Meski Tingkat Penularan Covid-19 Masih Sangat Tinggi tapi Banyak Orang Melanggar Aturan PSBB, Ini Alasan Psikologis Menurut Ahli

Selasa, 26 Mei 2020 | 14:31
Kompas.com

Ilustrasi kerumunan di tempat pembelanjaan.

IDEAOnline-Masyarakat mulai memadati pasar tradisional dan pusat perbelanjaan (mall) di sejumlah daerah Indonesia.

Kerumunan warga membuat protokol Covid-19 yang harusnya diterapkan jadi terabaikan.

Teranyar dan menjadi hangat di kalangan media sosial adalah penuhnya Pasar Tanah Abang di tengah Pemprov DKI masih menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB).

Begitu pula di pusat perbelanjaan Roxy Mall, Jember, Jawa Timur, yang sempat ramai dengan pengunjung. Padahal, hingga kini seluruh wilayah di Jawa Timur menetapkan ketentuan menjaga jarak atau physical distancing.

Baca Juga: Menurut Mendikbud, Indonesia Paling Rentan Terhadap Dampak Perubahan Iklim, Sistem Pendidikan Baru Ini Bakal Diterapkan

Kasus lainnya terjadi di Mall CBD Ciledug, di tengah Kota Tangerang masih melakukan penerapan PSBB untuk menekan penyebaran Covid-19.

Akhirnya, Pemerintah Kota Tangerang menutup sementara operasional Mall CBD Ciledug.

Padahal jumlah kasus di Indonesia sudah mencapai 20.796 per 22 Mei 2020, dengan 5.057 orang diyatakan sembuh dan 1.326 orang meninggal dunia.

Berdasarkan artikel kolom yang ditulis oleh Sandi Kartasasmita, M.Psi, Psikoterapis, psikolog, dosen tetap Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, kondisi tersebut menunjukkan sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap Covid-19 adalah hal biasa dan bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan.

Baca Juga: Waspadai Penularan Virus Corona dari OTG dan Kenali Gejala Baru Covid-19

cnn.com-Dubai Square

Ilustrasi mall yang dipenuhi pengunjung.

Pola pikir untuk menjaga kesehatan dan berobat yang minim menjadi salah satu penyebabnya.

Sebagian besar masyarakat masih menganggap penyakit ini masih jauh, tidak perlu ditakutkan.

Mereka juga berpikir bahwa ini semua akan berlalu meski belum tahu kapan, memiliki Tuhan yang pasti senantiasa akan melindungi sehingga tidak akan terkena penyakit tersebut.

Kalaupun akhirnya kena, karena itu sudah kehendak Tuhan.

Dalam Psikologi Kesehatan dikenal istilah Health Belief Model (HBM), pendekatan yang dapat memberikan gambaran mengapa seseorang mau atau enggan pergi menemui tenaga kesehatan.

Kondisi yang dapat membuat mau mencari atau tidak mencari adalah "persepsi".

Baca Juga: Sang Calon Suami Terlihat Akrab Saat Datang ke Rumah di Momen Lebaran, Terungkap Fakta Naysilla Mirdad Akan Menikah Tahun Ini?

Baca Juga: Waspada Salah Simpan, Terungkap Tak Semua Buah Baik Diletakan di Kulkas!

Dalam kondisi penyebaran Covid-19 ini, pada awalnya masyarakat masih banyak yang merasa bahwa penyakit ini masih jauh dan tidak dekat dengan tempat tinggalnya. Ini disebut dengan perceive susceptibility atau kerentanan apa yang dirasakan/diketahui.

Kemudian adaperceive severity, yakni bahaya atau keparahan penyakit yang dialami. Masyarakat juga memiliki pemikiran bahwa ini adalah penyakit seperti influenza atau yang dikenal dengan sakit pilek, yang umumnya terjadi di Indonesia.

Selain itu, ada perceive benefit of action, apa manfaat yang akan didapatkan dari tindakan yang dilakukan.

Dalam masa PSBB, di mana harus bekerja, belajar, bahkan beribadah di rumah ternyata tak bisa diikuti oleh sebagian orang.

Saat pemerintah mengumumkan untuk di rumah saja, maka yang dipikirkan adalah: kalau tidak keluar rumah, tidak bekerja, maka bagaimana dapat uang?

Apabila tidak ada uang, bagaimana dapat makan? Kalau tidak makan, maka akan kelaparan.

Jadi, himbauan untuk berdiam di rumah, apabila tidak ditunjang kebijakan lain yang menyertai, akan sulit untuk diikuti oleh masyarakat karena keuntungan yang akan diperoleh tidak terlihat.

Baca Juga: Pesan Makanan dari Luar selama #DiRumahAja, Tetap Waspadai Penyebaran Covid-19 dengan Cara Ini

tribunnews.com

Beberpa jalan utama ditutup, begini pemberlakuan PSBB di Bandung.

Ada pula yang disebut dengan perceive barrier to action, hambatan dari tindakan yang akan dilakukan.

Hambatan-hambatan yang dapat muncul didasari beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, tempat tinggal, penilaian mengenai diri sendiri, apakah sanggup atau tidak sanggup mengatasi penyakit tersebut, ataupun keyakinan bahwa tidak akan terkena penyakit tersebut karena berbagai faktor penguat keyakinan tersebut.

Terakhir adalah cues to action, isyarat untuk melakukan tindakan.

Pada akhirnya tindakan apa yang akan diambil dan dilakukan terhadap penyakit Covid-19?

Apakah akan memeriksakan diri saat gejala muncul?

Adanya instruksi pemerintah dengan cara melakukan social disctancing bila harus keluar rumah, berdiam di rumah, semua adalah pilihan perilaku yang akan diambil.

"Saat keyakinan tidak akan terkena penyakit dan berpikir tidak mungkin terkena, tanpa disadari kita sudah masuk ke dalam kondisi optimistic bias. Kondisi ini adalah kondisi yang meyakini bahwa diri sendiri tidak akan terkena hal-hal yang negatif atau buruk," tulis Sandi.

Baca Juga: Cegah Penularan Covid-19, Protokol Harian Ini Sering Dilupakan, Yuk dilihat Lagi

Baca Juga: Mencintai Lingkungan Bisa Dimulai dari Sini, Lima Cara Berhemat Energi yang BIsa Dilakukan di Rumah!

Oleh karena itu, apabila meninjau kondisi saat ini, maka ada baiknya bila diberikan informasi mengenai keuntungan-keuntungan apa yang akan didapatkan bila melakukan tindakan-tindakan yang dianjurkan pemerintah, dan kerugian apa yang akan diderita apabila tidak menjalankannya.

Terdapat beberapa keuntungan dengan berdiam diri di rumah.

Pertama, menjadi salah satu orang yang berjasa untuk memutus mata rantai penyebaran penyakit ini.

Kedua, waktu kerja yang fleksibel. Saat bekerja di rumah, tentunya dapat menentukan kapan memulai dan akan menyelesaikan suatu pekerjaan.

Ketiga, lebih irit dalam mengeluarkan uang untuk keperluan ongkos perjalanan dan makan siang, karena semua dikerjakan di rumah.

Keempat dan yang merupakan keuntungan terpenting, yaitu lebih dekat dengan keluarga.

Saat bekerja di rumah, tentunya berbagai hal dapat dikerjakan di dekat orang–orang yang disayang. Tidak perlu pergi berlibur untuk dapat bersama keluarga, namun, saat–saat seperti sekarang waktunya bersama keluarga.Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul "Sedang Corona, Kenapa Warga Berkerumun di Pasar dan Mall? Ini Kata Ahli"

#BerbagiIDEA #Berbagicerita #BisadariRumah #GridNetwork

(*)

Tag

Editor : Maulina Kadiranti

Sumber kompas