Save the Children: Anak-Anak adalah Kelompok Paling Terdampak dari Krisis Iklim

Kamis, 04 November 2021 | 14:30
Tribun Manado

Ilustrasi bencana kekeringan

IDEAOnline-Krisis iklim tak hanya memengaruhi lingkungan dan cuaca sekitar kita, tapi juga berpengaruh besar kepada anak-anak.

Menurut studi terbaru yang terbit di jurnal Science edisi 26 September 2021 yang berjudul Intergenerational inequities in exposure to climate extremes, secara global anak-anak yang lahir setahun terakhir (2020) akan menghadapi sekitar 6,8 kali lebih banyak gelombang panas selama hidup mereka dibanding mereka yang lahir di tahun 1960.

Studi ini dilakukan oleh Save the Children bekerja sama dengan tim peneliti iklim internasional yang dipimpin oleh Vrije Universiteit Brussel (VUB).

Dari hasil studi ini, Save the Children mengingatkan bahwa anak-anak adalah kelompok paling terdampak dari krisis iklim.

Dampak Krisis Iklim Lainnya yang Dihadapi Anak

Selain menghadapi gelombang panas yang lebih banyak, laporan ini juga memprediksi 4 dampak lain yang berpotensi dihadapi anak-anak di masa depan, sebagai berikut.

Baca Juga: Kesempatan Terakhir bagi Bumi dan Harapan Nyata bagi Generasi Mendatang, COP26 Digelar Bahas Perubahan Iklim

Banjir

Selain menghadapi gelombang panas yang lebih banyak, laporan ini juga memprediksi anak kelahiran 2020 di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, berisiko mengalami banjir tiga kali lebih banyak dibandingkan generasi kakek nenek mereka atau orang-orang kelahiran 1960.

Secara global, kenaikan rata-rata ancaman banjir karena luapan sungai adalah 2,8 kali lebih banyak.

Risiko tertinggi dihadapi anak kelahiran 2020 di Timur Tengah dan Afrika Utara, yaitu 4,5 kali lebih banyak.

Kekeringan

Kemudian dampak kekeringan yang dialami anak kelahiran 2020 di Asia Pasifik dan Asia Timur adalah 2,5 kali lebih banyak dibanding kelahiran tahun 1960.

Rara-rata global risiko kekeringan adalah 2,8 kali lebih banyak.

Risiko tertinggi dialami anak-anak yang tinggal di Afrika Utara dan Timur Tengah, yaitu 4,4 kali lebih banyak.

Baca Juga: Dinding Rembes dan Bocor, Ini 5 Kondisi yang Jadi Penyebab

Gagal panen

Risiko gagal panen akibat krisis iklim juga lebih mungkin dialami anak-anak kelahiran 2020 dibandingkan generasi kelahiran 1960.

Di Asia Pasifik dan Asia Timur, risikonya 1,8 kali lebih banyak dialami anak-anak ini sepanjang hidupnya.

Sementara risiko rata-rata global adalah 2,8 kali lebih tinggi.

Risiko tertinggi juga dialami Afrika Utara dan Timur Tengah, yakni 4,4 kali lebih mungkin merasakan gagal panen.

Baca Juga: Mitigasi dan Adaptasi Bisa Cegah Perubahan Iklim, Ini Penjelasannya!

Kebakaran hutan

Ancaman kebakaran hutan juga diprediksi lebih banyak dialami anak-anak kelahiran 2020 dibanding generasi kelahiran 1960.

Secara global, rata-rata risiko kebakaran hutan 2 kali lebih tinggi.

Risiko tertinggi kemungkinan besar dialami anak-anak yang tinggal di Eropa dan Rusia Tengah, yakni 1,7 kali lebih banyak.

Sementara di kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik, ancamannya 1,5 kali lebih banyak.

CEO Save the Children Indonesia Selina Patta Sumbung mengatakan, dampak krisis iklim ini akan dirasakan lebih bruuk pada anak-anak yang hidup dalam lingkaran kemiskinan.

"Karena mereka sudah lebih dulu terpapar risiko yang jauh lebih besar seperti keterbatasan air, kelaparan, dan bahkan terancam menghadapi kematian karena kekurangan gizi,” ungkap Selina.

Tak hanya itu, dampak krisis iklim secara tidak langsung membuat jutaan anak dan keluarga masuk dalam kemiskinan jangka panjang.

Baca Juga: Manfaat Green Roof dalam Konsep Rumah Tropis dan Tips Penerapannya

Selena memaparkan, anak-anak di Indonesia akan menjadi salah satu yang terkena dampak terburuk dari krisis iklim ini.

"Sebab itu, tanpa tindakan yang segera, kita akan menyerahkan masa depan yang suram dan mematikan pada anak-anak kita," sambungnya.

Save the Children berharap laporan tersebut mampu menyerukan tindakan dan aksi yang harus dilakukan segera untuk melindungi hak anak.

Dalam proyeksi mereka, masih ada waktu untuk mengubah prediksi masa depan yang suram ini.

Jika kenaikan suhu dijaga hingga maksimum 1,5 derajat Celsius, maka risiko-risiko di atas akan menurun, yakni:

  • Potensi gelombang panas berkurang 45 persen
  • Potensi banjir karena luapan sungai berkurang 38 persen
  • Kekeringan berkurang 39 persen
  • Gagal panen berkurang 28 persen -Kebakaran hutan berkurang sekitar 10 persen
Baca Juga: Manfaat Atap Hijau dalam Merespons Iklim Tropis, Bikin Atap Lebih Awet

Save the Children Indonesia melalui rilisnya merekomendasikan beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi ancaman perubahan iklim tersebut, di antaranya:

  • Mulai menghapus ketergantungan pada bahan bakar fosil,
  • Memulai gaya hidup ramah lingkungan
  • Berpartisipasi aktif dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim
"Pemerintah juga harus mengembangkan tata kelola mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang inklusif dengan memerhatikan kebutuhan kelompok rentan seperti anak-anak melalui kebijakan, program, dan penganggaran yang berpihak kepada anak," pungkas dia.

Rekomendasi ini menjadi pesan Komunitas Peduli Iklim untuk Jokowi yang menghadiri COP26 di Glasglow, Skotlandia, 1-2 November 2021.

Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul Anak Kelahiran 2020 Terancam Hadapi Gelombang Panas 6,8 Kali Lebih Banyak

#Berbagiidea #Berbagicerita #Bisadarirumah #Gridnetwork #Rumahtropis

(*)

Editor : Johanna Erly Widyartanti