Ahli Berpendapat Bumi Sedang Lakukan 'Restart Button' Ditambah dengan Adanya Pandemi Covid-19, Perlukah Kita Panik?

Kamis, 16 April 2020 | 11:30
J. McKay/Alfred-Wegener-Institut

Kondisi Bumi Membaik Selama Pandemi COVID-19, Bolehkah Kita Tenang?

IDEAonline -Sejak pandemi COVID-19 merebak, beberapa negara di dunia menerapkan karantina wilayah untuk mengurangi risiko penularan. Kebijakan ini memaksa warga untuk tetap tinggal di rumah dan menghindari berkumpul dengan banyak orang.

Sekolah-sekolah dan tempat hiburan ditutup, beberapa perusahaan menerapkan #WFH, dan transportasi umum pun dibatasi jumlah dan waktu operasionalnya.

Baca Juga: Kabar Baik di Tengah Wabah Corona, Peneliti Siapkan Aplikasi yang Bisa Deteksi Covid-19 dari Suara Batuk!

Banyak yang mengatakan, langkah-langkah ini membuat kondisi Bumi menjadi lebih baik dan sehat.

Pencemaran udara di Tiongkok dan Italia dilaporkan berkurang, bahkan menurut laporan terbaru, emisi karbon dunia mengalami penurunan terbesar sejak Perang Dunia II.

Pixabay

Kondisi Bumi Membaik Selama Pandemi COVID-19, Bolehkah Kita Tenang?

Bolehkah kita tenang dengan hasil ini?

Dalam diskusi daring bertajuk "Pro Kontra COVID-19 Sebagai Obat Bumi" yang diselenggarakan #SayaPilihBumipada Sabtu (4/4/2020) lalu, Dwi Sasetyaningtyas, founder Sustaination mengatakan bahwa meski kondisi Bumi membaik, tapi ini bukan hal yang benar.

Baca Juga: Pilih Bantu Cegah Penyebaran Covid-19 dengan Karantina Mandiri, Begini Cara Ektrem Sepupu Raffi Ahmad Hilangkan Kebosanan!

Baca Juga: Terungkap untuk Hindari Bocor Coba Kurangi Jumlah Jurai pada Atap! Ini Alasannya

"Ada yang salah dengan situasi saat ini karena tingkat polusi dan emisi global yang menurun, bukan karena kebijakan tertentu, tapi karena industri berhenti beroperasi akibat wabah COVID-19," ungkapnya.

Tak dapat dipungkiri, Tyas sebagai pegiat lingkungan, awalnya melihat sisi positif dari pandemi COVID-19. Namun, setelah melihat dampaknya secara luas, hal ini justru membuatnya khawatir.

"Banyak manusia kehilangan nyawa dan ekonomi kita pun amat terpengaruh. Kita pasti ingin lingkungan lebih baik, tapi juga ingin beraktivitas dengan normal.

Butuh supporting policy untuk mengatasi masalah iklim, bukan karena wabah yang mengorbankan nyawa manusia dan disertai dengan krisis ekonomi," paparnya.

Tyas menambahkan, situasi yang terjadi saat ini mungkin bisa dijadikan pelajaran.

Bahwasanya, jika kita mampu menjaga Bumi dan tidak serakah, maka alam pun akan memberikan hasil yang baik, seperti udara segar misalnya.

Kondisi Bumi yang sedang memulihkan dirinya sendiri ini, menurut Tyas, bisa menjadi waktu yang tepat bagi kita untuk melakukan restart button.

"Kita bisa mulai menerapkan gaya hidup ramah lingkungan. Saat ini, ketika banyak melakukan aktivitas di rumah, maka bisa dimanfaatkan untuk belajar memilah sampah sendiri di rumah dan membuat kompos.

Baca Juga: Terlihat Tangguh Dalam Hadapi Pandemi Corona yang Mendunia, Ternyata Banyak Wilayah di Korea Utara yang Terputus dari Dunia Luar, 'Memotong' Daerah yang Terinfeksi’

Mungkin saja, setelah pandemi berakhir, muncul kesadaran pada setiap individu untuk lebih menjaga alam," paparnya.

Meski begitu, tak dapat dipungkiri, ada ketakutan mengenai kondisi Bumi yang akan kembali seperti sebelum wabah terjadi. Pasalnya, kegiatan produksi bisa jadi meningkat berkali-kali lipat untuk mengejar ketertinggalan.

Oleh sebab itu, Tyas berharap, perubahan gaya hidup ini tidak hanya melibatkan individu saja, tapi juga kepedulian dari pemerintah dan industri. "Aku ingin proses produksi yang berjalan, selaras dengan alam sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG). Jangan lagi kembali ke aktivitas-aktivitas yang menyebabkan kerusakan dan polusi," paparnya.

Pada akhirnya, Tyasmengajak semua orang untuk bersama-sama merefleksi diri di situasi seperti ini dan memikirkan apa yang bisa kita lakukan untuk membantu sesama dan menjaga kelestarian alam setelah wabah ini berakhir.

Artikel ini pernah tayang dinationalgeographic.grid.id dengan judulKondisi Bumi Membaik Selama Pandemi COVID-19, Bolehkah Kita Tenang?

(*)

Tag

Editor : Maulina Kadiranti