Ridwan Kamil dan Hobi Berkebunnya Raih Penghargaan Google, Bagaimana Kisahnya?

Sabtu, 20 Juni 2020 | 09:00
kolase ideaonline

Ridwan Kamil Unggah Desain Kali Malang di IG, Bekasi Rasa Seoul!

IDEAOnline-Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berbagi cerita tentang hobinya menanam hingga mendapatkan penghargaan dari Google.

Baginya, menanam mengandung 3 unsur sekaligus yang disebut 3E, ekologi, ekonomi, dan edukasi.

Dia bercerita, hobinya menggeluti dunia hidroponik bermula di tahun 2008, saat belum menjadi walikota dan gubernur.

Dia merekrut orang-orang untuk ikut turut dalam aksinya.

Konsep urban farming dicuitkannya melalui Twitter dan media sosial.

"Jadi kita kumpul, cari lahan, kita konversi. Bisa enggak kira-kira lahan ini kita jadikan ada nilai ekologi? Menghijaukan yang bisa dihijaukan, hijaunya bisa dijual atau menghemat biaya makan, dan ada nilai edukasinya," kata Emil, panggilan akrabnya, dalam Marketeers Hangout, Kamis (18/6/2020).

Membesar, gerakan itu dinamainya Indonesia Berkebun.

Telah ada puluhan bahkan ratusan kota yang bergabung dalam gerakan tersebut.

Perjalanan ini dimonitor oleh Google sehingga mendapat penghargaan karena dianggap menggunakan teknologi secara bijak.

"Google memberikan pengehargaan kepada kita karena dianggap menggunakan teknologi untuk kebaikan. Google buatkan video profesional," ujar Emil.

Baca Juga: Urban Farmer House, Inspirasi Desain untuk Berkebun di Rumah

grid.id

Ridwan kamil

Dilanjutkan saat jadi walikota

Kendati tak lagi aktif secara fisik dalam komunitas, Emil masih melanjutkan budaya bercocok tanam dan membuat kota berkebun saat didapuk menjadi Walikota.

Dia bercerita, ada salah satu kampung kumuh yang tidak memiliki lahan untuk bercocok tanam.

Namun, ada solusi untuk kampung itu.

"Lalu apa yang dilakukan? Di kampung itu ada sungai. Jadi bagian atas sungainya ditutup dengan bambu-bambu. Di atas sungai akhirnya ditanam kangkung, cabai. Lumayan," papar Ridwan.

Bahkan saat ini, Emil mengubah dan memanfaatkan pekarangan kantor dan rumah dinas menjadi lahan tanaman.

Di situ dia menanam berbagai sayur mayur, mulai dari strawberry hingga tomat-tomat kecil. Lumayan bisa menghemat pengeluaran, katanya.

"Saya dulu sempat usulin lahan bandara jadi kebun bayam dan sayur daripada enggak terurus cuma rumput. Hjaunya sama, tingginya hanya 2-3 jengkal tapi bisa diubah jadi uang.

Lahan-lahan kosong di kota itu banyak, cuma mengubah mindset susah, ya," ujar Emil.

Baca Juga: Urban Farming di Singapura Ini untuk Tumbuhkan Penghargaan pada Petani, Seperti Apa Konsepnya?

Momentum saat pandemi

Emil berujar, urban farming seolah menemukan momentumnya kembali saat pandemi Covid-19.

Banyak masyarakat yang akhirnya memilih berkebun saat tak ada lagi yang bisa dikerjakan.

Pasalnya, bercocok tanam mampu mengurangi suhu panas bila dilakukan secara massal.

Mengacu pada penelitian dari IPB, menghijaukan alias menanam berbagai tanaman di seluruh atap gedung dapat menurunkan suhu panas.

Dengan begitu, isu krisis pangan bukan lagi menjadi masalah.

"Jadi kalau seluruh gedung itu konsisten dijadikan urban farming, sekian persen suplai makanan sayuran bisa dihasilkan sendiri sehingga tidak perlu repot-repot mengandalkan sistem yang ada sekarang," pungkas Emil.Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul "Cerita Ridwan Kamil, Hobi Urban Farming dan Raih Penghargaan Google"

#BerbagiIDEA #Berbagicerita #BisadariRumah #GridNetwork

(*)

Editor : Maulina Kadiranti

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya