Karakter pohon ini menjadi metafora dalam berarsitektur di wilayah tropis.
Bagian atas bangunan menyediakan naungan yang optimal, namun dindingnya dapat mengalirkan udara dan cahaya matahari yang dibutuhkan penghuni.
Kesadaran inilah yang kemudian dituangkan ke dalam bentuk hunian ini.
Dinding berpori di rumah ini diwujudkan dengan penggunaan lubang angin (roster), sehingga udara dapat mengalir masuk melalui celahnya.
Baca Juga: Pilah-pilih Wallcover untuk Kamar Anak, Jangan Abaikan Kondisi Dinding
Rumah Si Pencinta Kayu Ciptakan Nuansa Asri
Sinar mahatari pun dapat menerobos, namun dengan porsi yang tepat sehingga tidak menyilaukan.
Tema pohon menjadi semakin relevan dipilih sang arsitek, karena pemilik hunian ini adalah seorang pencinta kayu.
Berpuluh-puluh tahun sang pemilik mengumpulkan bendabenda kayu, yang kemudian menjadi bagian tak terpisahkan dari desain hunian ini.
Tak sekadar sebagai pengisi rumah, kahadiran kayu di rumah ini juga memberi pelajaran bahwa kayu merupakan benda berharga yang harus dilestarikan dan digunakan dengan bijaksana.
Kayu pun dapat mengajarkan nilai sejarah, karena dimanfaatkannya kayu-kayu tua, bahkan kayu fosil, seperti yang digunakan sebagai wastafel dan meja ruang tamu.
Baca Juga: Tak Bisa Lepas dari Lampu, Terkuak Alasan Kenapa Pencahayaan Ruang Penting untuk Manusia