90% Anak Muda Indonesia Khawatirkan Dampak Krisis Iklim, Ini Hasil Surveinya!

Rabu, 14 Oktober 2020 | 12:03
Dok. Mowilex

Ilustrasi-Dampak perubahan iklim.

IDEAOnline-Hasil survei terbaru menunjukkan bahwa 90 persen dari responden muda mengkhawatirkan dampak krisis iklim.

Krisis air, krisis pangan dan penyebaran penyakit adalah dampak yang paling dikhawatirkan dari krisis iklim.

Kajian survei daring tersebut dilakukan oleh Yayasan Indonesia Cehrah dan Change.org, dan telah diluncurkan pada Jumat (25/9/2020).

Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah, Adhityani Putri, menyampaikan bahwa kita sudah melihat bagaimana Covid-19 mengubah segalanya dalam beberapa minggu dan ini juga berpengaruh pada terbukanya kekhawatiran terhadap dampak perubahan iklim.

Dampak krisis iklim dinilai akan menyerang lebih kuat dalam waktu yang dekat.

“Banyak yang berpendapat bahwa dampak krisis iklim sebenarnya sudah hadir hari ini, dan harus segera kita tangani," kata Adhityani dalam diskusi daring bertajuk Krisis Iklim di Mata Anak Muda, Jumat (25/9/2020).

Maka dari itu, Adhityani bersama timnya, melakukan survei ini untuk mengetahui bagaimana persepsi publik, terutama anak muda, tentang krisis iklim sebagai bahan pertimbangan untuk merancang strategi penanganan dampak krisis iklim ke depannya.

Baca Juga: Ini Ancaman Pandemi Baru Setelah Corona, Emisi Karbon yang Meningkat Penyebabnya?

SHUTTERSTOCK/ParabolStudio

Ilustrasi perubahan iklim. Peneliti pelajari perubahan iklim dari fosil cangkang yang diambil dari laut dalam.

Presentasi kekhawatiran dampak krisis iklim di mata anak muda Survei pandangan anak muda tentang krisis iklim tersebut dilakukan secara daring selama hampir dua bulan yakni 23 Juli - 8 September 2020.

Adapun responden survei diikuti oleh sekitar 8.374 anak muda di rentang usia 20-30 tahun yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.

Hasil yang didapatkan pun beragam dan beberapa di antaranya cukup mengejutkan para ahli dan pegiat lingkungan, termasuk komunitas sadar perubahan iklim.

Adhytiani menyebutkan, di kalangan warga muda aktif, ternyata sebesar 89 persen merasa sangat khawatir atau khawatir dengan dampak-dampak krisis iklim.

"Mayoritas dari mereka (59 persen) merasa sangat khawatir dan menganggap krisis iklim sebagai salah satu tantangan terbesar generasi ini," ucap dia.

Sementara 30 persen lainnya merasa khawatir dan melihat krisis iklim sebagai sebuah masalah yang serius.

Hanya 0,6 persen dari responden survei yang merasa tidak begitu khawatir dengan dampak-dampak krisis iklim.

Bahkan, hanya 5 orang saja dari delapan ribu responden tersebut yang tidak percaya dengan krisis iklim.

"19 dari 20 orang percaya bahwa manusia adalah faktor penyebab terjadinya krisis iklim," tuturnya.

Baca Juga: Pandemi Corona: Emisi Karbon Global Turun Ekstrem, Krisis Iklim Masih Mengancam

Dok. Mowilex

Ilustrasi-Dampak perubahan iklim.

Namun, sekitar 79 persen para pemuda Indonesia atau responden juga optimis bahwa Indonesia bisa jadi salah satu pemimpin dunia dalam mengatasi krisis iklim ini.

Menanggapi hasil survei ini, peneliti muda sekaligus pegiat kebun rumah Rara Sekar mengatakan, dengan hasil survei ini, mengafirmasi kalau krisis iklim bukan hanya di luar negeri saja, tapi di Indonesia juga sudah terjadi.

Ia menambahkan, ada semacam kehausan dari anak muda untuk terlibat dalam perlawanan ini.

"Semangat pada zaman sekarang ini adalah melawan krisis iklim. Ke depannya, akan semakin banyak pressure groupdari kalangan anak muda untuk mendorong perubahan,” tegasnya.

Adhytiani juga menambahkan, survei ini hanyalah permulaan, bukan akhir dari perjuangan menyuarakan pentingnya kita sadar bahwa dampak-dampak krisis iklim itu nyata dan harus kita lawan bersama.

Oleh karena itu, untuk ke depannya, data ini bisa dipergunakan sebagai bahan kajian lanjutkan oleh berbagai pemangku kebijakan dan juga instansi atau lembaga terkait dalam mendorong implementasi energi bersih di masyarakat. Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul Survei: 90 Persen Anak Muda Indonesia Khawatirkan Dampak Krisis Iklim

#berbagiIDEA

Tag

Editor : Maulina Kadiranti

Sumber kompas