Ada Berbagai Varian Virus Covid-19, dari Mana Asalnya dan Apa Penyebabnya?

Selasa, 30 November 2021 | 17:00
Kompas

Ilustrasi mutasi virus Covid-19

IDEAonline - Berbagai varian baru Covid-19 yang terus bermunculan ini, tak dapat dimungkiri, membuat masyarakat kian resah.

Pasalnya, virus Covid-19 sendiri saja sudah mengkhawatirkan masyarakat, apalagi varian dari virus Covid-19 yang disebut-sebut memiliki risiko lebih tinggi.

Salah satu varian Covid-19 yang mungkin paling tidak asing bagi kita adalah varian Delta. Namun, selain itu, ada pula berbagai varian yang kian ditemukan.

Misalnya saja varian Omicron yang baru saja ditemukan pertama kali di Botswana, Afrika Selatan belakangan ini.

Varian baru Covid-19 tersebut dinilai lebih berbahaya ketimbang varian Delta.

Terlebih varian Omicron juga dilaporkan sudah mulai mewabah di beberapa negara di dunia.

Melihat fenomena tersebut, tak sedikit masyarakat pun yang bertanya-tanya mengapa berbagai varian baru Covid-19 ini bisa muncul?

Baca Juga: Efektivitas Vaksin Sinovac Turun dalam 3-5 Bulan Setelah Vaksin Kedua, Ini yang Harus Dilakukan!

Menanggapi pertanyaan tersebut, Epidemiolog Griffifth University, Australia, Dicky Budiman memberikan penjelasannya.

Menurutnya varian baru Covid-19 terus bermunculan karena adanya kesempatan atau peluang yang besar untuk menyebar dan mereplikasi diri.

"Itu timbul karena kita memberi peluang virus ini menginfeksi manusia dengan leluasa. Kemudian tidak terkendali sehingga ini bisa menginfeksi pada gilirannya," ujar Dicky dilansir dari Kompas.com (28/11/2021).

Dicky mengatakan varian super cepat menyebar seperti Omicron dan Delta ini akan menginfeksi orang dengan masalah imunitas tubuh.

Baca Juga: Shabby Chic, Mendesain Ruang dengan Tampilan 'Usang' yang Hidup, Begini Triknya!

"Nah ini yang membuat virus itu lebih lama ada dalam tubuh si orang itu sehingga semakin lama di dalam tubuh ya semakin banyak terjadi replikasi," lanjut dia.

Ketika peluang mutasinya menjadi lebih besar, maka peluang terjadinya satu varian yang super juga makin besar.

Dicky mengatakan, varian Omicron langsung masuk kategori variant of concern (varian yang menjadi perhatian) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Hal ini tentu menjadi warning serius bagi masyarakat di dunia.

Apalagi, varian Omicron ditemukan dari suatu situasi adanya wilayah negara/kawasan yang rendah kapasitas protokol kesehatan dan vaksinasi.

"Ini secara hukum biologi seperti tinggal menunggu waktu lahir saja, satu varian super, itu teoritis, dan keniscayaan ini seperti menantang maut," ujar Dicky.

Ia mengungkapkan, varian Omicron ditemukan di Afrika.

Dalam catatan, Afrika memiliki banyak kasus dengan masalah imunitas, di mana warganya banyak yang menderita HIV.

Baca Juga: Mau Tahu Cara Mendesain Ruang Akromatik agar Tampil Dramatis dan Apik? Ikuti Cara Ini!

Pada penderita HIV, jika ia terjangkit virus corona, maka virus itu akan berdiam lama, bermutasi dalam tubuh pasien dan berkesempatan melahirkan varian super.

"Kemudian, data yang ada dari Afrika Selatan bahwa ini asalnya bukan dari varian Delta. Tetapi, sejak pertengahan 2020. Artinya, lebih cepat perjalanan mutasinya," ujar Dicky.

Dengan mulai banyak ditemukannya kasus Covid-19 dengan varian Omicron, Dicky mengatakan, tindakan yang diambil sejumlah negara dengan menutup akses masuk negara, tidak efektif.

Ia merekomendasikan agar negara-negara bisa melakukan screening pada orang-orang yang masuk ke suatu wilayah.

"Banyak negara yang abai dalam hal ini. Masa karantina kurang dari 7 hari, apalagi di negara berkembang. Saat ini, secara umum kita PCR. Yang harus dilakukan itu masa karantina yang masih menjadi tarik ulur," ujar Dicky.

Menurutnya, dengan adanya varian yang mengkhawatirkan ini, setidaknya orang yang datang ke suatu negara wajib menjalani karantina selama 7 hari.

Kemudian, orang tersebut menjalani tes PCR tidak hanya saat kedatangan, tetapi 2-3 hari sebelum berpergian, dan hari ke-5 serta ke-6 pada masa karantina.

Dicky mengatakan, penguatan dalam program vaksinasi juga menjadi cara untuk meminimalisasi terjadinya gejala parah pada seseorang.

"Vaksinasi dari data Afrika Selatan ini terbukti mencegah keparahan dan kematian. Namun, dalam konteks kita (Indonesia), harus ada percepatan vaksinasi," ujar Dicky.

"Di Eropa sendiri minimal 90 % orang sudah divaksin, ini yang harus kita kejar juga. Setidaknya, orang-orang disuntik vaksin dua dosis, termasuk urgensi booster bagi kelompok berisiko harus dipercepat hingga awal tahun. Termasuk juga vaksin anak-anak harus merata," lanjut dia.

Diketahui penyuntikan vaksin Covid-19 tersebut selain mencegah penularan semakin luas, juga bisa meminimalkan keparahan dari infeksi virus corona.

Baca Juga: Cukup 15 Menit setiap Minggu untuk Menjaga Kulkas Tetap Bersih dan Teratur!

Dikutip dari nhs.uk (30/3/2021), artikel "Why Vaccination Is Safe and Important" menyebutkan bahwa orang yang sudah divaksin sistem kekebalannya mampu mengenali dan tahu cara melawan suatu infeksi penyakit.

Itu artinya jika kita disuntik vaksin Covid-19, maka sistem kekebalan tubuh kita akan terlatih dalam melawan Covid-19 sehingga dampak infeksi virus tersebut bisa diminimalisir.

Lebih lanjut, Dicky menyatakan tidak setuju dengan larangan-larangan penutupan negara karena saat ini varian Omicron sudah ada di beberapa negara dan terus meluas.

Menurut dia, lebih baik memastikan hasil tes PCR negatif pada orang yang datang dari luar negara, maupun orang yang menjalani karantina 7 hari.

"Oleh karena itu, masalah upaya vaksinasi, survei, pendeteksi, 5M menjadi amat sangat penting, mencegah terjadi varian-varian super," pungkas Dicky.

Artikel ini telah tayang di Health.grid.id dengan judul “Penyebab Banyaknya Bermunculan Varian Baru Virus Corona, Karena Ulah Manusia Juga”.

#Berbagiidea #Berbagicerita #Bisadarirumah #Gridnetwork #Rumahtropis

(*)

Tag

Editor : Johanna Erly Widyartanti

Sumber Health.grid.id