IDEAonline–IDEA lovers masih ingat dengan majalah mungil bernamaIntisari?
MajalahIntisarimungkin lebih dahulu IDEA lovers kenal jauh sebelum mengenal websitenya, intisari.grid.id
Pada tahun 2021 ini, MajalahIntisarimemasuki usianya yang ke-58 tahun.
“Kalau orang tak tahu sejarah bangsanya sendiri, tanah airnya sendiri, gampang jadi orang asing di antara bangsa sendiri,” tulis Pramoedya Ananta Toer dalam novelnyaAnak Semua Bangsa.
Baca Juga: Bisa Tahan Sampai 2 Tahun, Begini Cara Mencuci dan Menyimpan Talenan Kayu, Jangan Disikat!
Baca Juga: Tiga Masalah Klasik pada AC, Penyebab dan Solusinya, dan Tips Merawat
Kehadiran Intisari menjadi bagian untaian sejarah media di Indonesia. Boleh dikata, majalah ini lahir ketika rezim pengekangan informasi pada 1960-an.
Monumen bersejarah yang terkait dengan lahirnya majalah ini adalah Candi Prambanan.
Dalam sebuah pertunjukan sendratari dalam bias sinar rembulan di pelataran candi itu, Jakob Oetama dan Petrus Kanisius Ojong membicarakan sebuah media baru di tengah kekangan informasi oleh negara.
Misi mereka sama, yaitu akses informasi yang mencerahkan warga.
Mereka pun sepakat untuk menerbitkan media bergaya cerita manusia, bukan renungan atau opini belaka.
Bukan kebetulan apabila keduanya memiliki kesamaan: Jakob dan Ojong memiliki latar guru.
Keduanya juga memiliki minat pada sejarah. Keduanya juga jurnalis yang mumpuni.
Jakob adalah jurnalis dan memimpin majalahPenabur, sementara Ojong pernah menjadi jurnalis diKeng Podan memimpin majalahStarweekly.
Bisa dibilang, INTISARI merupakan titisan dan kelanjutan sejarah pers Tionghoa.
Nah, pada edisi April 2021, majalah mungil ini menampilkan sosok-sosok perempuan inspiratif dari zaman yang berbeda.
Kita boleh menyebut mereka sebagai para perempuan digdaya.
Baca Juga: Begini Trik Agar Tempe Tetap Awet Sampai 3 Hari, Jangan Langsung Simpan di Freezer
Mereka tidak sekadar memintas zaman dengan pemikirannya, tetapi juga turut memengaruhi pemikiran orang-orang sezaman, bahkan untuk konteks sekarang.
Pada masa silam kata “digdaya” kerap dikaitkan dengan “sakti”, “ampuh”, atau “tak terkalahkan”.
Seiring perkembangan zaman, kini kita bisa menyematkannya kepada seorang yang berilmu.
Tanpa ilmu dan pengetahuan, kita tidak pernah sampai pada dunia yang sekarang.
Baca Juga: Begini Trik Agar Tempe Tetap Awet Sampai 3 Hari, Jangan Langsung Simpan di Freezer
Baca Juga: Pewarisan dan Hibah Tanah Ada Aturan Hukumnya, Tak Sekadar Ada Pemberi dan Penerima
Sejumput cerita sampul tentang Soerastri Karma Trimurti, yang dikenal sebagai jurnalis dan tokoh yang mengawali kiprahnya dalam pergerakan pemuda pada 1930-an.
Sosok inspiratif berikutnya adalah Roehana Koeddoes, yang ditahbiskan sebagai jurnalis perempuan pertama Indonesia.
Kemudian, Inggit Garnasih sebagai perempuan yang menginspirasi dan mendukung gagasan Bung Karno.
Sebelum era Kartini, perempuan-perempuan Nusantara sudah memiliki peran strategis dalam sistem sosial dan politik.
Kerajaan Majapahit di Jawa Timur pernah dua kali dipimpin oleh perempuan, yakni Bhre Kahuripan pada abad ke-14, dan Prabhustri pada abad ke-15.
Tak bisa diingkari bahwa Nusantara bertabur perempuan digdaya.
Di Aceh, Keumalahayati menjadi laksamana perempuan pertama di dunia modern.
Armadanya didukung lebih dari 2.000 janda pada abad ke-16.
Bumi dan kesuburan pun kerap disimbolkan sebagai sosok dewi-dewi atau ibu.
Pada edisi April, majalah mungil ini memasuki sejarah baru.
Intisari akan berubah dalam perwajahan dan pokok ulasan.
Seperti semangat para pendahulu, Intisari akan lebih memantapkan dalam pembahasan utama dalam biografi, histori, dan tradisi.
Biografi, tokoh-tokoh yang memiliki pemikiran atau karya untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik.
Histori, kisah bergenre sejarah populer tentang peristiwa atau kejadian masa silam, namun selalu dikaitkan dengan situasi kininya.
Tradisi, penjelajahan seni dan budaya yang menjadi bagian keseharian masyarakat, termasuk upaya pelestariannya.
Baca Juga: Tiga Masalah Klasik pada AC, Penyebab dan Solusinya, dan Tips Merawat
Baca Juga: Bisa Tahan Sampai 2 Tahun, Begini Cara Mencuci dan Menyimpan Talenan Kayu, Jangan Disikat!
Semuanya berkait dengan keteladanan manusia dalam melewati setiap tantangan zaman.
Namun, ada yang tidak berubah dalam gaya pembahasan Intisari yang senantiasa cerdas dan menginspirasi.
Chairil Anwar pernah berseru, “Ada yang berubah, ada yang bertahan. Karena zaman tak bisa dilawan. Yang pasti kepercayaan harus diperjuangkan.”
Mari ikuti jargon #KitaDigdaya untuk Indonesia berdaya!
#Berbagiidea #Berbagicerita #Bisadarirumah #Gridnetwork
(*)
Artikel ini telah tayang di Intisari-online.com dengan judul‘Ada yang Berubah, Ada yang Bertahan. Karena Zaman Tak Bisa Dilawan’, #KitaDigdaya, untuk Indonesia Berdaya