IDEAOnline-Usai divaksin, Raffi Ahmad justru kumpul-kumpul dengan temannya dan tampak tidak mematuhi protokol kesehatan.
Hal ini tentu saja memicu respons warganet, termasuk Sherina Munaf.
"Halo Raffi Ahmad, setelah divaksin bukan berarti keluyuran rame2 dong. Anda dipilih jatah awal2 vaksin karena followers banyak. Dengan alasan yang sama, tolong berikutnya konsisten beri contoh yang baik. Please you can do better than this. Your followers are counting on you," tulis Sherina dalam akun Twitternya @sherinasinna.
Berkaitan dengan tindakannya, Raffi Ahmad telah meminta maaf kepada publik sekaligus melakukan klarifikasi atas kejadian semalam melalui video yang tayang di akun Instagramnya, @raffinagita1717.
Namun, perilaku Raffi Ahmad sebagai salah satu orang yang mendapat vaksin pertama kali rupanya menimbulkan kekhawatiran bagi psikolog sosial.
"Raffi Ahmad sehari-hari di (depan) publik, dia terlihat tidak pakai masker cuma pakai face shield doang," kata Rizqy Amelia Zein, psikolog sosial yang mengajar di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
"Kan ruwet kalau sudah divaksin, dilihat orang banyak (dengan perilaku seperti itu), terus ada kabar dia kena Covid-19. Itu yang bahaya," imbuh perempuan yang akrab disapa Amel itu kepada Kompas.com, Rabu (13/1/2021).
Amel menjelaskan, hal ini bisa menjadi bumerang dan berbahaya karena masyarakat dapat menilai bahwa percuma divaksin jika tetap masih bisa terinfeksi Covid-19.
Padahal, vaksin bukanlah obat. Bukan senjata utama yang membuat tubuh kebal terhadap suatu penyakit.
Hal ini pun bukan hanya berlaku pada Covid-19 saja, tapi semua jenis penyakit.
"Vaksin itu bukan obat atau (alat) bisa mencegah penyakit. Vaksin itu mengurangi seseorang terkena penyakit bergejala," jelas Amel.