IDEAOnline-Pandemi mengubah hampir seluruh kebiasaan masyarakat.
Akibatnya, masyarakat kini mengadopsi kebiasaan baru sebagai respons atas pandemi.
Hal ini kemudian menimbulkan perubahan perilaku individu maupun kelompok di ruang publik.
Pandemi juga membuat arsitek dan perencana kota mempertanyakan kebiasaan baru masyarakat.
Apakah kebiasaan berkumpul akan berkurang? Bagaimana menyajikan tempat kehidupan manusia yang sehat dan nyaman?
Pakar perancangan kota dari Departemen Arsitektur Universitas Indonesia Antony Sihombing mengatakan, pandemi menjadi kesempatan baik ntuk kembali mendefinisikan rancangan sebuat kota atau redesain, khususnya pada ibu kota negara.
Menurutnya, para ahli dan perencana kota memiliki visis bagaimana proses penyesuaian itu dapat meningkatkan kualitas ibu kota negara yang baru.
Tak hanya itu, konsep smart city tentunya memainkan peranan penting dalam kehidupan di era new normal.
Penggunaan teknologi informasi dan Artificial Intelligence (AI) yang semakin maju tentunya turut menentukan kota-kota di masa depan.
Baca Juga: Kloset Pintar Bakal Dicari di Masa dan Pasca Pandemi, Ini Kriterianya
"Arsitek dan perencana kota juga berhubungan dengan bidang kesehatan. Perancangan yang kami buat diarahkan untuk membuat tempat kehidupan manusia yang memenuhi kesehatan masyarakat, nyaman dan aman," kata Antony melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Selasa (8/9/2020).
Dia menambahkan, kebijakan yang keluar karena pandemi, seperti physical distancing, turut mengubah standar ruang kerja hingga mengubah nilai ekonomi suatu bangunan.
Ke depan, risiko penyebaran penyakit dapat menentukan arah bisnis perkantoran dan ritel secara signifikan.
Bangunan-bangunan yang ada di kota perlu beradaptasi kembali berdasarkan penggunaannya atau adaptive reuse.
Menurut Antony, tingkat hunian perkantoran, pertokoan, atau mal di perkotaan menurun drastis.
Baca Juga: Banyak Tanda Kerusakan Alam, Inilah Relasi Manusia dengan Lingkungan yang Harus Diperbaiki
Oleh karenanya, masyarakat perlu mempertimbangkan kembali fungsi ruang kantor, aula, auditorium, hingga bioskop.
Misalnya dengan mengurangi penggunaan lahan parkir mobil secara terbuka akibat pembatasan protokol kesehatan.
"Perlu dipikirkan adaptive reuse untuk fungsi lain seperti drive-in cinema atau drive through sunday market untuk waktu-waktu tertentu," ucap Antony.
Dia juga berpendapat, kota ke depannya juga harus memperbanyak taman-taman kota, RPTRA, dan mengarahkan pembangunan menjadi berorientasi lingkungan hijau dan biru. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Pandemi Buka Kesempatan Desain Ulang Ibu Kota Negara Baru
#berbagiIDEA