresi pribadi.

Artikel ini tayang di majalah IDEA edisi 150

(*)

Editor : Maulina Kadiranti

Baca Lainnya