Bentuk dan Struktur Atap yang Salah Bikin Rumah Terasa Panas, Cegah dengan 3 Cara Ini!

Rabu, 25 Oktober 2023 | 15:20
kompas.com

Ilustrasi atap rumah model pelana (segitiga) dengan wuwungan di bagian tengah.

IDEAOnline-Banyak orang berpikir bahwa dengan menggunakan atap miring dan meniadakan plafon akan menyebabkan ruangan dalam rumah menjadi lebih sejuk. Padahal tidak demikian.

Salah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam dan iklim tempat manusia berada tidak selalu pas menunjang aktivitas yang dilakukannya.

Aktivitas manusia yang beraneka ragam memerlukan kondisi iklim mikro tertentu yang bervariasi pula.

Dengan bangunan, diharapkan iklim luar (makro) yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasi dan diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai.

Baca Juga: Mengenal Taman Atap Intensif dengan Ekstensif, Mana yang Lebih Mudah Pembuatannya?

Namun, usaha manusia untuk “menjinakkan” kondisi iklim luar yang tidak sesuai agar menjadi iklim dalam (bangunan) yang diinginkan seringkali tidak tercapai sepenuhnya.

Dalam banyak kasus, rancangan sebuah hunian di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi suhu dan kelembapan yang nyaman di dalam bangunan rumah.

Ketika berada di dalam bangunan, sang penghuni justru seringkali merasakan udara ruang yang panas sehingga kerap lebih memilih berada di luar rumah.

Padahal pemecahan problematik iklim merupakan suatu tuntutan mendasar yang “wajib” dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di manapun dia dibangun.

Plafon vs Non Plafon

Mengapa bangunan kuno zaman Belanda dulu memiliki ruangan yang terasa sejuk?

Selain langit-langitnya yang tinggi lengkap dengan plafon juga karena ruangan tersebut dilengkapi dengan jendela dan ventilasi dalam ukuran yang sangat besar.

Meninggikan langit-langit memang merupakan salah satu cara untuk mendinginkan ruangan. Tetapi tentunya hal tersebut tidak terlepas dari faktor-faktor lain, seperti bukaan yang cukup besar dan banyak agar udara dapat mengalir.

Sekalipun plafon ditiadakan sehingga ruangan menjadi tinggi, apabila ruangan tersebut minim jendela, tentunya udara di dalamnya akan tetap terasa panas.

Sebuah ruangan yang terletak di bawah atap miring dan dilengkapi dengan plafon, sebenarnya memiliki keuntungan.

Idea.Grid.Id

Ilustrasi rumah dengan plafon tinggi.

Ruangan sisa yang berada di bawah atap (di atas plafon) sesungguhnya merupakan “bantalan” udara yang dapat berfungsi menahan panas yang disebabkan oleh sinar matahari, agar tidak langsung jatuh ke dalam ruangan yang terletak di bawahnya.

Menggunakan atap datar, menghilangkan plafon, atau menggunakan atap model joglo alias limasan sebenarnya boleh-boleh saja.

Atap joglo yang lebar naungannya memang menghasilkan lebih banyak ruang yang tidak langsung terkena sinar matahari.

Dengan demikian timbul kesan bahwa menggunakan atap joglo akan memberikan rasa adem dan nyaman.

Yang jelas, jangan lupa untuk menerapkan ketinggian atap yang cukup dan memperbanyak jendela serta lubang angin.

Semakin banyak sumber udara yang mengalir ke dalam rumah, misalnya dari lantai (struktur rumah panggung), jendela, atau dinding, maka kondisi suhu dan kelembaban yang ideal serta nyaman di dalam rumah akan semakin mudah tercapai.

Baca Juga: Manfaat Green Roof dalam Konsep Rumah Tropis dan Tips Penerapannya

Atap Bertingkat

Idea.Grid.Id

Atap bertingkat menciptakan bukaan yang mengalirkan udara.

Rumah tradisional Indonesia sebenarnya adalah rumah yang dibangun dengan kearifan untuk menyesuaikan dengan kondisi iklim alaminya.

Hal ini terlihat pada bentuk atap, struktur atap yang terbuat dari kayu dan dilapisi dengan genteng tanah liat, sirap atau daun alang-alang.

Pada rumah tropis tradisional, atap memiliki bentuk yang miring dan kerap dibuat dengan struktur yang bertingkat-tingkat.

Antara tingkat yang satu dengan yang lain memiliki jarak yang diisi dengan kisi-kisi (jalusi atau krepyak) untuk mengalirkan udara serta mengurangi tekanan udara panas di dalam rumah.

Pola aliran udaranya adalah sebagai berikut: kisi-kisi yang berada di antara atap yang bertingkat-tingkat akan menarik udara yang dingin dari luar dan mengalirkannya ke bagian bawah atap sehingga udara di bawah atap akan selalu berganti dan udara di dalam ruangan akan menjadi sejuk.

Umumnya, kemiringan atap yang terbentuk pada rumah tropis tidak kurang dari 35°.

Bentuk atap pelana yang miring ini berguna juga untuk mengalirkan air hujan yang jatuh pada atap. Selain itu, bukaan jendela atau jalusi yang memisahkan lapisan atap tingkat atas dan tingkat bawah, selain berfungsi sebagai sirkulasi udara juga berfungsi sebagai masuknya penyinaran alami (day lighting).

Menara Angin

archdaily

Ilustrasi menara angin pada bangunan modern.

Rumah-rumah yang berada di daerah dengan iklim panas ada yang menggunakan menara angin untuk mengakali panasnya udara dalam rumah akibat kondisi lingkungannya.

Tekanan udara panas yang ada di dalam rumah akan tertarik keluar dari menara angin dan digantikan dengan udara yang segar.

Pergerakan udara pada menara angin ini akan mengalirkan udara dingin ke dalam ruangan.

Baca Juga: Undang Cahaya Matahari Masuk ke Rumah dengan Berbagai Cara, Tidak Hanya Melalui Jendela!

Agar lebih optimal, menara angin dapat dibuat dengan bentuk penutup yang menghadap ke arah datangnya angin agar angin dengan lebih mudah dapat tertangkap dan mengalir ke dalam ruang di bawahnya sehingga terjadi pergerakan udara yang maksimal.

Di Indonesia, pendekatan konstruksi semacam ini juga ada, dan beberapa orang menyebutnya dengan variasi “rumah burung”.

Bentuknya adalah atap kuda-kuda kecil yang nongol dengan posisi tegak lurus dengan atap utama.

(*)

Editor : optimization

Baca Lainnya