IDEAonline –Ide menjadikan dapur bukan hanya sebagai tempat memasak sebenarnya bukan monopoli kebudayaan Barat.
Seorang teman yang asli Betawi bercerita bahwa ketika ia masih kecil (tahun 1980-an), neneknya pun melakukan hal yang sama.
Dapur si nenek yang berukuran sekitar 4 m x 5 m menjadi tempat yang asyik untuk berkumpulnya anggota keluarga.
Di salah satu sisi dapur terdapat 2 buah kompor kecil, yang dulu katanya berupa tungku kayu. Di sebelahnya ada gerobog (lemari kecil) untuk meletakkan bahan makanan.
Bumbu-bumbu dan alat-alat kecil lainnya ditaruh di dake-dake (bilahbilah kayu yang diletakkan di tembok).
Di sisi yang lain terdapat meja besar dari kayu yang digunakan untuk menyiapkan makanan.
Di meja itu juga, cucu-cucu si nenek ini duduk-duduk sambil mengobrol dan memperhatikan beliau memasak. Kalau makanan sudah siap, meja itu beralih fungsi menjadi meja makan untuk semua anggota keluarga.
Seperti kebanyakan dapur masyarakat Betawi Tengah, dapur itu terhubung dengan teras belakang, yang penuh dengan pohon salak dan nangka.
Di sana, di bawah jendela berjeruji kayu terdapat bale-bale. Konon, bale-bale ini sering digunakan para lelaki yang pulang milir (bekerja) untuk beristirahat sambil menunggu masakan istrinya matang.
Bale-bale ini juga sering digunakan para ibu untuk memotongmotong sayuran sambil mengobrol dengan tetangga.