IDEAOnline-Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara penghasil food waste atau limbah makanan tertinggi di dunia.
Hal tersebut tercantum dalam laporan berjudul “Fixing Food: Towards the More Sustainable Food System” yang dirilis The Economist pada 2011.
Dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa rata-rata orang Indonesia membuang pangan sekitar 300 kilogram setiap tahunnya.
Limbah Makanan yang Jadi Masalah
“Suatu angka yang luar biasa dan memprihatinkan, yang jelas ini jadi ancaman bagi ketahanan pangan dan gizi Indonesia,” kata Vice Chairperson of CODEX Alimentarius Commission Prof. Dr. Purwiyatno Hariyadi, MSc., CFS., narasumber dalam acara webinar “Foodcycle World Food Day 2020” pada Jumat (9/10/2020).
Selain jadi hal yang memprihatinkan, hal tersebut juga sekaligus jadi ironi tersendiri.
Pasalnya, di saat yang sama masih banyak orang Indonesia yang mengalami kekurangan pangan bahkan kelaparan.
Kondisi status gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia
Menurut Purwiyatno, ketahanan pangan dan gizi yang baik bisa tercermin dari jumlah individu yang mampu hidup sehat, aktif, dan produktif.
Baca Juga: Sayangi Makanan, Hindari Membuangnya dengan 4 Langkah Berikut
Itu jadi indikator dari keamanan pangan dan keamanan nutrisi penduduk suatu negara.
Di Indonesia menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 angka balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk adalah 17,7 persen.
Angka tersebut relatif turun jika dibandingkan pada data tahun 2013 yakni sekitar 19,6 persen.
Namun walau begitu, bisa dibilang angka tersebut masih cukup tinggi dan belum mencapai target.
“Itu artinya sampai sekarang ini masih terdapat 18 dari 100 balita terindikasi adanya kekurangan konsumsi pangan dan kelaparan pada sebagian besar atau sebagian penduduk Indonesia,” papar Purwiyatno.
Selain masalah kekurangan gizi, masalah stunting pada balita juga penting dalam hal ketahanan pangan dan gizi yang baik.
Menurut data Riskesdas yang sama, jumlah balita yang pendek dan sangat pendek dari tahun 2007 sekitar 37,2 persen telah menurun menjadi 30,8 persen pada 2018.
Namun lagi-lagi jumlah ini belum juga mencapai target.
Angka tersebut masih terlalu tinggi.
“Data ini menunjukkan permasalahan mengenai kekurangan pangan dan kelaparan. Baik kelaparan yang kentara maupun yang tidak kentara,” tutur Purwiyatno.
Kondisi status penduduk yang kelebihan berat badan
Di sisi lain, data Riskesdas menunjukkan jumlah penduduk Indonesia yang mengalami kelebihan berat badan.
Jangan Lupa Habiskan Makanannya
Ada peningkatan jumlah individu dengan umur lebih dari 18 tahun yang mengalami berat badan berlebih.
Baca Juga: Bagus untuk Tanaman, Inilah Cara Buat Kompos di Rumah dengan Sisa Makanan Tanpa Berbau
Disebutkan bahwa ada 8,6 persen orang dewasa yang mengalami berat badan berlebih pada 2007. Sementara pada 2018, jumlah tersebut meningkat menjadi 13,6 persen.
Sementara untuk obesitas, ada sekitar 10,5 persen orang dewasa yang mengalami obesitas pada 2007.
Jumlah tersebut naik dua kali lipat menjadi 21,8 persen pada 2018.
Purwiyatno menyebutkan angkat tersebut adalah cerminanbahwa individu mempunyai status kesehatan, aktivitas, dan produktivitas yang kurang prima.
“Kondisi ini tidak serta merta menunjukkan ketersediaan pangan telah melimpah, tetapi bisa mencerminkan kualitas pangan yang tersedia kurang baik,” jelas Purwiyatno.
Obesitas bukan tanda pangan berkualitas Jumlah peningkatan orang Indonesia yang obesitas, disebutkan Purwayitno bisa menjadi tanda banyak individu yang mengonsumsi sumber pangan berkalori tinggi.
Terutama makanan yang menganduk lemak dan minyak dalam jumlah banyak.
Sumber pangan tersebut secara umum memang punya harga pasaran yang lebih murah.
Itu menunjukkan, kata Purwiyatno, bahwa Indonesia memiliki masalah soal ketersediaan pangan.
Khususnya ketersediaan pangan yang aman dan bergizi. Hal tersebut semakin diperparah dan jadi ironi dengan adanya laporan The Economist tadi. Apalagi ada juga laporan sejenis dari Food Food and Agriculture (FAO) dari Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) yang berjudul “Global Food Losses and Food Wastes”.
Laporan tersebut menyatakan bahwa secara global, kira-kira 1/3 pangan yang diproduksi untuk konsumsi manusia ternyata hilang karena tercecer atau susut sebelum diolah untuk konsumsi.
Sampah bahan makanan dari panen, pasca-panen, sampai distribusi ini yang disebut food loss.
Selain food loss, ada juga yang terbuang mubazir menjadi limbah ( food waste) di mana jumlahnya sangat besar yaitu sekitar 1,3 miliar ton per tahunnya. Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul Indonesia, Negara Penghasil Limbah Makanan Peringkat Kedua Tertinggi di Dunia
Baca Juga: 5 Makanan dan Sisa Makanan Ini Dapat Menyuburkan Tanaman di Halaman Lho! Yuk Cari Tahu!
#Berbagiidea #Berbagicerita #Bisadarirumah #Gridnetwork
(*)