Perusahaan Tetap Untung meski Gunakan Teknologi Ramah Lingkungan, Ini Penjelasannya!

Kamis, 02 Juli 2020 | 07:00
Dok. Synthesis Development

Bangunan hijau dapat membantu kota-kota di Indonesia tumbuh secara berkelanjutan.

IDEAOnline-Dilansir dari Natural Resources Defence Council, pemanasan global terjadi lantaran adanya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.

Gas rumah kaca yang berlebih akan memerangkap panas matahari di bumi.

Alhasil, suhu bumi akan naik dan menyebabkan perubahan iklim.

Bila dibiarkan berlarut-larut, perubahan iklim turut merusak ekosistem di bumi.

Hal ini juga telah diungkapkan oleh Wallace Smith Broecker, ilmuwan yang pertama kali memopulerkan istilah pemanasan global.

“Dengan membuang sejumlah besar gas rumah kaca ke atmosfer, seperti karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil, kita sedang melakukan percobaan yang dapat memiliki efek menghancurkan,” ujar Broecker kepada Associated Press pada 1997 yang dikutip Kompas.com (19/2/2019).

Dampak lain dari peningkatan gas-gas tersebut, manusia juga akan semakin susah untuk mendapatkan udara bersih sehingga masalah kesehatan mengintainya, mulai dari asma, ISPA, hingga kanker.

Pencemaran udara sendiri disebabkan oleh berbagai sektor, mulai dari rumah tangga, transportasi, hingga industri.

Namun, sebagian besar disumbang oleh sektor industri. Di Jakarta saja, menurut pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah, penyumbang dominan polusi udara adalah sektor industri.

Baca Juga: Bebas Bau di Wastafel, Ini Green Sanitasi Air Bersih dan Kotor

www.mcphersonarchitecture.com
www.mcphersonarchitecture.com

Atap beton bisa dimanfaatkan untuk green roof dengan menamam rumput dan pepohonan.

“Kontribusinya (polusi pabrik) cukup besar, sekitar 60 persen,” ujarnya, seperti dikutip dari Kontan, pada Rabu (14/8/2019).

Bukan hanya polusi udara, sektor industri juga menyumbang berbagai hal yang mengakibatkan pencemaran lingkungan lain, seperti pencemaran tanah dan air.

Pasalnya, penggunaan bahan bakar fosil dan material dengan zat kimia dapat menghasilkan limbah yang berbahaya bagi alam.

Teknologi ramah lingkungan

Ketergantungan manusia dengan alam menjadi alasan utama mengapa pencemaran lingkungan terus terjadi.

Meski begitu, kini semakin banyak orang yang memahami pentingnya menjaga alam.

Dengan latar belakang tersebut, muncullah tren eco-friendly atau ramah lingkungan beberapa tahun belakangan.

Tren ini biasa dikaitkan dengan produk, hasil olahan, dan bahan baku yang tidak berbahaya untuk manusia, bumi, maupun lingkungan sekitar.

Dikutip dari situs Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, teknologi ramah lingkungan adalah teknologi yang dalam pembuatan dan penerapannya menggunakan bahan baku ramah lingkungan, proses yang efektif dan efisien, serta mengeluarkan limbah yang minimal.

Teknologi ramah lingkungan ini bisa diterapkan di berbagai bidang, seperti energi, transportasi, industri, dan rumah tangga.

Eco-friendly menjadi angin segar bagi para pecinta lingkungan karena merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kesehatan alam yang nantinya akan memberikan manfaat bagi keberlangsungan hidup makhluk hidup, khususnya manusia.

Baca Juga: Green Carport Sejukkan Rumah, Cara Pilih Tanaman dan Rencanakan Rambatan

Green architecture memerhatikan konservasi air, pemilihan material, dan desain ramah lingkungan.

Bahkan, kini banyak orang mulai tertarik menerapkan gaya hidup ramah lingkungan.

Mereka tersadar bahwa dengan tindakan yang sederhana dapat membantu menyelamatkan bumi dari kerusakan.

Penggunaan sedotan dari bambu atau stainless steel serta membawa kantong belanja sendiri daripada harus menggunakan tas plastik pun mulai diterapkan banyak orang di dunia, khususnya mereka generasi muda.

Berdasarkan survei dari Global Web Index pada 2018, lebih dari 60 persen responden milenial dengan usia 22-35 tahun rela membayar ekstra untuk produk yang ramah lingkungan.

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan gen X dengan usia 36-53 tahun dan baby boomer dengan usia 55-64 tahun yang hanya sebanyak 55 persen dan 46 persen.

Sementara itu, sebanyak 58 persen responden gen Z yang juga mulai mengikuti jejak milenial untuk memilih produk ramah lingkungan.

Produk ramah lingkungan yang dipilih banyak orang tidak terbatas hanya sedotan dan tas belanja, tetapi juga produk kecantikan, fashion, hingga furnitur.

Kandungan yang tidak berbahaya baik bagi manusia dan lingkungan, minimnya penggunaan zat kimia berbahaya, serta tidak menghasilkan limbah menjadi daya ukur sebuah produk ramah lingkungan dipilih.

Keuntungan penggunaan teknologi ramah lingkungan Melihat tren dan respons pasar mengenai penggunaan teknologi ramah lingkungan, sektor industri pun mulai sadar dan terdorong untuk menerapkan konsep serupa, mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga pengolahan limbah.

Namun, tidak sedikit yang beranggapan bahwa penggunaan teknologi ramah lingkungan membutuhkan biaya besar.

Kenyataannya justru sebaliknya, penggunaan teknologi ini justru mampu menghemat biaya.

Baca Juga: Green Building Solusi Cerdas Ciptakan Rumah Sehat, Ini 8 Aplikasinya

Sebenarnya bukan biaya yang besar, melainkan memang usaha yang dilakukan menjadi lebih besar.

Pasalnya, pelaku industri harus lebih pintar dalam memanfaatkan sumber daya atau barang yang ada supaya tidak merugikan lingkungan.

Contohnya dalam mengolah limbah. Jika biasanya industri langsung membuangnya, mereka kini harus mengolah limbah tersebut menjadi sesuatu yang lebih berguna.

Walau usaha yang dilakukan besar, keuntungan berupa kepercayaan konsumen akan produknya menjadi lebih tinggi.

Ini dapat menjadi nilai lebih dalam mempromosikan produk yang dihasilkan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul "Tak Perlu Khawatir, Perusahaan Tetap Untung meski Gunakan Teknologi Ramah Lingkungan"

#BerbagiIDEA #Berbagicerita #BisadariRumah #GridNetwork

(*)

Editor : Maulina Kadiranti

Sumber : kompas

Baca Lainnya